Sejarah RMI
"Melangkah Bersama Waktu: Jejak, Perjuangan, dan Dedikasi Kami."
1992
The Indonesian Institute for Forest and Environment, didirikan di Bogor pada 18 September 1992 menjadi sebuah lembaga non-pemerintah yang memfokuskan diri pada isu kekayaan alam dan lingkungan hidup. RMI awalnya didirikan oleh beberapa mahasiswa Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) yang terlibat dalam kepanitiaan Kongres Sylva Indonesia 1989, yang memiliki semangat untuk menyediakan wadah atau forum bagi mahasiswa dan publik untuk dapat terlibat secara aktif dalam program lingkungan, dengan maksud dan tujuan untuk bergerak pada bidang sosial; mengembangkan penelitian dalam bidang kehutanan dan lingkungan, serta analisa mengenai peraturan dan kebijakan yang berhubungan erat dengan kehutanan dan lingkungan; mengembangkan program aksi di bidang kehutanan dan lingkungan, terutama program-program yang berbasis pada partisipasi masyarakat; mengembangkan sistem informasi di bidang kehutanan dan lingkungan bekerjasama dengan pihak-pihak terkait, baik di tingkat nasional maupun internasional; dan mengembangkan suatu sistem pendidikan bagi masyarakat, dalam rangka; meningkatkan kepedulian, pengetahuan, dan pemahaman masyarakat pada masalah-masalah kehutanan dan lingkungan.
1992 - 1996
Pada periode awal kepengurusan (1992–1996), kegiatan RMI berfokus pada pembenahan dan penyiapan tata laksana pengelolaan organisasi sebagai sebuah lembaga non-pemerintah. Pada masa-masa awal pembentukannya, program Advokasi Kebijakan dan Pendidikan Lingkungan dilakukan melalui Rute Pendidikan Lingkungan (REPLING). REPLING merupakan program RMI yang cukup dikenal publik. Program REPLING dilaksanakan sejak tahun 1992 hingga sekarang dan diakui oleh Ashoka Foundation sebagai metode pendidikan lingkungan yang efektif. Hingga kini program REPLING telah menjangkau lebih dari 40.000 peserta dan melibatkan lebih dari 1.500 fasilitator. Fasilitator REPLING sendiri adalah generasi muda yang datang dari berbagai latar belakang serta memiliki semangat untuk berkontribusi pada upaya pelestarian lingkungan.
1993
Sejak 1993 RMI mulai belajar tentang konsep Kesetaraan Gender dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam (PSDA) dan menginternalisasikannya dalam program dan pendekatan kerja-kerja RMI. RMI lalu mendapatkan dukungan untuk bisa mengadakan sekolah Gender dalam PSDA berbasis masyarakat, dan pada tahun 1998-2002 RMI aktif melaksanakan sekolah tersebut. Hingga saat ini, kesetaraan gender dalam pengelolaan kekayaan alam menjadi pendekatan yang diterapkan RMI, baik saat mengorganisir masyarakat maupun dalam pengelolaan berjejaring, beradvokasi, maupun berkampanye.
1998
Sejak 1998, RMI mulai bekerja langsung bersama masyarakat adat dan komunitas lokal di Kabupaten Bogor dan Kabupaten Sukabumi di Jawa Barat, serta Kabupaten Lebak di Banten. Seiring berjalannya waktu, RMI mulai memperluas wilayah kerjanya ke luar pulau Jawa, seperti dengan masyarakat lokal di Solok Selatan, Sumatera Barat, masyarakat lokal di Lombok Timur, NTB, komunitas lokal di NTT; dan lain sebagainya. Meskipun tidak seintensif seperti dengan masyarakat yang berada di Jawa Barat dan Banten, tetapi RMI tetap menitikberatkan kerja-kerjanya dalam pengorganisasian masyarakat. Berbagai pembelajaran dari pengorganisasian yang dilakukan, kemudian dibawa ke ranah advokasi yang umumnya dilakukan secara berjejaring oleh RMI dan berbagai mitra masyarakat sipil maupun pemerintahnya. Pada masa ini, RMI bersama Masyarakat Adat di Kabupaten Lebak serta berbagai organisasi masyarakat sipil di tingkat nasional juga mulai mendorong pengakuan hak-hak Masyarakat Adat.
2008
Sejak 2008, RMI aktif mempertemukan orang muda pedesaan dan perkotaan untuk saling menginspirasi, berbagi informasi, dan bersolidaritas. Dimulai dengan membentuk Barudak RMI di tahun 2008, Komunitas Jejak Ramah Bumi (Jerami) 2011, Relawan 4 Life 2014, hingga menginisiasi ruang konsolidasi gerakan orang muda di tingkat nasional, bersama 18 organisasi lain, bernama Kaum Muda Tanah Air (KATA) Indonesia pada tahun 2021. Karena pengalaman tersebut, RMI seringkali dipercaya menjadi pemimpin beberapa program orang muda dari tingkat nasional hingga regional. Seperti, Suara Muda Nusantara dan Youth and Land Asia. Pada 2013, selain terlibat dalam proses Inkuiri Nasional yang dilaksanakan Komnas HAM mengenai konflik agraria di dalam Kawasan Hutan, RMI bersama Koalisi Hutan Adat mulai menyiapkan prosedur legal pengakuan Hutan Adat melalui sebuah riset aksi nasional di 13 komunitas Masyarakat Adat.
2015
Perjuangan panjang pengakuan hak-hak Masyarakat Adat Kasepuhan kemudian berujung pada ditetapkannya Peraturan Daerah Kabupaten Lebak Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pengakuan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Masyarakat Hukum Adat Kasepuhan (Perda Lebak no. 8/2015). Karena perluasan isu kerja ke arah agraria dan kerja-kerja pengorganisasian masyarakat yang dilakukan, sejak 2003 RMI menjadi anggota International Land Coalition yang menjadi ruang advokasi, peningkatan kapasitas, dan berbagi pembelajaran di tingkat global mengenai isu-isu agraria dan pertanahan.
2016 - Sekarang
Sejak 2016, RMI mulai mengembangkan kurikulum pendidikan kepemimpinan bagi orang muda yang bernama Short Course Relawan Lingkungan untuk Perubahan Sosial, yang kemudian berubah nama menjadi Spora, yang merepresentasikan semangat penyebaran dan regenerasi gerakan sosial dan lingkungan yang diharapkan RMI atas para peserta dan alumninya. Memanfaatkan Perda Lebak no. 8/2015, RMI juga memfasilitasi pengembalian Hutan Adat yang dimungkinkan oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012, Hutan Adat Kasepuhan Karang yang difasilitasi RMI menjadi satu dari delapan Hutan Adat Pertama yang dikembalikan pemerintah. Hingga saat ini, telah ada lima Hutan Adat yang dikembalikan kepada Masyarakat Adat Kasepuhan di Kabupaten Lebak atas fasilitasi RMI bersama Koalisi Hutan Adat.