Seni merupakan bentuk ekspresi yang ditampilkan dalam suara, gerak, dan irama/nada. Di penghujung tahun 2014, komunitas anak di Dusun Dukuh Kaung yang berada di Desa Nanggung, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, yang terhimpun dalam Barisan Remaja Tani (BARET) tidak ingin melewatkan begitu saja catatan romantika yang dialami setahun silam.
MALAM GELAR SENI ditampilkan tepat pada saat pergantian tahun itu merupakan salah satu bentuk apresiasi sportif. Selama ini mereka memiliki bakat terpendam dan kemampuan dalam berkreasi terutama dalam berkesenian namun jarang mendapat kesempatan untuk mengekspresikannya. Acara ini dirasa tepat untuk memberi ruang kepada mereka untuk bebas mencurahkan segenap kemampuan yang dimiliki. Tidak hanya sekedar untuk menggali potensi diri, mereka juga ingin mempertanggung jawabkan kepada diri sendiri, orangtua, dan masyarakat sekitar mengenai komunitas dan kegiatan yang mereka jalani selama ini.
Selama tergabung dalam Barisan Remaja Tani “BARET” sudah tentu banyak hal dan pembelajaran yang mereka alami. “SATU CINTA BANYAK CERITA” itulah ungkapan yang bisa menggambarkan suasana hati mereka saat ini. Berawal dari sekedar berkumpul, saling berbagi cerita, memiliki kecintaan terhadap lingkungan dan upaya yang sama terhadap pelestarian alam, mereka menyatukan diri dalam sebuah wadah yang mereka yakini mampu memberi ruang bagi apa yang mereka inginkan.
Konsep yang dipakai pada Malam Gelar Seni tersebut mengangkat tema pertanian dan pelestarian lingkungan. Maka untuk mendukung hal tersebut, sarana prasarananya pun menggunakan apa yang ada di lingkungan sekitar ataupun memanfaatkan sampah. Dekorasi panggungnya dihias menggunakan hasil panen, seperti cabe, tomat, terong juga dari tanaman bunga pekarangan rumah seperti bunga mawar. Pemanfaatan barang-barang bekas/sampah baik dari kebun maupun limbah rumah tangga seperti batang singkong yang dibuat boneka wayang golek, bekas minuman kemasan dijadikan dekorasi, koran bekas dibuat bunga hias, kardus bekas untuk pot bunga, dan daun kelapa dijadikan topi.
Untuk mengundang warga sekitar, bukan dengan membagikan surat undangan, tetapi dilakukan dengan cara unik yakni mendatangi setiap rumah sambil memberikan kado berupa sebuah cabe rawit hasil panen di kebun. Hal ini dilakukan sebagai kritik sosial bahwa selama masih dapat mengelola lahan yang tersedia, maka kita akan mampu untuk menghasilkan produk yang bisa jadi berharga mahal untuk saat ini.
Nol Rupiah Dan Saweran
Seluruh rangkaian acara Pentas Aksi tersebut, dari mulai perencanaan sampai pada pelaksanaanya dikelola dan dilaksanakan sepenuhnya oleh anak-anak BARET. Mereka terlibat aktif dan bekerjasama secara gotong royong agar acara dapat berlangsung dengan lancar. Biaya penyelenggaraan acara tersebut boleh dikatakan “NOL RUPIAH” karena tidak ada serupiah pun yang dikeluarkan untuk acara ini. Mereka hanya menggunakan dari apa yang selama ini ada atau yang mereka hasilkan dari kebun sendiri maupun dari barang-barang bekas.
Walaupun dikemas secara sederhana, namun kegiatan tersebut terlaksana dengan baik serta mendapat apresiasi yang luar biasa dari warga sekitar terutama orang tua mereka sendiri. Seperti halnya disampaikan oleh Ketua RT Dukuh Kaung, Juanda (50) bahwa kegiatan anak BARET tersebut sangat luar biasa dan harus terus dikembangkan.
“Terimakasih kepada anak-anak BARET dan pendamping yang telah menunjukkan kreasi dan bukti kerjanya yang sangat hebat dan luar biasa. Kami sebagai aparat yang ada di kampung ini sangat mendukung kegiatan BARET” ujarnya bangga.
Tak heran, ketika ada penampilan anak-anak Baret, Juanda beserta warga lainnya selalu memberikan saweran. Hal ini sebagai bentuk apresiasi yang luar biasa dari kerja keras dan kerja cerdas anak-anak BARET, Nanggung.
Setelah dihitung, hasil saweran yang terkumpul sebanyak Rp 670.000. “Alhamdulillah !!” seru bahagia anak-anak BARET usai acara. “Dengan uang ini rencanaya kami akan membeli kambing yang dapat kami pelihara dan kotorannya dapat digunakan sebagai pupuk” sambut Ari beserta anak lainnya dengan bangga.
Pohon Harapan
Setelah selesai pentas, dilanjutkan dengan kegiatan Malam Renungan yang merupakan refleksi atas harapan untuk kegiatan BARET selama ini. Malam renungan ini diisi dengan berbagai curahan hati masing-masing anggota BARET.
Di tempat renungan itu tak ada cahaya lampu, para peserta duduk saling berdekatan dan membuat lingkaran dengan tangan saling berpegangan. Di tengah-tengah mereka ada bibit pohon mangga berukuran 2 meter yang diletakkan dalam sebuah pot, yang mereka namai ‘pohon harapan’.
Saat lilin dinyalakan sebagai satu-satunya sumber cahaya, satu persatu peserta mengungkapkan perasaan dan harapannya masing-masing. Semuanya mengeluarkan berbagai rasa dan perasaan masing-masing. Ada rasa suka, duka, sedih, marah, dendam dan harapan, semuanya dikeluarkan dan didengar oleh seluruh anggota. Hampir seluruhnya mengeluarkan isi hatinya dengan cucuran air mata. Namun malam itu tidak ada rasa marah, apalagi dendam. Yang ada rasa maaf dan kebersamaan dalam satu jiwa untuk bersatu menyambut hari esok yang lebih baik.
Satu persatu mereka menuliskan harapannya dan menggantungkannya di pohon harapan. Sebagai simbol perekat mimpi untuk mencapai kebersamaan dan kepedulian kepada sesama, keberpihakan kepada kaum tani berserta kaum tertindas lainnya.
Ditulis Oleh: Santi dkk (Anak BARET)
Edit Tulisan Oleh: Aji (RMI)