Demokrasi dalam Kacamata Masyarakat Adat

Perjuangan kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945 telah menjadi tonggak sejarah yang menandai perjuangan tokoh bangsa dalam mewujudkan nilai-nilai demokrasi dalam tatanan negara Indonesia. Hal ini tercermin dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar” menunjukan posisi Indonesia sebagai negara demokrasi. Kedaulatan rakyat ini memperlihatkan bahwa rakyat merupakan pemegang kekuasaan tertinggi yang diimplementasikan salah satunya melalui mekanisme pemilihan umum di Indonesia. Prinsip utama yang dipegang erat dalam proses demokrasi tersebut antara lain persamaan hak, kebebasan berpendapat, kebebasan pers, dan perlindungan terhadap hak asasi manusia (Redaksi Ilmiah, 2024) 

Keberagaman budaya di Indonesia mempengaruhi cara masyarakat dari berbagai daerah dalam mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi, terutama dalam proses pengambilan keputusan dan partisipasi politik. Pada konteks Masyarakat Adat, terdapat nilai-nilai yang telah diturunkan dari generasi ke generasi yang akhirnya mempengaruhi aspek sosial, budaya, dan politik mereka. Negara pun perlu untuk mengakui secara politik dan hukum bagi masyarakat adat dalam menjalankan hak-hak tradisionalnya (Zazili, 2012).

Demokrasi deliberatif menjadi pola yang lebih dikenal dalam konteks masyarakat adat, di mana proses pengambilan keputusan didasarkan pada diskursus publik dan musyawarah. Proses yang dilakukan melibatkan berbagai macam pihak terpilih dengan mengedepankan kepentingan kolektif (Lubbi, 2021). Musyawarah untuk mufakat dan aklamasi akhirnya lebih sering digunakan dibandingkan menggunakan mekanisme voting. Meskipun secara mekanisme demokrasi pada umumnya berbeda, namun nilai-nilai partisipasi dan proses musyawarah yang didasarkan pada kepentingan bersama menunjukan bahwa nilai-nilai demokrasi tetap mengakar pada masyarakat adat.

Pengakuan politik dan hukum bagi Masyarakat Adat oleh negara, salah satunya diberikan kepada masyarakat adat di Papua Pegunungan. Negara melalui  Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 47-81/PHPU.A-VII/200 memberikan pengakuan atas sistem pemilu noken yang didasarkan nilai budaya dan kearifan lokal masyarakat dalam proses pengambilan keputusan. Mekanisme yang dilakukan yaitu dengan cara musyawarah mufakat atau berdasarkan keputusan kepala suku dalam memilih calon tertentu. Hal ini merupakan bentuk kedaulatan rakyat menurut masyarakat di Papua Pegunungan yang dilakukan dengan sistem kesepakatan warga atau aklamasi (Lubbi, 2021). 

Pengakuan terhadap sistem pemilu noken di Papua Pegunungan oleh Mahkamah Konstitusi adalah upaya untuk mencegah timbulnya konflik diantara kelompok-kelompok masyarakat setempat yang dapat mengancam harmoni di masyarakat. Meskipun mendapat kritik bahwa setiap orang seharusnya memiliki hak dipilih dan memilih secara langsung, pengakuan ini mencerminkan upaya negara untuk memahami dan menghormati nilai-nilai kultural yang hidup di masyarakat.

Di tingkat pemerintah daerah, Bali memiliki peraturan sendiri mengenai mekanisme Desa Adat yang tertuang dalam Perda Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat. Melalui peraturan ini masyarakat memiliki kekuasaan dalam membentuk serta menetapkan peraturan berlandaskan hukum adat yaitu lainya disebut dengan Awig-Awig serta Pararem yang pembentukanya dilakukan dengan cara musyawarah mufakat atau di Bali sering disebut dengan Paruman (Winjaya dan Windia, 2023). Hal ini memungkinkan nilai-nilai demokrasi untuk diintegrasikan dengan kearifan lokal dan tradisi adat sehingga dapat mewujudkan  sistem demokrasi dengan tetap berpijak pada keunggulan kebudayaan daerah (Suacana, 2015).

Pada tingkat komunitas lokal, proses pengambilan keputusan juga seringkali dilakukan berdasarkan keputusan bersama melalui musyawarah mufakat. Salah satunya  dilakukan oleh suku Uma Hun di Desa Doka Nikisi’e, Nusa Tenggara Timur, yang tetap mempertahankan nilai-nilai adat dalam berkehidupan bernegara. Mane Maksain (tetua adat) memiliki kewenangan dalam memimpin musyawarah bersama ketika ada permasalahan yang terjadi (Seran dan Widihastuti, 2022). Mekanisme Restorative Justice dilakukan dalam proses peradilan yang mengundang pihak-pihak berwenang untuk menentukan tindakan yang diberikan dengan mengutamakan keadilan bersama. Mekanisme ini juga banyak dilakukan di masyarakat adat yang lain sesuai dengan kebutuhan dan kearifan lokal yang dipegang oleh masyarakat bersangkutan.

Namun, tantangan masih muncul dalam proses demokrasi lokal. Misalnya, dalam pemilihan Bendesa Adat (pemimpin tertinggi di desa adat) di Bali, partisipasi seluruh masyarakat desa belum terjamin, dan masih terdapat ketidaksetaraan gender dalam pengambilan keputusan (Suacana, 2015). Di sisi lain, di beberapa wilayah seperti Desa Doka Nikisi’e, peran perempuan dalam pengambilan keputusan masih terbatas, bahkan dalam konteks masyarakat matrilineal sekalipun (Seran dan Widihastuti, 2022). 

Kritik juga muncul terhadap beberapa aspek demokrasi lokal, seperti noken di Papua Pegunungan, yang dianggap bertentangan dengan prinsip demokrasi yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (Ramadhan, 2022). Namun tidak bisa dipungkiri bahwa nilai-nilai yang masyarakat adat pegang diwariskan secara tidak tertulis. Maka dari itu pengakuan terhadap masyarakat yang memiliki struktur dan hukum yang berbeda perlu dilakukan. Hal ini menegaskan bahwa kebutuhan masyarakat bukan hanya konstitusi tertulis. Konstitusi harus bisa mengakomodasi unsur-unsur hukum tertulis dan tidak tertulis sehingga dapat mewujudkan demokrasi yang inklusif dan berkeadilan di Indonesia. (Zazili, 2012).

Referensi:

Lubbi, Muhammad Malikul. (2021). Analisis Sistem Pemilihan Umum Noken di Provinsi Papua dalam Prinsip Demokrasi dan Sistem Hukum Nasional. Jurnal Dharmasisya.  Vol 1, No.2. 

Ramadhan, Muhammad Nur. (2022). Pengakuan dan Implementasi Hak Pilih Masyarakat Adat dalam Pemilihan Umum di Indonesia. Jurnal Bawaslu Provinsi Kepulauan Riau. Vol 4, No.2. 

Redaksi Ilmiah. (2024). Dimana Titik Temu Antara Konsep Musyawarah Dan Konsep Demokrasi. Diakses 23 03, 2024, dari ilmiah.id:

https://ilmiah.id/dimana-titik-temu-antara-konsep-musyawarah-dan-konsep-demokrasi/

Suacana, I Wayan Gede. (2015). Nilai-Nilai dan Parameter Demokrasi dalam Kehidupan Masyarakat Bali. Jurnal Kajian Bali. Vol 5, No.1.

Seran, JK; & Widihastuti, S. (2012). Studi tentang Pengambilan Keputusan Adat dalam Musyawarah Suku Uma Hun. Jurnal Kajian Mahasiswa PPKn. Vol 11, No 2. 

Wijaya, IPS; & Windia, IW. (2023). Implementasi Sistem Musyawarah Mufakat dalam Pemilihan Bendesa Adat di Desa Adat Pecatu.  Jurnal Kertha Semaya. Vol 11, No.4.

Zazili, Ahmad. (2012). Pengakuan Negara Terhadap Hak-Hak Politik (Right to Vote) Masyarakat Adat dalam Pelaksanaan Pemilihan Umum. Jurnal Konstitusi. Vol. 9, No. 1. 

Penulis: Hanifah Nur Hidayah

Editor: Siti Marfu’ah