Ciwaluh – Wates Jaya, “Kopi bagi Indonesia bukan lagi hanya sekedar minuman, tetapi sudah menjadi bagian dari sejarah dan budaya Indonesia itu sendiri. Setiap kopi dari setiap daerah memiliki rasa dan keunikan yang berbeda”. Kopi adalah tanaman yang berasal dari salah satu daerah di Benua Afrika. Di Indonesia, tanaman kopi dibawa oleh Belanda dari Malabar (India) pada tahun 1600 –an. Pada tahun 1700-an kopi mulai menjamur di berbagai daerah di Indonesia dengan kualitas baik dan menjadi pemasok kopi terbesar di dunia. Jawa Barat pernah menjadi pemasok kopi berkualitas terbaik di dunia pada masanya, tanah yang subur dengan topografi perbukitan/dataran tinggi menjadikan jawa barat sangat cocok ditanami kopi. Sayangnya, perubahan kondisi social ekonomi – politik mempengaruhi perkembangan pasaran kopi di dunia, dan kopi mulai ditinggalkan karena dianggap bernilai rendah.
Bukan hanya itu, pengolahan kopi yang dilakukan oleh petani mulai dari perawatan, pemanenan sampai penjemuran seringkali dilakukan secara abai, padahal tentu saja pengolahan kopi juga sangat berpengaruh besar terhadap cita rasa kopi itu sendiri. Bukan tanpa alasan, keterbatasan akses informasi dan keadaan ekonomi seringkali menjadi penyebabnya.
Dan Rimbawan Muda Indonesia bekerja sama dengan SCOOPI mengadakan workshop/pelatihan budidaya dan pengolahan pasca panen kopi di Kampung Ciwaluh, Desa Wates Jaya – Cigombong. Kampung Ciwaluh memiliki varietas kopi robusta dengan rasa yang unik karena tumbuh di kawasan khusus/terbatas dari Gunung Gede Pangrango. Pak Winarno (master trainer pelatihan kopi) sendiri menyebutnya dengan kopi specialty karena selain memiliki rasa dan aroma yang khas kopi Ciwaluh juga tumbuh di kawasan yang terbilang khusus, kawasan yang dikelilingi taman nasional gunung gede pangrango dengan beragam flora dan fauna. Meski belum ada pembudidayaan kopi ciwaluh secara khusus, namun produktifitas kopi Ciwaluh cukup tinggi kurang lebih 10 ton/tahunnya. Tentu saja produktifitas ini dapat lebih tinggi jika dilakukan perawatan seperti pemangkasan dan pemupukan pohon kopi dengan rutin. Disisi lain, hal ini menjadi keunikan kopi Ciwaluh sendiri karena tumbuh secara alami tanpa bersentuhan dengan bahan kimia apapun (baca; pupuk atau pestisida). Usia pohon kopi Ciwaluh sendiri diperkirakan telah ada selama puluhan tahun karena merupakan warisan dari para orangtua terdahulu.
Pelatihan ini dihadiri 17 petani kopi Kampung Ciwaluh dan berlangsung selama dua hari yakni 8 – 9 Juni 2018. Ada dua hal tujuan diadakannya workshop kopi yakni meningkatkan produktifitas dan mutu/kualitas kopi dengan pengelolaan pasca panen yang baik. Selama ini para petani melakukan pemanenan secara acak dengan memetik kopi hijau dan merah secara bersamaan dan dijual kepada tengkulak tanpa pemilahan. Alhasil harga kopi yang dijualpun menjadi sangat rendah yakni Rp. 4000/kg (buah basah). Dan yang kedua bagaimana meningkatkan pendapatan para petani dengan menanam pohon sela, pohon yang ditanam di sela – sela pohon kopi seperti pohon sengon, petai dan buah – buahan. Selain berfungsi sebagai penaung kopi, pohon sela juga dapat dimanfaatkan kayu dan buahnya.
Pada hari pertama pelatihan, pelajaran pertama dari Pak Winarno yakni bagaimana mengenali waktu panen kopi yang tepat. Dari 2 kg kopi milik Pak Ena sekitar 40 % tepat panen, 45 % belum waktu panen dan 15 % lainnya terlambat panen (lihat gambar). Kemudian pengolahan pasca panen yang dibagi menjadi 3 cara/metode yakni dry/natural process, full wash dan semi wash.
Dry/Natural Process
Kopi di sortasi & grading Penjemuran (gelondong/pecah kulit) Disimpan Digiling/huller Ditampi/dibersihkan Kopi Ose/green bean. Ada beberapa catatan dalam pengolahan dengan metode dry/natural process yakni :
Ideal penjemuran 1 x 24 jam setelah pemetikan dari kebun
Pecah kulit memang baik karena cepat kering serta besar kecilnya biji kopi bisa dipisahkan namun mudah berjamur jika kondisi cuaca kurang baik
Penjemuran pecah kulit memakan waktu 6 – 7 hari sedangkan gelondong memakan waktu 8 – 9 hari
Cara penjemuran yang paling baik adalah diatas para-para minimal memakai terpal atau ditembok yang terpenting jangan langsung bersentuhan dengan tanah, kuncinya semakin tinggi para-para tempat penjemuran maka semakin baik hasilnya
Cara penyimpanan lebih baik memakai plastik serta dilapisi lagi dengan karung goni tetapi plastiknya harus bersih dan harus memakai alas (lebih tinggi lebih bagus) dengan maksud agar tidak menyerap aroma disekitar “terkontaminasi”
Untuk dry/natural process lebih aman disimpan dalam bentuk gelondongan
Jika tidak segera dijual selalu diberi label misalnya tanggal panen,metode pengolahan, tanggal simpan, dll.
Full Wash
Kopi di sortasi & grading Direndam (jika mengambang maka dibuang) Dipecah kulit/pulper Difermentasi/direndam sambil dikucek untuk membuang sisa kulit dan lendir ( robusta 12 – 24 jam dan arabika 12 – 36 jam) Dijemur (5 – 9 hari) tergantung cuaca Disimpan dalam bentuk kopi HS (masih terdapat kulit tanduk) Huller (Kupas kulit tanduk) Kopi Ose/green bean. Meskipun metode pengolahannya tergolong sulit/ribet dan hanya bisa dilakukan pada kopi merah saja namun hasil kopi yang telah difermentasi memiliki body dan cita rasa yang lebih kuat dan enak.
Semi Wash
Kopi di sortasi & grading Dipecah kulit/pulper direndam sambil dikucek untuk membuang sisa kulit dan lendir Dijemur (5 – 9 hari) tergantung cuaca Disimpan dengan kadar air 12 – 13 %.
Selanjutnya Pak Winarno, menjelaskan jenis – jenis dan gambaran budidaya kopi di Indonesia, mulai dari pembibitan, persiapan lahan dan teras, pembuatan lubang tanam dan rorak sampai pada pemupukan dan pemangkasan.
Pada hari kedua pelatihan, diisi dengan praktek di salah satu kebun kopi milik masyarakat yakni Bapak Ena. Pertama sekali dilakukan praktek pemangkasan dengan metode rejuvinasi yakni dengan memangkas pohon yang sudah tua dan bercabang banyak dan hanya menyisakan beberapa tunas (idealnya dua atau tiga tunas). Setelah dipangkas maka disekitar pohon harus dibersihkan dari pohon – pohon kecil karena dapat menyerap makanan dan mengganggu pertumbuhan pohon kopi. Dalam pemangkasan, pak Winarno menyarankan agar dilakukan secara bertahap, misalnya pilih pohon yang jarang/tidak berbuah untuk dipangkas, sehingga masyarakat masih dapat memanen hasil kopinya. Praktik selanjutnya yakni bagaimana melakukan teknik sambung samping pada pucuk pohon kopi, tunas yang disambung disarankan berukuran sama dan berkualitas baik/berbuah banyak.
Melihat banyaknya kambing di Kampung Ciwaluh, maka untuk pemupukan dapat menggunakan urine kambing yang telah dicampur dengan air. Perbandingannya untuk satu liter air dicampur dengan 10 – 14 liter air. Cara penampungannya dapat menggunakan bamboo atau seng yang telah diberi lubang kecil untuk memisahkan urine dan diletakkan dibawah kandang kambing.
Tahap terakhir pelatihan, Pak Winarno mengajak para petani Kopi untuk menilai mutu/kualitas kopinya sendiri.
Klasifikasi Mutu Biji Kopi
Mutu 1 Jumlah nilai cacat maksimal 11 biji
Mutu 2 Jumlah nilai cacat berjumlah 12 – 25 biji
Mutu 3 Jumlah nilai cacat berjumlah 26 – 44 biji
Mutu 4A Jumlah nilai cacat berjumlah 45 – 60 biji
Mutu 4B Jumlah nilai cacat berjumlah 61 – 80 biji
Mutu 5 Jumlah nilai cacat berjumlah 81 – 150 biji
Mutu 6 Jumlah nilai cacat berjumlah 151 – 225 biji
Menghitung besarnya nilai cacat pada biji kopi
1 biji hitam bernilai 1
1 biji hitam sebagian bernilai ½
1 biji hitam pecah bernilai ½
1 biji hitam gelondong bernilai 1
1 biji coklat bernilai ¼
1 kulit biji ukuran besar bernilai 1
1 kulit biji ukuran sedang bernilai ½
1 kulit biji ukuran kecil bernilai 1/5
1 kulit biji tanduk bernilai ½
1 kulit biji ukuran tanduk besar bernilai ½
1 biji tanduk ukuran sedang bernilai 1/5
1 biji kulit tanduk ukuran kecil bernilai 1/10
1 biji pecah bernilai 1/5
1 biji muda bernilai 1/5
1 biji lubang satu bernilai 1/10
1 biji > 1 bernilai 1/5
1 biji bertutul-tutul bernilai 1/10
1 ranting, tanah atau batu ukuran besar bernilai 5
1 ranting, tanah atau batu ukuran sedang bernilai 2
1 ranting, tanah atau batu ukuran kecil bernilai 1
Salah satu indikator keberhasilan petani kopi adalah mutu/kualitas yang dihasilkan para petani kopi, secara langsung tentu saja para petani harus memiliki kemampuan untuk menilai mutu/kualitas kopi yang dihasilkan. Para petani dibagi menjadi dua kelompok dengan tugas yang berbeda. Kelompok 1 diketuai oleh Bapak Ena diminta untuk menentukan klasifikasi mutu green bean kualitas merah sedangkan kelompak 2 diketuai oleh Bapak Irfan diminta untuk menentukan klasifikasi mutu green bean kualitas campur. Setelah disortir dan diklasifikasikan, kemudian dijumlahkan oleh kedua kelompok pada kelompok 1 dapat disimpulkan klasifikasi mutu kopi pak Ena dengan kwalitas kopi petik merah adalah bermutu kelas satu (1) sedangkan dari hasil kelompok 2 dengan kwalitas kopi petik campur bermutu kelas mutu 4B. Kopi yang digunakan dalam keseluruhan kegiatan pelatihan ini adalah Kopi Ciwaluh.
Harapan sederhana dari pelatihan ini adalah agar masyarakat dan petani kopi dapat merasakan bagaimana nikmatnya kopi dari hasil tangan mereka yang diolah dengan baik selain tentu saja meningkatkan kesejahteraan dengan harga jual kopi yang tinggi.
Penulis; Reni Andriani