Sebuah gagasan dari Pelapor Khusus PBB membawa sebuah skema kerjasama antara RMI dan Terre Des Homme Jerman untuk menyelenggarakan pertemuan konsultasi yang melibatkan generasi muda dan anak-anak dari 11 Negara di kawasan Asia Timur dan Pasifik, sebagai upaya dalam Memajukan Hak Anak Atas Lingkungan yang Sehat. RMI sendiri sudah sejak 2004 memiliki fokus khusus untuk melihat keterkaitan antara isu (hak) anak dengan (kesehatan) lingkungan—dan terus berkembang hingga melihat bahwa isu-isu hilangnya akses masyarakat terhadap sumber-sumber agraria sebagai bagian yang membawa dampak pada tumbuh kembang generasi muda. RMI dan Terre des Hommes Germany sendiri telah bermitra sejak tahun 2004 tersebut.
Konsultasi ini adalah momen di mana generasi muda bisa menyuarakan aspirasinya mangenai apa yang mereka butuhkan agar data tumbuh di lingkungan yang sehat, yang menjadi faktor penting dalam tumbuh-kembang generasi muda, baik fisik maupun psikologis. Konsultasi tidak dilakukan terhadap orang-orang dewasa, melainkan kepada generasi muda. Event konsultasi ini bertujuan untuk menangkap aspirasi, pendapat, pandangan anak-anak muda usia 8-24 tahun tentang situasi lingkungan yang mereka hadapi.
Di sini, para generasi muda duduk bersama para ahli yang merupakan penggiat isu hak Anak, akademisi, penggiat lingkungan, dan paralegal dari Inggris, Australia, Malaysia, Jepang, Philippine dan tentunya Indonesia. Upaya konsultasi ini merupakan bagian dari konsultasi dunia untuk mendapatkan informasi dari seluruh region, hingga akhirnya nanti dapat disampaikan dalam Sidang Umum PBB pada tahun 2021 di New York, Amerika Serikat. Upaya ini dilakukan untuk mendorong PBB mengeluarkan rekomendasi yang mengikat negara-negara anggotanya untuk melindungi anak-anak dan memenuhi hak mereka untuk dapat tumbuh kembang dalam kondisi lingkungan yang sehat.
Para anggota Relawan 4 Life RMI, Nafisa dan Niza berperan aktif di dalam forum ini. Nafisa berbagi tentang betapa ia sangat tersentuh dengan keanekaragaman peserta dari berbagai negara, “Rangkaian acaranya seru dan semua orang yang terlibat baik dan ramah, tetapi di sisi lain saya juga merasa sedih ketika lebih mengetahui/berdiskusi mengenai permasalahan yg sedang dialami oleh anak muda terkait kerusakan lingkungan”, ujarnya dengan sungguh-sungguh. Nafisa juga menyampaikan harapannya setelah mengikuti kegiatan ini, bahwa di masa mendatang, anak muda akan lebih paham terhadap isu lingkungan, dan komunitas nasional maupun internasional akan dapat melakukan aksi nyata yang dapat memberikan dampak besar terhadap hak anak atas lingkungan yang sehat.
Sementara itu, seorang pemudi dari masyarakat adat Karen di Thailand menyatakan situasi komunitasnya yang memprihatinkan akibat aktivitas pertambangan yang telah berdampak secara kesehatan kepada anak-anak, misalnya kelainan lahir hingga gagal janin. “Orang dewasa selalu berkata bahwa generasi muda adalah masa depan, tapi mereka tidak membiarkan kita tumbuh dalam lingkungan yang sehat,” ujarnya.
Pertemuan konsultasi ini diadakan di Sentul, Bogor pada 22-23 Oktober 2019, di mana satu hari sebelumnya, pada 21 Oktober 2019, semua peserta yang didominasi oleh anak-anak dan remaja berkumpul untuk mendapatkan briefing dan pemantapan untuk mengikuti acara konsultasi tersebut.
Pada 24 Oktober 2019, hasil rekomendasi dan temuan di konsultasi tersebut dikemukakan di depan pemerintah Indonesia dalam sebuah diskusi panel bertajuk Mempromosikan Hak Anak Atas Lingkungan Sehat. Acara diskusi ini bertempat dan diselenggarakan bersama Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan dihadiri pula oleh Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak yang duduk juga di kursi panelis bersama KLHK, WALHI, dan RMI. RMI dan Terre Des Hommes juga menggandeng UNICEF untuk turut berperan aktif sebagai moderator dalam acara diskusi panel tersebut.
Dalam presentasinya, Mardha Tillah selaku Direktur Eksekutif RMI mengangkat isu hak anak dari hal paling sederhana yang menjadi bagian penting dalam kehidupan anak-anak yaitu bermain. Tilla, panggilannya, menyatakan bahwa anak berhak untuk dapat bermain di tempat yang aman dari zat-zat kimia yang membahayakan mereka, juga marabahaya yang mengancam mereka secara jiwa. Dia merujuk pada kasus-kasus kematian anak saat bermain di lokasi dekat bekas lubang tambang yang tidak direhabilitasi dengan baik di Kalimantan, misalnya. Namun lebih dari itu, Tilla menggarisbawahi tentang situasi-situasi masyarakat, termasuk masyarakat adat, yang kehilangan tanah atau kehilangan akses akan tanah karena adanya pembangunan skala besar, “yang jelas membuat anak-anak tidak dapat bermain dengan aman, atau bahkan untuk dapat bermain di wilayah-wilayah yang sebelumnya merupakan wilayah milik komunitas mereka”.
Sari Ramadhanti, salah satu anggota R4L yang hadir dalam diskusi panel tersebut juga mengemukakan pentingnya forum semacam ini, karena ini bisa menjadi media untuk menyuarakan aspirasi mereka sebagai generasi muda dalam memperjuangkan haknya atas lingkungan yang sehat. Dhanti berharap acara ini bisa dilanjutkan di level nasional, karena tidak bisa dipungkiri bahwa lingkungan yang tidak sehat merupakan faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan seorang anak. Dhanti berharap harus ada kebijakan yang tegas dari pemerintah untuk menjaga lingkungan yang sehat, dan bisa melibatkan pihak akademisi dan mahasiswi/a untuk berperan aktif dalam menyelenggarakan acara semacam ini.
Sementara koordinator Relawan 4 Life RMI, Nadyati Farzin yang juga duduk di kursi panelis sebagai perwakilan generasi muda yang mengikuti acara tersebut menutup dengan memberi pesan kepada kita semua “if many little people in many little places, do many little efforts, then we can change the world for our future.” Sebuah pesan sederhana bermakna kuat yang menegaskan bahwa sebuah perubahan besar bisa terwujud dari sebuah langkah kecil.
Penulis: Dinda Tungga Dewi
Editor: Mardha Tillah