Search

Kabar Terbaru

Short Course Luar Biasa!

Waktu denger ada Short Course yang akan diselenggarakan RMI, ragu banget pas mau daftar. Udah yakin pasti gak lolos. Tapi, waktu cerita ke senior di TGG kalau aku mau daftar short course yang diadain sama RMI, satu kata dari mulut senior: DAFTAR. Yang tadinya udah nyerah duluan, terus jadi mulai nulis esai. Aku nulis esai di Bojong Gede di Yayasan Lintas Sungai Abadi. Niatnya ke sana mau main di Sungai Ciliwung, tapi akhirnya aku nulis esai dulu baru main. Senin tanggal 1 Maret 2016 aku kirim esaiku, dan makin yakin kalau aku gak bakal lolos.

Tanggal 10 Maret 2016, belum juga ada pengumuman siapa aja yang lolos. Dag dig dug, akhirnya nanya ke contact person yang tersedia di poster yang ada di grup WhatsApp, “Ka katanya pengumuman tanggal 10 Maret?’. Dia malah jawab, “nanti malem ya”. Malam pun tiba. Aku dapet email siapa aja yang lolos. Nama aku adaaaaaaaaaaaaaaaaaa. Warbiasyah lah, gak percaya gitu. Alhamdulillah.

Jum’at, 18 Maret 2014

Aku bolos kerja. Aku bilang sama atasanku kalau aku gak bisa masuk karena sakit. Aku sampai di stasiun Bogor pagi hari pukul 7 kurang. Padahal udah dijanjikan pertemuannya jam 6.30. Aku tambah telat karena nungguin senior ku yang ternyata juga lolos short course. Tapi gapapa karena memang sebelumnya kan juga udah janji bakal bareng.

Perjalanan menuju GG House kriik banget. Sampai di GG house masih sepi, soalnya yang udah pada sampai duluan udah pada masuk kamar naro barang. Gak lama kemudian kita disuruh kumpul di suatu ruangan untuk memperkenalkan diri. Aku Siti Marfu’ah dikenal dengan Sifu, aku dari Teens Go Green Indonesia, aku kuliah di Institut Bisnis Informatika Kosgoro 1957. Setelah itu kita keluar dari ruangan dan main beberapa games, yang menurut aku games itu membuat kita semakin mengenal dan gak kaku satu sama lain.

Setelah bermain games kita disuruh kumpul di ruangan/aula. Kita dikasih kotak nasi kosong, koran bekas, gunting dan lem. Kita harus hias kotak nasi tersebut menjadi kotak yang menggambarkan kita bangeettttt. Aku hias kotak nasi aku dengan gambar-gambar tempat wisata, tulisan-tulisan yang melekat pada diri aku, itu semua aku dapat dari koran. Dan dipingggir-pinggir tutup koran aku tulis dengan pena ‘CANTIK + PINTAR + BERANI + (Sholehah)’. Kenapa aku menulis demikian, itu adalah motto hidup aku. Aku ingin menjadi cantik, pintar, berani dan sholehah, dan diri aku masih jauh banget dari semua itu. Apalagi yang sholehah, halah orang masih urakan begini mau dibilang sholehah. Setelah dipresentasikan kotak nasi tersebut kita mulai dengan materi pertama yaitu; Etika Lingkungan. Materi ini disampaikan oleh Ka Tilla dari RMI.

Awal materi ini  kita diminta untuk pilih mana yang alam, dan mana yang bukan dari beberapa gambar yang disediakan. Lalu kita dijelaskan tentang pemisahan alam dan budaya. Setelah itu membahas sejarah perkembangan etika lingkungan, pada abad 16 atau 19 (aku lupa), itu ada istilahnya antroposentris “yang memiliki hak untuk dipertimbangkan secara etika adalah yang memiliki kapasitas manusiawi: mampu beralasan, mampu berbicara”. Di abad 20 etika lingkungan mulai muncul karena revolusi hijau yang secara aktif sering dilakukan. Lalu muncul lagi istilah etika hewan. Kita juga di jelaskan non-antroposentris, etika tanah dan lain lain. Akhir dari materi ini adalah kita dibentuk kelompok diskusi untuk menentukan siapa yang akan kita selamatkan dari peristiwa banjir besar Nabi Nuh. Kita disuruh pilih 6 dari 9 makhluk hidup yang akan kita bawa kedalam perahu Nabi Nuh.

Selesai materi etika lingkungan, kita istirahat, sholat, makan. Aku sekamar dengan Tya anak antrop UI tingkat akhir. Mungkin karena dia orang jawa jadi dia tuh kaya mba-mba banget, tapi ayu, gak bosen lah diliatnya. Dia ngefans banget sama aktris Prisia Nasution yang juga menjadi salah satu narasumber saat short course. Kebetulan saat kita jalan ke kamar kita ketemu Ka Pia (panggilan akrab Prisia Nasution) ditangga. Kalo liat Ka Pia aku jadi inget Green Camp 2014 di Gunung Pancar. Green Camp sendiri adalah acara kemah sambil belajar yang diadakan RMI tiap tahun. Waktu itu ada sesi kita nonton bareng film Sokola Rimba. Aku waktu itu baru selesai mandi, rambut masih berantakan, pas aku gabung di sesi itu semua peserta langsung nengok ke aku dan bilang “Ih Sifu main di film Sokola Rimba ya. Itu yang jadi Butet mirip banget kamu” dan itu gak satu dua orang yang ngomong tapi hampir semua peserta. Aku diem aja karena aku gak merasa mirip. Dia mah dia, aku ya aku. Masuk kuping kiri keluar kuping kanan, yang aku inget cuma cara pandang mereka ke aku, aku diliatin dari ujung kaki sampai ujung rambut untuk buktiin kalo aku beneran mirip sama si pemeran Butet. Balik lagi ke short course.

Serius menyimak materi yang disampaikan narasumber di malam hari
Serius menyimak materi yang disampaikan narasumber di malam hari

Setelah ishoma materi ke dua pun dimulai. Difasilitatasi oleh Ka Pia, kita diharapkan untuk membuat suatu program/kebijakan atau apalah namanya yang diharapkan bisa memperbaiki lingkungan kita sekarang. Kita di bagi beberapa grup dengan masalah yang berbeda. Ada tiga grup yaitu menangani hutan, manangani sampah, dan menangani macet. Satu grup tambahan yaitu diskursus, entah dia ngebahas apa. Aku pilih yang sampah, setelah diskusi kita persentasi. Yang kita persentasiin biasa aja, kalau sampah ya didaur ulang, dibuat bank sampah dll. Yang hutan aku lupa presentasi mereka, yang macet ditangani dengan kebijakan pemerintah dan jalur sepeda. Yang diskursus ini yang menarik perhatian, mereka ingin membuat PARTAI HIJAU! Apa yang kalian pikirkan awal dengar kata partai? Pasti pemerintah, kekuasaan dll. Yup, mereka menangani dari pemerintahannya dulu baru ke bawah-bawahnya. Pemikirannya out of the box bangetttttt. Dan di sesi ini yang amat sangat seru, dari yang gak tau arti diskursus itu apa, kapitalisme, epistemology, apapun deh, tapi justru jadi bahasan seru. Dan mereka mengambil solusi dari sudut pandang yang berbeda. Ya walaupun apa yang kita bahas memang hanya wacana, tapi ke depannya gak ada yang tau kan? Malam itu ditutup dengan diskusi yang hebat menurut aku.

Sabtu, 19 Maret 2016

Pagi hari dimulai sarapan, dilanjutkan permainan. Aku gak tau nama permainanannya, tapi yang lain sebut games itu Mancing Mania. Pelajaran dari games itu banyak banget, dari pelajaran untuk ngejaga ekosistem sampe gak boleh serakah diajarin sama games itu.

Selesai games kita mulai materi Ekologi Politik, dengan narasumber Mba Suraya Afif, Dosen Antropologi UI. Di materi ini kita dijelaskan tentang Politik dan Lingkungan, itu adalah hal yang tidak bisa dipisahkan, karena keputusan politik bisa mempengaruhi lingkungan dan aksi lingkungan yang kita jalanin-pun itu salah satu kegiatan berpolitik (mungkin karena ini anak-anak diskursus membuat PARTAI HIJAU). Kita dikasih contoh yaitu DDT (Dichloro Diphenyl Trichloroethane) ya intinya itu salah satu obat malaria waktu perang dunia, yang sebenernya itu adalah pengusir hama padi yang gak baik kalo digunain untuk manusia. Lalu pemerintah dunia melarang obat itu digunakan untuk manusia, sampai pada akhirnya obat itu boleh digunakan lagi oleh negara Zimbabwe karena obat itu murah, dan Zimbabwe negara miskin. Ya kurang lebih seperti itulah.

Permainan seru dengan hukuman yang supertegaa
Permainan seru dengan hukuman yang supertegaa

Setelah itu kita lanjut permainan lagi. Nama gamesnya Minta Dong. Kita dikasih kertas dengan macem-macem warna dan setiap warna mempunyai nilai. Total nilai dari kertas yang dibagikan itu adalah 150.  Cara mainnya adalah kita saling minta kertas ke yang lain. Kita minta tapi kita juga kasih. Awalnya kita gak dikasih tau kalo kertas itu ada nilainya, tapi pas dikasih tau kita langsung cari aman agar nilai kita tidak turun. Hukuman dari permainan ini termasuk paraaaaahhhhhh. Yang nilainya paling rendah hanya boleh makan nasi pakai kerupuk. Hahahah menantang. Intinya games ini mengibaratkan yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin, dan yang nilai terendah adalah yang miskin.

Setelah waktu istirahat, kita mulai materi terakhir, yaitu Gender untuk Pengeloaan SDA, yang disampaikan oleh Ibu Mia Siscawati, Kepala Program Studi Pasca Sarjana Kajian Gender UI. Sebelum materi dimulai kita nonton kartun judulnya Impossible Dream. Materi ini membahas arti dari gender, perbedaan gender dengan kelamin, kesetaraan gender, dan lain-lain. Tapi ada satu hal yang nampar aku banget, ternyata banyak anak perempuan yang di negara ini masih nikah muda, yang cuma lulus SMP, SD bahkan gak sekolah. Untuk yang suku pedalaman mungkin iya masih banyak. Tapi ini kan di suku-suku yang sebenarnya udah terjamah orang. Kemana pemerintahnya? Kenapa orang tuanya tega? Kenapa perempuan-perempuan itu pada mau? Kan mereka punya cita-cita, kenapa gak keluar dari posisi mereka? Tapi semua pertanyaan itu gak aku tanyain saat materi berlangsung. Aku tau pertanyaan kaya gitu tuh pantesnya ditanyain sama anak kecil.

Saat ishoma aku tanyain semuanya ke salah satu peserta Short Course. Dia cuma bilang kayak, “ya emang begitu, masih banyak, Fu, di daerah lain yang gak sekolah. Gak usah jauh-jauh deh. Di kampung aku juga masih banyak,”. Tambah bertanya-tanya lagi saat dia bilang ‘di kampung aku masih banyak’. Kampungnya dia gak jauh dari kota. Kok bisa? Ternyata pembicaraan kita didenger sama Ka Tilla. Di jelasinlah sama Ka Tilla, dan satu kalimat yang aku inget dari dia, “Jangan liat sesuatu dari satu kacamata, Fu”. Aku akui aku di situ kurang objektif melihat kenyataan tersebut. Aku bandingin dengan kota metropolitan ya jelas aja jauh.  Selain itu sedikit tersadar juga, dengan suku-suku atau kampung-kampung yang masih asri, tiba-tiba datenglah developer dan merusak kampung mereka. Aku kerja di developer dan aku selalu berusaha untuk tutup mata, tutup telinga dengan apa yang dilakuin developer yang merusak kampung penduduk setempat, serta merusak lingkungan juga. Aku nangis seada-adanya.

Malem itu ditutup dengan treasure hunting yang seru.

Minggu, 20 Maret 2016

Waktunya pulang. Lagi-lagi waktu 3 hari itu gak cukup, karena kita baru mulai akrab dan harus dipisahin lagi. Oh iya ada satu peraturan yang lupa aku ceritain selama 3 hari itu. Supaya kita gak tidur saat materi, kaka-kaka fasilitator sebut kata “SETRUM!” dan kita harus berdiri secepatnya agar ngantuknya ilang.

Soal pertanyaan aku tentang perempuan yang sekolahnya terputus. Seminggu kemudian aku ketemu mereka, perempuan-perempuan yang pintar tapi harus putus sekolah untuk bekerja. Ternyata mereka adalah orang yang udah lama kenal sama aku, bahkan deket. Itu rasanya kaya dicekek pas denger pengakuan mereka, “Aku sekolah cuma sampe SMP”. Beberapa dari mereka ngelanjutin sekolah dengan program Kelompok Belajar (KEJAR) Paket C. Luar biasa!

Oleh : Siti Marfuah

Recent News

WhatsApp Image 2024-10-08 at 20.21
Semiloka “Hutan adat untuk Kesejahteraan Lahir batin Masyarakat Adat”
SAMPUL DEPAN BUKU KAMPUNG KATONG
Kampung Katong
unnamed
Melanjutkan Aksi: Memperdalam Peran Generasi Muda dalam Fasilitasi Pendidikan Kritis dan Kontekstual
1-3
Sepuluh Tahun Jokowi Ingkar Janji kepada Masyarakat Adat
4-1
Tingkatkan Kemampuan Fasilitasi, Alumni Pelatihan Fasilitator Pendidikan Lingkungan Terlibat dalam kegiatan Jelajah Kasepuhan Cirompang
2
Partisipasi Aktif Kaum Perempuan dalam Pembangunan Desa Melalui Forum Perempuan Kasepuhan
5
Beraksi Bersama: Generasi Muda Mengambil Peran Fasilitasi Pendidikan Kritis dan Kontekstual.
image
Aksi Anak dan Remaja untuk Hak Anak Atas Lingkungan di Indonesia
DSCF4752
Masyarakat Baduy dan Tantangannya: Seba Bukan Hanya Sekadar Perayaan Rutin Tahunan.
1-1
Mendorong Peran Perempuan Melalui Pelatihan Koperasi: Menuju Kedaulatan Ekonomi Lokal
Follow by Email
YouTube
YouTube
Instagram