Bertempat di kantor Desa Jagaraksa pada 20 Januari 2015, gelaran Sekolah Lapang Rakyat (SLR) diselenggarakan. Sekitar 122 peserta yang berasal dari 6 kampung yaitu Karang, Cikadu, Cikapudang, Warung Bojong, Cibangkala dan Cilunglum. Sebagian besar peserta SLR kali ini adalah petani penggarap. SLR ini merupakan salah satu alat untuk mendorong pengakuan masyarakat adat kasepuhan atas pengelolaan sumber daya hutan. Selain diikuti oleh warga Desa Jagaraksa, hadir juga Kepala Desa Jagaraksa (Jaro Wahid) dan perwakilan dari UPT Pertanian (Parlan).
SLR kali ini difasilitasi oleh Sahdi Sutisna (RMI) yang lebih membahas tentang
kekhawatiran-kekhawatiran yang dirasakan oleh warga yang lahan garapannya bermasalah dengan pihak Taman Nasional dan melihat peluang-peluang apa saja yang bisa dilakukan untuk memperjuangkan lahan garapan mereka supaya bisa kembali bisa dimanfaatkan oleh warga. Menurut keterangan beberapa warga bahwa lahan yang mereka garap merupakan peninggalan dari nenek moyang mereka dan sudah ada sebelum mereka lahir. Namun lahan yang mereka garap kemudian di-klaim sebagai wilayah Taman Nasional.
Untuk memudahkan proses diskusi, Sandoro Purba (HuMa) selaku narasumber menjelaskan dan memaparkan mengenai ‘Perlindungan Keberadaan dan Hak-hak Masyarakat Adat dan Hutan Adat’, serta ‘Bentuk Pilihan Hukum’ sebagai opsi yang bisa dipilih supaya hak atas hutan adat bisa kembali dikelola dan dimanfaatkan oleh rakyat.
Sebenarnya saat ini masyarakat adat yang tergabung dalam wadah Satuan Adat Banten Kidul (SABAKI) sedang dalam proses perjuangan untuk mendorong terbitnya Perda Adat, karena dalam SK yang dikeluarkan Bupati Lebak (SK No. 430/Kep.298/Disdikbud/2013 hanya mencantumkan 17 Kasepuhan yang diakui, yaitu: Cisungsang, Cicarucub, Ciherang, Karang, Citorek, Cibedug, Cisitu, Bayah, Guradog, Pasireurih, Jamrut, Garung, Karangcombong, Sindangagung, Cibadak, Lebak larang, dan Babakan Rabig; padahal secara keseluruhan terdapat lebih dari 40 kasepuhan yang ada di wilayah Banten kidul ini. Untuk itu disepakati berbagi tugas, sementara pengurus SABAKI mengupayakan terbitnya Perda, warga mendukung dengan membuat rencana tata ruang di wilayahnya.
Dalam rangka menyusun rencana tata ruang ini, kemudian RMI bersama pihak desa dan kasepuhan berdiskusi bersama warga di kampung-kampung yang ada di Desa Jagaraksa untuk memberikan pemaparan terhadap semua warga serta membagi tugas dalam penyusunan data nominatif penggarap. Diharapkan pada prosesnya nanti, semua warga dapat ikut andil dan berpartisipasi dalam upaya untuk memperjuangkan hak-hak mereka.
Oleh: Didhon
(Divisi Pengelolaan Pengetahuan)