Pendaftaran Beasiswa SPORA (Batch V) – Kursus Singkat Relawan Lingkungan untuk Perubahan Sosial

Persoalan sosial-lingkungan yang terjadi di Indonesia sangat beragam dan dapat kita telusuri dari berbagai surat kabar, TV dan juga media sosial. Persoalan mahal dan langkanya minyak goreng, konflik masyarakat adat dengan perusahaan, banjir dan longsor akibat penebangan liar, sampai isu perubahan iklim adalah sebagian dari contoh-contoh  tersebut. 

Berita-berita yang muncul hampir setiap hari itu merupakan puncak dari gunung es, dan penyebabnya sering kali tidak tampak.   Untuk memahami penyebabnya, kita perlu menggali lebih dalam kejadian tersebut, serta mampu untuk menghubungkan berbagai isu yang menjadi penyebabnya sehingga kemudian gambaran besarnya tercipta. 

RMI – The Indonesian Institute for Forest and Environment adalah organisasi non-profit yang berdiri pada tahun 1992 di Bogor. Salah satu tujuan RMI adalah mengembangkan model-model pengelolaan kekayaan alam berbasis partisipasi masyarakat sekitar, melalui prinsip-prinsip keadilan, inklusivitas, dan keberlanjutan. Salah satu fokus RMI tertuju kepada anak muda, sebagai pemegang keputusan masa kini dan masa depan,  serta pelaku aktif bagi perubahan di masyarakat. Dalam memberikan pemahaman menyeluruh kepada anak muda terkait isu sosial dan lingkungan, RMI memberikan model-model pendidikan kritis dan kontekstual. Salah satunya adalah SPORA yang ditujukan untuk anak muda usia 17-25 tahun.

SPORA sendiri merupakan kelanjutan dari pelatihan RMI yaitu short course “Relawan Lingkungan untuk Perubahan Sosial” yang merupakan model pembelajaran untuk anak muda yang dikembangkan oleh RMI  sejak tahun 2016 dan telah menghasilkan 80 alumni yang bekerja di bidangnya masing-masing, dengan tetap memelihara semangat untuk melakukan perubahan sosial dan lingkungan di tempat kerjanya masing-masing.

Melalui SPORA peserta diajak untuk berpikir kritis, sistematik dan menyeluruh dalam menganalisa persoalan-persoalan di lingkungan sekitar.  Peserta berasal dari latar belakang perkuliahan, asal dan pengalaman lapang yang berbeda akan memperkaya diskusi-diskusi yang terjadi dan membuka pandangan masing-masing akan alternatif-alternatif pemecahan masalah yang ada. 

Agak berbeda dengan kegiatan serupa yang biasanya terkesan serius dan monoton, SPORA didesain agar berjalan menyenangkan dan kontekstual (dekat dengan kondisi sesungguhnya), dengan menggunakan kombinasi metode pembelajaran lewat kuliah, permainan, diskusi kelompok, waktu untuk merefleksikan pengetahuan, lewat menonton film dan team building yang seru.

Pada batch V, SPORA akan diadakan selama 5 hari penuh (6-10 Agustus 2022) di Bogor. Peserta yang lulus SPORA akan diberikan kesempatan untuk mengikuti acara GREENCAMP yang akan diadakan di lokasi masyarakat adat Kasepuhan Pasir Eurih di Desa Sindanglaya, Kecamatan Sobang, Kabupaten Lebak   pada tanggal 12-15 Agustus 2022). Peserta yang lulus SPORA secara otomatis akan difasilitasi oleh RMI untuk berkegiatan melalui gerakan Relawan 4 Life.

Tujuan

  • Meningkatkan pengetahuan peserta terkait isu lingkungan, ekonomi, politik dan sosial budaya.
  • Meningkatkan daya kritis peserta dalam menganalisa dan menghubungkan persoalan-persoalan sosial dan lingkungan.
  • Melakukan perekrutan dan memperkuat gerakan Relawan 4 Life sebagai gerakan anak muda di isu sosial dan lingkungan.
  • Memperkuat gerakan sosial melalui pemagangan Relawan 4 Life di LSM-LSM  sosial dan lingkungan

Waktu dan Lokasi

SPORA akan diadakan pada hari Sabtu sampai Rabu, tanggal 6-10 Agustus 2022 di Hotel GG House – Happy Valey, Kampung Cibogo II 423, Bogor, Jawa Barat.

Materi dan Pembahasan

  • Pengenalan diri dan kepemimpinan pribadi
  • Gender dan inklusi sosial
  • Bias, stereotyping dan interseksionalitas
  • Etika lingkungan
  • Ekologi politik
  • Gender dalam pengelolaan sumber daya alam
  • Kebijakan dalam pengelolaan sumber daya alam
  • Kepemimpinan inklusif
  • Kemiskinan struktural
  • Observasi sosial dan praktek
  • Keberlanjutan dan resolusi konflik dalam pengelolaan sumber daya alam
  • Kerelawanan dan gerakan sosial

Beasiswa SPORA

Bagi peserta yang lulus seleksi, RMI akan memberikan beasiswa yang mengcover biaya akomodasi, konsumsi dan transportasi selama SPORA berlangsung (tidak termasuk biaya perjalanan menuju dan dari Kantor RMI ke rumah, dan pengeluaran-pengeluaran pribadi). 

Bagi institusi yang ingin mengikutsertakan staf/relawannya pada SPORA secara khusus akan dikenakan biaya sebesar Rp 5.000.000/orang untuk mensubsisidi beasiswa kegiatan ini. 

Kepesertaan 

Jumlah peserta maksimal 25 orang.

Persyaratan

  • Usia 18-25 tahun, berstatus mahasiswa/i atau aktif di komunitas
  • Memiliki komitmen yang kuat untuk menjadi agen perubahan sosial
  • Memiliki keadaan fisik dan psikis yang baik, yang tidak menjadi penghalang dalam berkegiatan
  • Terkait COVID-19, calon peserta sudah mendapatkan 3x vaksin (termasuk dosis booster).  Bila belum mendapatkan 3x vaksin maka perlu dibuktikan dengan hasil negatif rapid antigen satu hari sebelum pelaksanaan kegiatan
  • Melengkapi berkas isian formulir pendaftaran secara online di https://bit.ly/PendaftaranSPORA
  • Membuat esai dengan tema “Anak Muda dan Gerakan Sosial-Lingkungan” yang sesuai dengan pengalaman dan pengetahuanmu sebanyak 500-800 kata (format dalam bentuk pdf atau word). Isi dari esai dapat dikembangkan sesuai minat isu pilihan calon peserta. Plagiarisme pada esai akan menyebabkan esai digugurkan secara otomatis. Esai diupload pada formulir pendaftaran online

Pengumuman Penerimaan

Setelah berkas pendaftaran diterima oleh panitia, panitia akan mengadakan seleksi dan memilih calon peserta beasiswa untuk mengikuti SPORA. Batas pendaftaran pada hari Minggu, tanggal  24 Juli 2022. Pengumuman akan dilakukan lewat website RMI https://rmibogor.id/ pada hari Jumat, tanggal 29 Juli 2022.

Pertemuan dan Commitment Fee

Peserta akan diundang untuk mengikuti pertemuan online (zoom) untuk mendapatkan penjelasan mengenai SPORA pada tanggal 30 Juli 2022.

Calon peserta beasiswa kemudian akan diminta untuk membayarkan commitment fee sebesar Rp 250.000 paling lambat pada hari Rabu, tanggal 3 Agustus 2021. Commitment fee ini akan dikembalikan jika peserta dinyatakan lulus SPORA. Dan sebaliknya, apabila peserta mengundurkan diri atau dianggap tidak lulus maka commitmen fee dianggap hangus sehingga panitia tidak melakukan pengembalian. 

Fasilitas

Bagi seluruh peserta SPORA, panitia akan menyediakan akomodasi dan konsumsi selama pelatihan (transportasi dari tempat peserta ke lokasi pelatihan atau sebaliknya, ditanggung peserta). Apabila ada training kit atau copy materi dari narasumber, akan diberikan saat pelatihan berlangsung. Panitia akan memberikan sertifikat pelatihan. Panitia akan memberikan e-sertifikat kepada peserta yang telah lulus kegiatan SPORA.

Persyaratan Kelulusan

  • Mengikuti keseluruhan rangkaian kegiatan dari awal sampai selesai.
  •  Tidak melakukan pelanggaran norma yang dikategorikan berakibat merugikan orang lain maupun diri sendiri, selama kegiatan berlangsung.

Untuk seluruh calon peserta beasiswa SPORA 5 diwajibkan untuk mengikuti akun Instagram RMI @RMI.id dan Relawan 4 Life @Relawan4Life. Untuk informasi lebih lanjut silahkan kunjungi website RMI pada link berikut https://bit.ly/SPORABatch5 

Narahubung 

0896 7139 3467 (Ajeng) 08111 166 507 (Dinah) 

#KursusSingkatRelawanLingkunganuntukPerubahanSosial #HAMdanLingkungan #SPORA5 #ShortCourse #KaumMuda #SPORARMI #SPORA2022 

Pengembangan Sumber Daya Manusia melalui kopi

Pohon kopi merupakan salah satu tanaman yang paling sering ditemui di dalam kebun masyarakat Lebak, Banten, tak terkecuali di komunitas Masyarakat Adat Kasepuhan Cibarani. Terlepas dari berapa banyak kapasitas yang dimiliki, setiap unit keluarga hampir dipastikan memiliki tanaman kopi di kebunnya. Lebih luas lagi, keberadaan tanaman kopi terhampar di ekosistem Gunung Halimun-Salak. Kopi juga telah lama dimanfaatkan masyarakat Kasepuhan, baik untuk pemenuhan kebutuhan sendiri maupun sebagai produk komoditas yang dijual ke pasar-pasar lokal.

Hasil survey sosial-ekonomi (RMI tahun 2018) menunjukan bahwa komuditas kopi bukan termasuk dalam komoditas produktif yang utama. Dengan kata lain, kopi belum tergolong sebagai komoditas yang dikelola secara optimal, terlepas dari tujuannya kopi untuk pemenuhan sendiri atau dijual ke pasar. Petani kopi di komunitas ini seolah berada di kutub yang lain, ketika melihat fakta dalam skala yang lebih luas bahwa Indonesia tergolong dalam ketiga terbesar dunia sebagai produsen kopi.

Atas dasar itu, RMI dengan dukungan Indigenous Peoples and Local Community Conserved Areas and Territory (ICCA’s) melaksanakan Pelatihan Proses Panen dan Pasca Panen Kopi di Kasepuhan Cibarani, Desa Cibarani, Kecamatan Cirinten, Lebak, Banten, pada 31 April-2 Mei 2022. Pelatihan ini diikuti oleh empat orang perempuan dan 16 orang laki-laki.

Dari cangkir kopi belajar merasa dan menghargai kopi

Dilihat dari kesejarahannya, dari dulu hingga sekarang wujud biji kopi yang kita kenal begitu adanya. Lalu, perlahan dihantar pada dua jenis yang umum dijumpai di Indonesia, robusta dan arabika. Cara sederhana membedakan kedua jenis itu adalah dengan cara membaui aroma dan menyeruputnya. Robusta cenderung pahit, sementara arabika agak keasam-asaman. Agar dapat lebih mudah mengenali perbedaannya, Aswin Mahu, narasumber pelatihan kopi, menyeduh beberapa cangkir kopi untuk dicicipi para peserta.

Sedari awal memang disiapkan beberapa jenis biji kopi dari berbagai daerah seperti Gayo Aceh, NTT, Mandailing, Solok dan juga Ciwaluh.  Tak lupa juga ada kopi Cibarani yang menjadi sampel untuk belajar mengenali dari cita rasa dan aroma. Di sini, semua peserta diminta untuk mengadili dan berkomentar menurut pengalaman masing-masing pasca membaui dan menyesap sesendok kopi. Kerangkanya jelas untuk mencari tahu pada cangkir yang mana melaui indra perasa, hatinya terpikat.

Setelah menyesap kopi, peserta diminta berbagi cerita pengalaman tentang proses mengolah kopi. Ang Sunarya salah satu peserta bercerita, secara umum pengolahan kopi di Cibarani masih dengan cara tradisional. Ketika musim panen misalnya, untuk mengetahui sudah bisa dipanen atau belum, dengan cara disesap buah berinya. Menurutnya kalau sudah agak lunak dan agak manis berarti kopi sudah bisa dipanen. Lalu, petani memetik secara keseluruhan satu turus dahan kopi, alhasil buah biji kopi yang sudah matang dan masih mentah semuanya terpanen. Kondisi ini juga didasarkan pada batang kopi yang menjulang tinggi, sehingga jika yang dipetik yang merah saja, membuat petani berpikir dua kali untuk memetik sisa buah lainnya.

Narasumber mulai menjelaskan tentang proses panen kopi yang baik dan benar. Misalnya terkait masa panen kopi yang durasinya bisa sampai tiga bulan dan dilakukan pemetikan selama tiga kali. Hal ini dimaksudkan untuk belajar menghargai kopi pada level petani, sebelum kopi tersebut dihargai oleh pembeli/pasar.

Lebih lanjut, ia mengajukan pertanyaan paling dasar, kenapa harga kopi bisa berbeda-beda. Meskipun banyak faktor yang bisa mendongkrak harga kopi, sebut saja ketinggian dan varietas. Salah satu penentunya dilihat dari proses pengolahan pasca panen, dalam hal ini semestinya yang pertama mendapat perhatian adalah manusianya.

Kopi berkualitas dihasilkan dari Manusia berkualitas

Tak terelakan lagi jika sumber daya manusia yang berkualitas menjadi penentu utama atas produk-produk yang dihasilkan. Untuk itu, kerangka pelatihan ini bertujuan dalam pengembangan manusia. Kopi sebagai medium untuk menghantar pada pemahaman-pemahaman mendasar yang berhubungan dengan peningkatan kualitas dan kuantias hasil yang diproduksinya. Lebih jauh, harapnya dari sini masyarakat terpantik memiliki jiwa usaha melalui hasil hutan, meningkatkan pendapatan yang berujung pada kesejahteraan suatu komunitas. Mengingat modal komunitas sangat kuat dengan dukungan manufaktur seperti akses pada mesin-mesin pendukung dalam pengolahan kopi.

Kritiknya selalu berkutat pada keterbatasan manusianya dalam memanfaatkan alat-alat yang ada. Pelatihan model ini secara tidak langsung berkontribusi pada peningkatan kapasitas manusia yang mengurus bagian hulunya. Karenanya, prinsip dasar berhasil baiknya suatu komoditas tidak dapat dipisahkan dengan cara manusianya dalam memperlakukan dan atau mengolahnya.

Dalam konteks pengelolaan Hutan Adat dan Arean Konservasi Kelola Masyarakat, selain tanaman kopi dapat dimanfaatkan buahnya, sekaligus berfungsi baik sebagai resapan air. Selain tanaman kopi mensyaratkan adanya pohon penaung (diversity) di sekitarnya. Lebih jauh lagi, komunitas kasepuhan yang diberi kepercayaan dalam mengelola wilayahnya dapat menunjukkan cara kerja nyata dalam menjaga keseimbangan antara konservasi dan produksi. Terlebih ada dorongan dikelola secara kelompok dengan sistem kerja yang disepakati bersama.

Penulis: Abdul Waris

Editor: Siti Marfu’ah