[Lebak, 5 September 2016] Masyarakat Adat Kasepuhan di wilayah Lebak, Banten mengadakan rangkaian Festival Kasepuhan untuk terus menyuarakan dan memelihara semangat pengelolaan sumberdaya alam yang lestari oleh masyarakat. Festival ini diadakan selama 2 hari pada tanggal 6 dan 7 September 2016 di wewengkon (wilayah adat) Kasepuhan Pasir Eurih, salah satu Kasepuhan yang wilayahnya beririsan dengan wilayah Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) dan berjarak 52km dari ibukota Kabupaten Lebak, Rangkasbitung.
Masyarakat Adat Kasepuhan mendapatkan pengakuan atas keberadaannya sesudah upaya perjuangan untuk mendapatkan pengakuan ini sejak tahun 2003. Pengakuan tersebut berbentuk Peraturan Daerah Pemerintah Kabupaten Lebak tentang Pengakuan, Perlindungan dan Pemberdayaan Kasepuhan yang diterbitkan pada bulan November 2015. Pasca pengakuan ini, masyarakat Kasepuhan terus menunggu hak mereka akan pengakuan atas hutan adatnya, seperti diputuskan oleh MK No. 35/PUU-X/2012 tentang Hutan Adat yang menyatakan bahwa hutan adat bukanlah hutan negara melainkan hutan yang merupakan milik masyarakat adat. Saat ini, lebih dari 67% wilayah adat masyarakat Kasepuhan di area Lebak mengalami tumpang tindih klaim dengan TNGHS dan Perum Perhutani yang ditetapkan pada tahun 1990an. Menurut data sejarah, masyarakat Kasepuhan telah mendiami wilayah gunung Halimun sejak abad ke-17.
“Dari pemetaan partisipatif ini yang kami kerjakan bersama masyarakat dan lembaga lain, diketahui 14.138,045 hektar area wewengkon Kasepuhan tumpang tindih dengan TNGHS (hutan negara) dari 21.052,752 hektar yang dipetakan, belum termasuk wilayah adat Kasepuhan Ciptagelar yang justru paling besar wilayahnya dan sebagian wilayah masuk ke dalam wilayah administrasi Kabupaten Lebak,” jelas Rojak Nurhawan, Manajer Pemberdayaan Masyarakat Rimbawan Muda Indonesia (RMI). RMI bekerja bersama masyarakat Kasepuhan sejak 1998 untuk mendukung praktek-prakek pengelolaan sumberdaya alam berbasis masyarakat. Di wilayah Kabupaten Lebak sendiri, terdapat 11 wewengkon adat yang diklaim masuk ke dalam wilayah TNGHS sejak 2003.
Warga Kasepuhan secara umum membagi ruang hidupnya atau sistem tata guna lahan ke dalam Leuweung Kolot/Paniisan/Tutupan, Leuweung Titipan dan Leuwueng Garapan. Zonasi hutan tradisional versi kasepuhan ini telah berkontribusi terhadap konservasi lingkungan seperti ketersediaan air karena upaya mereka menjaga hutan, konservasi keanekaragaman hayati karena berbagai aturan adat mereka yang terus melestarikan varietas-varietas padi lokal di tengah gempuran varietas padi hasil rekayasa genetika, serta menjaga kebudayaan khas kasepuhan yang terbentuk berkat interaksi mereka dengan sistem kebun hutan di wilayah Gunung Halimun. Pola tersebut menunjukkan sinergitas tiga fungsi secara seimbang dengan sebutan model pengelolaan sumberdaya hutan Kasepuhan yang dikelola secara bersama oleh perempuan dan laki-laki.
Untuk itu, Festival Kasepuhan ini diadakan oleh organisasi Satuan Adat Banten Kidul (SABAKI) dengan dukungan dari Pemerintah Kabupaten Lebak, organisasi non pemerintah seperti Rimbawan Muda Indonesia (RMI), Kemitraan dan The Asia Foundation melalui Program Peduli. Kementerian Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat dan Kebudayaan juga menjadi salah satu pendukung upaya masyarakat Kasepuhan untuk terus melestarikan praktek pengelolaan sumberdaya alamnya secara lestari. Berbagai kegiatan akan dilaksanakan selama dua hari, seperti pameran keanekaragaman varietas padi, diskusi menghadirkan perwakilan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta akademisi [].
Kontak Media:
Rojak Nurhawan – Manajer Pemberdayaan Masyarakat (Rimbawan Muda Indonesia) 085880032154 atau rojak@rmibogor.id
Mardha Tillah – Manajer Kampanye dan Advokasi untuk Pengelolaan Sumberdaya Alam berbasis Masyarakat (Rimbawan Muda Indonesia) 081316367600 atau tilla@rmibogor.id
Informasi Terkait
MK No. 35/PUU-X/2012 tentang Hutan Adat: http://www.unorcid.org/upload/doc_lib/20130527133325_putusan_sidang_35%20PUU%202012-Kehutanan-telah%20ucap%2016%20Mei%202013.pdf
Perda Lebak tentang Pengakuan, Perlindungan dan Pemberdayaan Kasepuhan: https://rmibogor.id/wp-content/gallery/perda/PERDA%20Nomor%208%20Tahun%202015.pdf
Tentang Rimbawan Muda Indonesia
Rimbawan Muda Indonesia (RMI) adalah organisasi nirlaba yang berbasis di Bogor sejak pendiriannya tahun 1992. Visi RMI adalah terwujudnya hak kelola rakyat, perempuan dan laki-laki, atas tanah dan sumberdaya alamnya dan menitikberatkan kegiatannya pada pengorganisasian masyarakat dengan dukungan kegiatan advokasi kebijakan, kampanye dan pengelolaan pengetahuan. RMI mendampingi masyarakat di sekitar hutan di wilayah Kabupaten Lebak, Provinsi Banten dan Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat di wilayah Taman Nasional Gunung Halimun Salak dan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango untuk mendapatkan hak kelola sumberdaya alam bagi kelompok pemuda dan dewasa, perempuan dan laki-laki.