Search

Kabar Terbaru

Peran Krusial Perempuan dan Generasi Muda dalam Konferensi Tenurial 2023

“Di kampung kami tuh, perempuan itu tidak ada ruang untuk berbicara. Kalau kami berbicara, nanti bapak bilang ‘ke belakang tidak boleh bicara’. Jadi kami perempuan tidak ada ruang sama sekali. Jadi hutan perempuan itu tempat untuk kami, perempuan, berbicara.”

Pernyataan tersebut diucapkan oleh Mama Marice dari Jayapura dalam Diskusi Panel Konferensi Tenurial 2023  yang membahas mengenai Perempuan, Generasi Muda, Kelompok Marginal, dan Rentan dalam Krisis Agraria-SDA Multidimensi. Apa yang dialami oleh Mama Marice menunjukan adanya ketidaksetaraan dalam pengambilan keputusan, padahal perempuan memiliki peran yang besar dalam pengelolaan kekayaan alam. Maka dari itu ketika berbicara krisis agraria, maka perempuan dan pemuda perlu dilibatkan dalam mewujudkan pengelolaan sumber daya alam yang berkeadilan.

Konferensi ini menjadi wadah bagi perempuan dan generasi muda untuk berbagi cerita dan perspektif sesuai kondisi yang terjadi di daerahnya. Setidaknya ada tujuh narasumber yang diundang, yaitu Marlinda Nau dari Mollo, Nusa Tenggara Timur, Mama Marice sebagai Kader Akademi Reforma Agraria Sejati, Solihin dari Sinjai, Sulawesi Selatan, Aas dari Pulau Pari, May Putri dari Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Hasmia dari Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI), dan Minawati dari Jaringan Rakyat Miskin Kota Jakarta (JRMK). 

Perempuan memiliki pandangan sendiri dalam pemanfaatan sumber daya alam, jika laki-laki cenderung menggunakan hasil yang diterima untuk kebutuhan pribadi, perempuan seringkali lebih berorientasi terhadap kebutuhan keluarga. Di wilayah NTT, Marlinda Nau menggambarkan komunitas Lakoat Kujawas yang menjadi ruang bagi perempuan dalam membangun gerakan sosial untuk mempertahan tanah di Mollo. Karena bagi mereka tanah adalah daging, batu adalah tulang, air adalah darah, serta hutan adalah jantung, paru, dan rambut. Tidak jauh beda, perjuangan dalam mempertahankan Pulau Pari juga dilakukan oleh komunitas perempuan. Aas menyampaikan bahwa ketika para suami dikriminalisasi, maka di situlah peran perempuan dalam memperjuangkan hak masyarakat. Upaya-upaya terus dilakukan dengan mendorong pemerintah untuk menyelesaikan permasalahan hingga melakukan gugatan ke Swiss didampingi oleh Walhi. Sedangkan bagi Mama Marice, hutan perempuan menjadi tempat bagi mereka untuk berbicara. Hutan bukan hanya bernilai ekonomi, namun juga menjadi tempat bagi mereka untuk berdiskusi. Ketika ada penambangan dan penimbunan hutan, maka perempuan lah yang menolak hal tersebut.

Meskipun begitu, mengajak perempuan pesisir untuk pada akhirnya terlibat dalam gerakan sosial masih menjadi kesulitan. Hal ini dipengaruhi oleh peran ganda yang dimiliki perempuan dalam memenuhi peran domestik, seperti membersihkan rumah atau merawat anak, juga peran publik yang dipengaruhi norma atau nilai mengharuskan mereka untuk mencari alternatif pekerjaan guna membantu perekonomian keluarga. Menurut Hasima, hal tersebut membuat perempuan memiliki keterbatasan untuk terlibat dalam beragam kegiatan. Maka dari itu, KPPI mencoba membangun diskusi dari rumah ke rumah secara tatap muka sehingga perempuan tidak harus kehilangan waktu untuk memenuhi peran-peran tersebut. Selain itu, KPA juga mendorong keterlibatan perempuan dan pemuda melalui pendidikan khusus melalui kaderisasi ARAS (Akademi Reforma Agraria Sejati) sehingga mereka memiliki kepercayaan diri dalam berpendapat dan memimpin. 

Generasi muda atau pemuda juga menjadi salah satu kelompok yang seringkali tidak diberikan ruang dalam pengelolaan sumber daya alam maupun dalam pengambilan keputusan. Mereka dianggap tidak memiliki pengetahuan dan pengalaman yang cukup. Padahal pemuda memiliki peran krusial sebagai penentu keberlanjutan di masyarakat. Masalah terjadi ketika pemuda lebih memilih pergi dari daerahnya untuk mencari peruntungan di kota, stereotype terhadap pekerjaan petani dan banyaknya alih fungsi lahan menjadi dua alasan hal tersebut dapat terjadi. May Putri menyampaikan bahwa krisis generasi tersebut dapat diatasi dengan strategi memperkuat organisasi atau serikat di desa, di mana generasi senior memberikan ruang kepada pemuda untuk terlibat dan membagi peran di antara keduanya. Selain itu, upaya dilakukan dengan melakukan konsolidasi dan advokasi di lokasi prioritas reforma agraria dengan mendorong keterlibatan perempuan dan pemuda.

Marlinda Nau punya cara sendiri untuk menarik orang muda agar dapat terlibat, yaitu dengan cara memperkuat isu pangan dan meningkatkan kesadaran akan kepemilikan dan berdaulat atas tanah sendiri. Terdapat empat poin utama yang telah dilakukan, yaitu memberikan ruang untuk anak muda untuk berdiskusi, menuangkan ide dan membahas persoalan melalui media sosial, melakukan inovasi pangan, dan memberikan workshop bagi anak muda Mollo. Di sisi lain, generasi muda masyarakat adat Barambang Katute terlibat proses advokasi kebijakan, melakukan transfer knowledge, dan berusaha menciptakan penghidupan yang berkelanjutan. Salah satu yang dilakukan oleh Solihin dari Sinjai, Sulawesi Selatan, untuk mencegah terjadinya urbanisasi dengan melakukan evaluasi penghasilan yang membandingkan nilai ekonomi di kota dan desa, serta memaknai program pulang kampung sebagai gerakan yang mendorong pemuda untuk terlibat aktif dalam memperkuat posisi masyarakat. Minawati juga menyampaikan bahwa proses regenerasi dan kesadaran kritis dimulai dari keluarga intinya. Jaringan Rakyat Miskin Kota Jakarta (JRMK) hadir dengan menyadarkan pemuda agar berjuang untuk mempertahankan kampungnya, salah satunya melalui sekolah bagi anak muda. 

Tidak mudah untuk mendorong pemuda mau untuk melanjutkan sumber penghidupan keluarganya. Cerita ini disampaikan oleh Hasima, bahwa tantangan regenerasi hadir ketika orang tua nelayan tidak mau menurunkan pekerjaan kepada anaknya. Bahwasannya menjadi nelayan membuat mereka terjerat kemiskinan dan sulit untuk memberikan penghidupan yang layak bagi anaknya. Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) dan Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) akhirnya melakukan konsolidasi lintas generasi dengan membagikan pengetahuan, pengalaman, dan pendokumentasian melalui sekolah-sekolah nelayan. Kaderisasi ini diharapkan dapat mendorong pemuda untuk dapat memelihara sumber-sumber penghidupan secara berkelanjutan. Transfer knowledge dari generasi tua ke generasi muda penting guna menghindari terputusnya pengetahuan, adat, dan identitas masyarakat. Selain itu juga, membantu pemuda untuk dapat mengidentifikasi potensi ekonomi pada sumber daya alam yang dimiliki sekaligus menyiapkan mereka untuk dapat memanfaatkannya secara optimal, salah satunya melalui peningkatan kapasitas.

“proses itu (pendidikan kritis) penting kita lakukan, dengan membangun kesadaran mereka untuk bisa berlawan adalah dengan melakukan pendidikan-pendidikan kritis. Pendidikan kritis itu kita lihat sebagai modal utama untuk mereka tidak mudah dieksploitasi, baik tenaga, pikiran, maupun hasil kerjanya. Karena dengan mereka kritis, akan bisa melawan dan berjuang” – Hasima (KPPI)

Pendidikan kritis menjadi salah satu landasan awal dalam mendorong pemuda terlibat dalam beragam kegiatan. JRMK melakukannya dengan pengenalan sejarah wilayah, ini menyadarkan mereka mengapa penting mempertahankan kampungnya. Bahkan penyadaran tersebut dilakukan dari rumah ke rumah. Sedangkan di Mollo, proses penyadaran kritis dilakukan sejak mereka masih di bangku sekolah sehingga dengan sendirinya pemuda memiliki sense of belonging terhadap wilayahnya sendiri. Penyadaran ini perlu dilakukan secepat mungkin untuk menyadarkan bahwa telah terjadi ketimpangan dan subordinasi yang meminggirkan mereka. Melalui hal tersebut, upaya-upaya perjuangan untuk bisa melanjutkan hidup yang baik bisa dilakukan. Solihin juga menegaskan bahwa pendidikan kritis dan perluasan agraria menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan. Di Sinjai, sekolah pengorganisasiaan rakyat menjadi wadah bagi pemuda rural dan urban untuk dapat berdiskusi. Hal ini penting dilakukan karena memang terjadi gap antara pengetahuan antara pemuda rural dengan urban.

Apa yang disampaikan oleh panelis, bukan hanya memperlihatkan peran krusial perempuan dan pemuda dalam menghadapi krisis agraria yang terjadi. Mendorong keterlibatan perempuan dan generasi muda menjadi tanggung jawab semua pihak untuk turut andil dalam memastikan hak atas tanah yang adil, mendorong partisipasi aktif mereka dalam pengambilan keputusan, serta memberikan ruang dan akses dalam pengelolaan kekayaan alam. Selain itu, kesadaran bersama menjadi poin utama dalam membangun serikat dan gerakan sosial dalam memperjuangkan hak-hak masyarakat terhadap sumber-sumber agraria.

Krusialnya peran perempuan dalam pengelolaan kekayaan alam, seringkali tidak diperhitungkan di ruang-ruang tersebut, jika bukan mereka sendiri yang hadir dan bersuara. Keterlibatan Perempuan dan Generasi Muda dalam Diskusi Panel Konferensi Tenurial 2023 menunjukan bahwa perempuan dan generasi muda harus terlibat dan menjadi bagian di ruang-ruang pengambilan keputusan di berbagai level. 

Penulis: Hanifah Nur Hidayah

Editor: Siti Marfu’ah

Recent News

Foto Artikel  (15)
Menguatkan Inisiatif: Langkah Lanjutan Mendorong Pendidikan Kritis Kontekstual pada Generasi Muda
WhatsApp Image 2024-10-08 at 20.21
Semiloka “Hutan adat untuk Kesejahteraan Lahir batin Masyarakat Adat”
1
Forum Perempuan Seri Kedua: Keadilan dan Hak-Hak Perempuan Dalam Pembangunan di Kampung
SAMPUL DEPAN BUKU KAMPUNG KATONG
Kampung Katong
unnamed
Melanjutkan Aksi: Memperdalam Peran Generasi Muda dalam Fasilitasi Pendidikan Kritis dan Kontekstual
1-3
Sepuluh Tahun Jokowi Ingkar Janji kepada Masyarakat Adat
4-1
Tingkatkan Kemampuan Fasilitasi, Alumni Pelatihan Fasilitator Pendidikan Lingkungan Terlibat dalam kegiatan Jelajah Kasepuhan Cirompang
2
Partisipasi Aktif Kaum Perempuan dalam Pembangunan Desa Melalui Forum Perempuan Kasepuhan
5
Beraksi Bersama: Generasi Muda Mengambil Peran Fasilitasi Pendidikan Kritis dan Kontekstual.
image
Aksi Anak dan Remaja untuk Hak Anak Atas Lingkungan di Indonesia
Follow by Email
YouTube
YouTube
Instagram