Pada tanggal 5 – 7 Desember 2014 diadakan Rapat Kerja (Raker) Satuan Adat Banten Kidul (SABAKI) di Rangkasbitung. “Menuju Terwujudnya Kedaulatan Masyarakat Adat Kasepuhan Banten Kidul Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam” merupakan tema dari gelaran Raker SABAKI kali ini. Acara yang diketuai oleh Jaro Wahid (Kasepuhan Karang, Desa Jagaraksa) ini dihadiri oleh Wakil Bupati Lebak (H. Ade Sumardi), Ketua DPRD kabupaten Lebak (Junaedi), Ketua Sabaki (Sukanta), perwakilan komunitas dari masing-masing Kasepuhan yang ada di wilayah Kabupaten Lebak dan Sukabumi juga tim RMI, HuMa, Epistema dan AMAN. Jumlah total peserta yang hadir sekitar 40 orang. Acara ini diselenggarakan atas kerjasama SABAKI, RMI, HuMa, Epistema, Kemitraan, dan TAF.
Agenda selama 3 hari tersebut lebih banyak membahas tentang peluang-peluang yang berkenaan dengan internalisasi SABAKI serta membahas kaitan administrasi desa dengan SABAKI. Sebetulnya Raker SABAKI ini sudah diawali ketika acara Riungan Kasepuhan di Kasepuhan Cisungsang pada bulan September 2014 lalu dan sudah mencapai pada tahap penyusunan rencana kerja untuk setahun ke depan. Namun masih diperlukan evaluasi dan penajaman kembali. Salah satu agenda dalam rencana kerja kemarin yang harus segera ditindak lanjuti adalah mendorong supaya Pemerintah Kabupaten Lebak dapat mengeluarkan PERDA tentang adat. Maka langkah awal yang perlu dilakukan adalah memperjelas aturan adat dan menuliskan dalam sebuah naskah yang tujuannya adalah jika sewaktu-waktu pemerintah daerah/pusat melakukan uji kelayakan, mereka tidak perlu memverifikasi lagi data-data yang ada. Dalam SK bupati yang dikeluarkan pada tahun 2013 lalu, tercantum 17 kasepuhan yang sudah diakui, tetapi ini tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. Maka peluang yang paling realistis untuk saat ini adalah PERDA.
Dalam proposal RAKER SABAKI terdapat satu kalimat yang menarik, yaitu: “Gerakan SABAKI harus berdasarkan pada kebutuhan nyata yang ada di masyarakat adat kasepuhan”. Kalimat tersebut merupakan tujuan dari organisasi yang bernama SABAKI dan ini akan menjadi dasar bagi SABAKI untuk menyusun rencana kerja selama periode 2015 – 2019.
Pada Raker SABAKI ini, Wiwid (HuMa) memberikan pengayaan materi tentang desa adat dan hubungannya dengan pengakuan masyarakat hukum adat. Desa adat merupakan self governing community yang menjalankan fungsi pemerintahan, keuangan dan pembangunan. Desa adat ditetapkan melalui Perda Kabupaten/Kota. Desa adat dibentuk berdasarkan susunan asli/asal adat yang terkait dengan nilai, misalnya Kasepuhan Citorek secara administratif terdiri dari 5 desa jika akan membentuk desa adat maka kelima desa tersebut dilebur menjadi satu desa adat sedangkan contoh lain misalnya Desa Sirnaresmi ada 3 kasepuhan yakni Ciptagelar, Ciptamulya dan Sirnaresmi maka jika akan membentuk desa adat akan ada 3 desa adat. Namun untuk mendapatkan hak-hak ulayat masyarakat adat harus mendorong lahirnya Perda Pengakuan Masyarakat Adat baru kemudian proses desa adat. Nia (RMI) menambahkan jika Perda Pengakuan Masyarakat Adat harus sejalan dengan Perda yang mengatur desa, maka strateginya akan mendorong terbitnya dua Perda sekaligus.
Berdasarkan hasil diskusi kelompok akhirnya diperoleh rumusan program kerja SABAKI untuk periode 2015 – 2019. Berikut ini adalah ringkasan program kerja SABAKI 2015-2019:
- Organisasi : Pengadaan sekretariat, penguatan legalitas organisasi, penguatan pengurus SABAKI, pengkaderan di bidang masing-masing, penghubung di setiap wilayah (contact person), pendanaan organisasi dan website SABAKI.
- Penguatan Ekonomi : iuran anggota, pusat iInformasi dan komunikasi masyarakat adat (radio, TV, majalah), wisata adat, gebyar budaya, pelatihan ketrampilan, pengelolaan SDA dan koperasi SABAKI.
- Pemberdayaan Masyarakat : penguatan kapasitas, pemuda adat, perempuan adat, identifikasi tata guna lahan dan aset adat, penguatan aturan adat dan tata nilai positif di berbagai sektor.
- Advokasi: pengawalan terhadap terbitnya PERDA Adat, revisi SK Pengakuan, pemetaan partisipatif dan registrasi wilayah adat.
- Jaringan: membangun koordinasi / kerjasama dengan Pemkab, NGO, dan media sosial (jangka pendek); membangun koordinasi / kerjasama dengan Pemprop, Parpol, Ormas Islam, dan Pengusaha (jangka menengah); membangun koordinasi/kerjasama dengan Kementerian terkait, lembaga pendidikan dan audiensi dengan Presiden RI (jangka panjang).
- Lingkungan: inventarisasi luas wilayah adat, penguatan tradisi yang berhubungan dengan pelestarian hutan dan lingkungan, penguatan kerjasama dan koordinasi tentang wilayah adat, merehabilitasi lahan-lahan kritis di wilayah hutan adat dan gerakan pola hidup bersih dan sehat di lingkungan komunitas masyarakat hukum adat.
Oleh: Siti & Didhon