Search

Kabar Terbaru

Masyarakat Adat Kasepuhan Cibarani dan Potensinya

Masyarakat Adat Kasepuhan Cibarani adalah masyarakat adat yang tinggal di wilayah administrasi Desa Cibarani, Kecamatan Cirinten, Lebak, Banten.  Menurut Kepala Desa sekaligus Kepala Adat saat ini, Dulhani, pupuhu atau leluhur Kasepuhan yang pertama adalah Ama Haji Dul Patah. Mereka sudah tinggal di wewengkon (wilayah adat)-nya jauh sebelum zaman kolonial Belanda.

Wilayah Adat Kasepuhan Cibarani meliputi hampir seluruh Desa Cibarani yang terdiri dari 10 Kampung dengan luasan kurang-lebih 1.200 Hektar. Masyarakat adat Kasepuhan Cibarani merupakan keturunan dari Parung Kujang, sebuah pancer (pusat, kelompok induk) di masyarakat Kasepuhan.

Umumnya masyarakat masyarakat Cibarani berkegiatan di bidang pertanian. Sehari-harinya mereka mengolah lahan sawah dan kebun. Rutinitas tersebut dilakukan dari pagi sampai petang hari, kecuali hari Jumat dan Selasa karena pantangan yang ada di Kasepuhan Cibarani. 

Pada tanggal 5 November 2018 lalu, Ketua Adat Kasepuhan Cibarani, Abah Dulhani, telah menyerahkan secara langsung pengajuan Hutan Adat Kasepuhan Cibarani kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya di Manggala Wanabakti, Jakarta. Bagian dari wilayah adat yang diajukan menjadi Hutan Adat adalah kawasan hutan yang berfungsi Hutan Produksi (HP) dan dipangku oleh Perum Perhutani.

Selanjutnya pada tanggal 31 Juli 2019, Tim Verifikasi dan Validasi Hutan Adat Kasepuhan Cibarani telah melakukan proses verifikasi dan validasi (vv) subjek dan objek pengajuan Hutan Adat secara serentak di tiga lokasi: (1) Balai Serba Guna Kasepuhan Cibarani, (2) Batas Kasepuhan Cibarani-Baduy di Kampung Sukawaris, dan (3) Blok Gunung Liman di Kampung Pasir Sempur. 

 

Potensi Ekonomi dan Sumber Daya Alam

Bersawah adalah kegiatan primer bagi Masyarakat Cibarani. Masyarakat Cibarani biasa menanam padi dan memanennya dua kali dalam satu tahun. Varietas benih yang dipakai masih menggunakan benih lokal (pare gede) berbagai jenis. Tercatat ada sekitar 20 varietas yang masih tersimpan di lumbung. Umumnya warga menggunakan benih cereh apel yang memerlukan waktu selama 4-5 bulan hingga panen.  Hasil panen padi tidak diperjual-belikan, melainkan hanya untuk konsumsi masyarakat dan disimpan di leuit. Kegiatan tersebut juga sebagai bentuk nyata dari sistem kedaulatan pangan yang digagas para leluhur kasepuhan.

Untuk memperoleh uang tunai, masyarakat memperdagangkan hasil kebun seperti gula aren, coklat, cengkeh, kopi, rindu, pete, jengkol serta buah-buahan musiman. Selain itu masyarakat juga bekerja sebagai buruh tani harian dan/atau mingguan, buruh angkut kayu maupun buruh panen musiman. Sebaran sumber mata pencaharian masyarakat Desa Cibarani dari sektor pertanian ini apabila ditinjau dari jangka waktunya maka dapat dibedakan menjadi sumber penghidupan harian, mingguan, bulanan dan tahunan. 

Pendapatan yang termasuk ke dalam sumber penghidupan harian, antara lain buruh tani dan hasil penjualan gula aren. Sedangkan pendapatan yang tergolong ke dalam sumber penghidupan mingguan, yaitu buruh tani dan buruh panen, pisang, picung, coklat, gula aren, dan karet.Sumber penghidupan bulanan terdiri atas hasil penjualan padi, jagung, timun, pisang, pete, serta buruh tani dan buruh panen. Di sisi lain sumber penghidupan tahunan utamanya berasal dari penjualan cengkeh, kopi, durian, rambutan, dan kayu. Walaupun jumlahnya tidak banyak, beberapa orang juga memperoleh penghasilan dari beternak kambing dan ayam.

Masyarakat Adat Cibarani memiliki sumber pendapatan yang cukup beragam. Dengan dikeluarkannya SK Hutan Adat, maka sumber-sumber penghidupan mereka akan lebih terjamin. Hutan Adat adalah hak masyarakat adat dan dengan sistem kelola masyarakat yang dipadukan dengan kearifan lokal tentu akan memberikan dua manfaat sekaligus: kebermanfaatan dan kelestarian hutan.

Penulis: Siti Marfu’ah

Editor: Indra N. Hatasura

Recent News

Foto Artikel  (15)
Menguatkan Inisiatif: Langkah Lanjutan Mendorong Pendidikan Kritis Kontekstual pada Generasi Muda
WhatsApp Image 2024-10-08 at 20.21
Semiloka “Hutan adat untuk Kesejahteraan Lahir batin Masyarakat Adat”
1
Forum Perempuan Seri Kedua: Keadilan dan Hak-Hak Perempuan Dalam Pembangunan di Kampung
SAMPUL DEPAN BUKU KAMPUNG KATONG
Kampung Katong
unnamed
Melanjutkan Aksi: Memperdalam Peran Generasi Muda dalam Fasilitasi Pendidikan Kritis dan Kontekstual
1-3
Sepuluh Tahun Jokowi Ingkar Janji kepada Masyarakat Adat
4-1
Tingkatkan Kemampuan Fasilitasi, Alumni Pelatihan Fasilitator Pendidikan Lingkungan Terlibat dalam kegiatan Jelajah Kasepuhan Cirompang
2
Partisipasi Aktif Kaum Perempuan dalam Pembangunan Desa Melalui Forum Perempuan Kasepuhan
5
Beraksi Bersama: Generasi Muda Mengambil Peran Fasilitasi Pendidikan Kritis dan Kontekstual.
image
Aksi Anak dan Remaja untuk Hak Anak Atas Lingkungan di Indonesia
Follow by Email
YouTube
YouTube
Instagram