Pertemuan Kampung: Ngaji SK Penetapan Hutan Adat Wewengkon Kasepuhan Cibedug

Dokumentasi oleh: Asti (WGII) 

Udara terasa sangat dingin di luar ruangan, suhu udara mencapai 19

°°

C yang terasa seperti 15

°°C. Untuk menggambarkan betapa dinginnya, warga kampung saja mengaku tidak berani mandi sore. Sebuah gurauan yang ditopang kebenaran. Belakangan ini cuaca khususnya di Lebak-Banten memang curah hujan sedang tinggi-tingginya. Hampir pasti setiap sore hari diguyur hujan, beruntungnya pada sabtu malam (04/03/2023) cuaca sedang bersahabat, sehingga dapat melaksanakan acara Syukuran dan Sosialisasi Penetapan SK Hutan Adat Kasepuhan Cibedug. Bertempat di luar ruangan, persisnya di alun-alun rumah kasepuhan. Peserta yang hadir kurang lebih 150 orang anggota masyarakat Kasepuhan Cibedug dengan antusias yang tinggi dalam mengikuti setiap rangkainya. Selain dari Kampung Cibedug, kegiatan ini dihadiri juga oleh perwakilan masyarakat dari kampung Lebak Kalahang, Cihara, Cinakem dan Cibledug. 

Sepekan sebelumnya, rabu (22/02/2023) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melaksanakan penyerahan Surat Keputusan Perhutanan Sosial dan Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) secara factual dan virtual. Kegiatan faktualnya di laksanakan di Kalimantan Timur yang dihadiri oleh Presiden Republik Indonesia. Sementara kegiatan secara virtual dilaksanakan di beberapa Provinsi termasuk Provinsi Banten. Kegiatan Penyerahan SK ini secara resmi telah dilakukan di Pendopo Gubernur Banten, KP3B Curug, Kota Serang. Dari Kasepuhan Cibedug hadir 10 perwakilan, 8 orang laki-laki dan 2 orang perempuan. Pada waktu yang sama, selain Kasepuhan Cibedug yang menerima penyerahan SK, ada Kasepuhan Cisungsang dan Kasepuhan Cisitu yang juga menerima SK Hutan Adat.  Penyerahan SK ini menjadi titik awal bagi masyarakat Kasepuhan Cibedug untuk mengelola wilayah adat mereka sendiri sesuai dengan aturan-aturan adat yang berlaku di komunitas. 

Rangkaian kegiatan syukuran dan sosialisasi diawali dengan acara pembukaan, lalu pembacaan isi SK Hutan Adat dan Penyerahan Salinan SK Hutan Adat kepada perwakilan tiap-tiap kampung. Substansi dari pertemuan ini dagingnya adalah wejangan-wejangan yang disampaikan sesepuh adat. Olot Asbaji selaku Tetua Kasepuhan menyampaikan amanat untuk seluruh warga masyarakat Wewengkon Kasepuhan Cibedug. Setelah diterimanya SK tanah adat ini menjadi tanggung jawab bersama dalam hal keamanan, ketertiban dan pemanfaatannya. Dalam istilah Sunda yang paling seringkali disampaikan adalah ungkapan berikut “Ulah pacarok kokod, paluhur-luhur tangtung, pagirang-girang tampian” yang berarti teratur dalam melakukan pemanfaatan, tidak saling merugikan satu sama lain sesama incu putu kasepuhan begitu juga dengan orang lain. 

Amanat berikutnya disampaikan Aki Nurja selaku Tetua Adat Wewengkon Kasepuhan Cibedug yang berpesan bahwa Hutan Adat ini merupakan amanah yang perlu dijaga, harapannya lebih aman dari pada ketika dikelola TNGHS. Harus sesuai dengan ketentuan aturan-aturan adat yang berlaku, seperti jika hendak menebang pohon di garapannya wajib izin dulu ke tetangga garapan lainnya. Hal ini merupakan upaya agar tidak terjadi selisih paham yang berujung konflik.  

Pak Sarmin selaku Tokoh Masyarakat juga menguatkan bahwa Hutan Adat yang telah diterima oleh masyarakat Wewengkon Kasepuhan Cibedug sudah seharusnya dapat dimanfaatkan dengan baik untuk mencukupi kehidupan masyarakat adat. Pesannya leuweung yg sudah dibuka, sudah saatnya dimanfaatkan dengan baik. Jenis tanamannya perlu diberagamkan, kayu yang sudah ada tidak masalah, dan perlu ditambah dengan jenis-jenis pohon buah. Karena jika menanam pohon buah, masyarakat dapat memanfaatkan buahnya untuk konsumsi dan komoditi yang dapat menyasar pada meningkatnya kesejahteraan masyarakat. Amanat tak kalah pentingnya, jangan mengganggu kayu alam yang telah berusia ratusan tahun, karena itu merupakan sumber kesuburan air sebagai penopang keberlanjutan kehidupan orang banyak, bukan saja masyarakat Wewengkon Cibedug. 

Simpulannya beliau menekankan bahwa SK Hutan Adat merupakan hasil perjuangan bersama selama 22 tahun lamanya. Sejak tahun 2000 masyarakat telah berjuang, sudah sepatutnya juga masyarakat secara kolektif tetap kompak dalam melestarikan Hutan Adat yang telah diterima ini.  

Dari 2.173 hektar luasan yang diusulkan oleh masyarakat, Kementerian LHK melalui SK Hutan Adat menetapkan seluas 1.268 hektar dengan fungsi konservasi dan produksi. Mengacu pada Tujuan SK Hutan Adat ditetapkan oleh pemerintah agar menjamin ruang hidup masyarakat, melestarikan ekosistem, menjamin kearifan lokal (cara atau tradisi yang dilakukan turun temurun), dan menjamin kesejahteraan masyarakat yang ada di Wewengkon Cibedug. Penyerahan SK ini menjadi sejarah baru yang menandai bahwa masyarakat memiliki tanggung jawab bersama dalam pengelolaan wilayahnya dengan mandiri dan berdaualat untuk tujuan kesejahteraan lahir batin bagi incu-putu Wewengkon Kasepuhan Cibedug.  

Dokumentasi oleh: Asti (WGII) 

Usai pembacaan SK Hutan Adat, kegiatan ditutup dengan acara simbolik Penyerahan Salinan SK Hutan Adat kepada perwakilan masing-masing kampung; Kasepuhan Cibedug, Lebak Kalahang, Cinakem, Ciara, dan Cibeledug. Pertemuan kampung ini diakhiri dengan do’a dan makan bersama sebagai wujud syukur masyarakat kepada Yang Maha Kuasa atas diserahkannya SK Huatan Adat kepada masyarakat Wewengkon Kasepuhan Cibedug. 

*** 

Penulis : Murti Aria 

Editor : Abdul Waris 

Forum KAWAL Sampaikan Rekomendasi ke Pemerintah Kabupaten Lebak Untuk Mewujudkan Kebijakan Inklusif 

 

Wacana perubahan status Desa menjadi Desa adat kian mengemuka di Kabupaten Lebak. Isu ini telah menjadi agenda Pemerintah Daerah Kabupaten Lebak melalui sejumlah tahapan yang telah dilakukan beberapa bulan terakhir. Desa adat merupakan salah satu instrumen penting dalam kerangka penguatan dan pengakuan Masyarakat Adat di Kabupaten Lebak ditengah mandeknya RUU Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat di DPR RI. Pada tahun 2022 lalu, Pemerintah Provinsi Banten telah mengeluarkan Peraturan Daerah Provinsi Nomor 2 Tahun 2022 tentang Susunan Kelembagaan, Pengisian Jabatan, dan Masa Jabatan Kepala Desa Adat, Perda ini sekaligus menegaskan bahwa jalan menuju Desa Adat di Kabupaten Lebak kian terbuka lebar. Wacana Desa adat sendiri telah lama bergulir sebagaimana disampaikan Jaro Saija-Kepala Desa Kanekes pada acara Dialog Publik Desa Adat bahwa dirinya telah menyampaikan usulan perubahan status Desa menjadi Desa adat sejak 2018 lalu, namun prosesnya hingga saat ini belum juga selesai. Pada kesempatan tersebut pihaknya meminta kepada jajaran pemerintah Daerah Kabupaten Lebak yang disampaikan langsung di hadapan DPRD Kab. Lebak untuk segera dipercepat penetapannya. 

Wacana Desa adat di Kabupaten Lebak telah menjadi perbincangan publik di masyarakat adat kasepuhan juga baduy, terlebih setelah adanya perda provinsi Nomor 2 Tahun 2022 tentang Susunan Kelembagaan, Pengisian Jabatan, dan Masa Jabatan Kepala Desa Adat yang mengisyaratkan akan adanya perubahan signifikan pada nomenkaltur penyelenggaraan pemerintah desa yang mengajukan. Hingga saat ini berdasarkan informasi dari MPMK (Majelis Permusyawarahan Masayarakat Kasepuhan) telah ada 11 (Sebelas) Desa yang mengajukan dan telah dilakukan verifikasi langsung oleh tim Verifikasi penataan desa yang dibentuk oleh Bupati Lebak. Isu perubahan status desa menjadi desa adat diwarnai dengan sejumlah asumsi yang beragam yang selama ini berkembang di masyarakat adat. Berdasarkan temuan RMI-The Indonesian Institute for Forest and Environment dalam proses pendampingan di beberapa kasepuhan juga baduy, asumsi tersebut mulai dari persoalan demokrasi hingga partisipasi masyarakat dalam pembangunan lokal. 

Berdasarkan situasi tersebut RMI-The Indonesian Institute for Forest and Environment bekerjasama dengan Kemitraan Pathnership membuka ruang untuk mempertemukan berbagai elemen masyarakat dengan pemangku kebijakan melalui acara Dialog Publik yang bertajuk Peluang dan tantangan Desa Adat sebagai Penguatan Pengakuan Masyarakat Adat di Kabupaten Lebak yang dilaksanakan selama 1 (satu) hari pada tanggal 14 Maret 2023 bertempat di Ruang Paripurna DPRD Kab. Lebak. Pada kegiatan tersebut RMI mengundang 18 Desa dan perwakilan Lembaga adat pengusul perubahan status Desa menjadi desa adat, beberapa Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Kabupaten Lebak yang terdiri dari; Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa, Dinas Pendidikan, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Badan Kesbangpol dan Majelis Permusyawarahan Masyarakat Kasepuhan (MPMK).  

Pada dialog publik ini turut hadir narasumber dari Direktorat Pengembangan Sosial Budaya dan Lingkungan Desa dan Perdesaan-Kemendes dan MPMK sebagai inisiator wacana Desa adat di Kabupaten Lebak. Acara ini bertujuan untuk mendiskusikan substansi Desa adat di KabupatenLebak beserta peluang dan tantangan yang dihadapinya.  

Dialog Desa adat menjadi peluang penting dalam rangka mewujudkan partisipasi masyarakat dalam mengawal kebijakan pemerintah. Momen ini dimanfaatkan oleh kelompok pemuda dan perempuan adat yang tergabung dalam forum KAWAL untuk berbicara secara langsung menyampaikan sejumlah poin masukan pada raperda Desa adat yang prosesnya kini sedang berjalan. Proses penyampaian tersebut dilakukan oleh 3 (tiga) orang perwakilan pemuda dan perempuan diantaranya Sdr. Iqbal-Kasepuhan Pasir Eurih, Sdr. Sarmani-Kasepuhan Cirompang dan Teh Imas-Kasepuhan Cibarani. Tiga orang ini merupakan perwakilan forum KAWAL yang diberikan amanat untuk menyampaikan rekomendasi berupa sejumlah masukan dalam rangka mendorong kebijakan yang inklusif pada Raperda Desa Adat di Kabupaten Lebak. Setelah dibacakan, selanjutnya rekomendasi tadi diserahkan secara resmi kepada DPRD Kabupaten Lebak yang diwakili oleh Wakil Ketua II Bpk. Junaidi Ibnu Jarta. Adapun isi poin-poin rekomendasi adalah sebagai berikut: 

  1. Musyawarah kampung menjadi syarat mutlak dalam proses pengusulan Desa Adat yang selanjutnya dibawa ke dalam forum musyawarah desa;  
  1. Adanya kajian komprehensif bagi desa-desa yang mengajukan perubahan status Desa Adat yang dilakukan secara partisipatif;  
  1. Memastikan terbukanya ruang demokrasi dan partisipasi secara bermakna (meaningfull participation) bagi pemuda dan perempuan di dalam proses-proses pembangunan dan pengambilan keputusan di tingkat desa;  
  1. Penguatan dan Perlindungan Lembaga Adat sesuai harkat dan martabatnya sebagai masyarakat adat berdasarkan hak asal-usul dan asas rekognisi, merdeka dan berdaulat atas tata kelola yang inklusif. 

Sebelumnya, Forum Kawal sendiri pada tanggal 23-26 Februari 2023 berlokasi di Kasepuhan Cibarani melakukan konsolidasi melalui pertemuan dalam rangka merespon wacana desa adat di Kabupaten Lebakyang kini isunya semakin menguat. Dalam pertemuan tersebut dialukan berbagai diskusi dan pendalaman bagaimana peluang dan tantangan desa adat bagi kehidupan dan masa depan masyarakat adat di Lebak baik Kasepuhan dan juga Baduy. proses ini telah menghasilkan beberapa kesepakatan berupa poin-poin rekomendasi sebagai masukan dalam Raperda Desa adat di Kabupaten Lebak. Forum Kawal sendiri merupakan wadah kelompok pemuda dan perempuan yang terbentuk pada mediotahun 2022. Forum ini terdiri dari 8 Kasepuhan dan baduy sebagai bentuk solidaritas generasi masyarakat adat untuk saling belajar dan berupaya dalam memperkuat pengakuan masyarakat adat di Kabupaten Lebak.  

Penulis: Fauzan Aadima