Pengumuman Seleksi – SPORA Relawan Lingkungan untuk Perubahan Sosial (Batch 5)

Terima kasih atas antusias kaum muda yang telah mendaftarkan diri pada SPORA, Relawan Lingkungan untuk Perubahan Sosial Batch ke-5. Setelah melalui proses seleksi, telah terpilih 30 kaum muda yang memenuhi kualifikasi untuk mengikuti kegiatan ini:

  1. Rifky Putra Kurniawan (Universitas Padjadjaran)
  2. Fitri Widya Utami (Universitas Indonesia)
  3. M. Khoirul Imamil M (Universitas Gadjah Mada)
  4. Analia Nur Shasanti (UNISBANK)
  5. Novita Sari (Universitas Jambi)
  6. Muhammad Udhian Sidqi (Universitas Brawijaya)
  7. Siti Sopariah (Universitas Sultan Ageng Tirtayasa)
  8. Elif Ivana Hendastari (Universitas Institut Pertanian Bogor)
  9. Jenly Haurissa (Universitas Papua)
  10. Ahmad Hazim Fakhri (Universitas Syiah Kuala )
  11. Sucia Lisdamara Yulmanda Taufik (UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten)
  12. Qaedi Zulfahmi (Universitas Pendidikan Indonesia)
  13. Heri Prasetyoning Tias (Universitas Airlangga)
  14. Yeti Khusnul Khotimah (Universitas Sultan Ageng Tirtayasa)
  15. Erlangga Yoga Hutama (Universitas Trisakti)
  16. Ari Zonanda (Universitas Syiah Kuala)
  17. Ainun Sholikhatul Fatimah (Universitas Sebelas Maret)
  18. Adella Zahra (Universitas Negeri Jakarta)
  19. Anggi Nopitasari (IAIN Syekh Nurjati Cirebon)
  20. Alfina Damayanti (Universitas Institut Pertanian Bogor)
  21. Solehudin (Universitas Jenderal Achmad Yani)
  22. Zidan Fachrisyah (Universitas Nasional)
  23. Nabila Ulayya Nurbani (Universitas Bina Nusantara)
  24. Anisa Jasmine Putri Prabowo (UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta)
  25. Donna Setiawan (Politeknik LPP Yogyakarta)
  26. Jeki Anderson Nababan (Politeknik Ahli Usaha Perikanan)
  27. Ikaf fandulu (Kompilasi Ujungkulon)
  28. Intan Nurhidayati (Universitas Sultan Ageng Tirtayasa)
  29. Ridadiyanah (Universitas Diponegoro)
  30. Ikhsan Mustaqim (Universitas Diponegoro)

Selamat untuk peserta yang terpilih! Untuk kalian yang belum masuk ke dalam list penerima beasiswa jangan berkecil hati, karena kalian dapat mencoba untuk mendaftarkan diri pada SPORA Batch selanjutnya!

Terkait teknis pelaksanaan short course ini, perlu disampaikan kembali beberapa hal berikut ini:

  • Calon peserta diwajibkan untuk mengikuti pertemuan online yang akan dilaksanakan pada tanggal 30 Agustus 2022 pukul 19.00 WIB.
  • Beasiswa yang diberikan hanya meliputi transport lokal antara kantor RMI dan lokasi short course serta akomodasi dan berbagai keperluan selama pelaksanaan short course. Transportasi dari domisili masing-masing menuju dan dari kantor RMI tidak ditanggung.
  • Bagi peserta yang berasal dari luar Jabodetabek diharapkan tiba di Bogor pada Jumat, 05 Agustus 2022 karena kegiatan akan dimulai pada pagi hari Sabtu, 06 Agustus 2022. RMI menyediakan tempat menginap seadanya di kantor RMI bagi yang telah berada di Bogor sejak tanggal 05 Agustus 2022 (harap membawa peralatan tidur seperti sleeping bag dan obat anti nyamuk). RMi juga menyediakan tempat untuk menginap pada tanggal 11 Agustus 2022 (di kantor RMI) bagi seluruh peserta yang ingin melanjutkan ke kegiatan Green Camp.

Pendaftaran Beasiswa SPORA (Batch V) – Kursus Singkat Relawan Lingkungan untuk Perubahan Sosial

Persoalan sosial-lingkungan yang terjadi di Indonesia sangat beragam dan dapat kita telusuri dari berbagai surat kabar, TV dan juga media sosial. Persoalan mahal dan langkanya minyak goreng, konflik masyarakat adat dengan perusahaan, banjir dan longsor akibat penebangan liar, sampai isu perubahan iklim adalah sebagian dari contoh-contoh  tersebut. 

Berita-berita yang muncul hampir setiap hari itu merupakan puncak dari gunung es, dan penyebabnya sering kali tidak tampak.   Untuk memahami penyebabnya, kita perlu menggali lebih dalam kejadian tersebut, serta mampu untuk menghubungkan berbagai isu yang menjadi penyebabnya sehingga kemudian gambaran besarnya tercipta. 

RMI – The Indonesian Institute for Forest and Environment adalah organisasi non-profit yang berdiri pada tahun 1992 di Bogor. Salah satu tujuan RMI adalah mengembangkan model-model pengelolaan kekayaan alam berbasis partisipasi masyarakat sekitar, melalui prinsip-prinsip keadilan, inklusivitas, dan keberlanjutan. Salah satu fokus RMI tertuju kepada anak muda, sebagai pemegang keputusan masa kini dan masa depan,  serta pelaku aktif bagi perubahan di masyarakat. Dalam memberikan pemahaman menyeluruh kepada anak muda terkait isu sosial dan lingkungan, RMI memberikan model-model pendidikan kritis dan kontekstual. Salah satunya adalah SPORA yang ditujukan untuk anak muda usia 17-25 tahun.

SPORA sendiri merupakan kelanjutan dari pelatihan RMI yaitu short course “Relawan Lingkungan untuk Perubahan Sosial” yang merupakan model pembelajaran untuk anak muda yang dikembangkan oleh RMI  sejak tahun 2016 dan telah menghasilkan 80 alumni yang bekerja di bidangnya masing-masing, dengan tetap memelihara semangat untuk melakukan perubahan sosial dan lingkungan di tempat kerjanya masing-masing.

Melalui SPORA peserta diajak untuk berpikir kritis, sistematik dan menyeluruh dalam menganalisa persoalan-persoalan di lingkungan sekitar.  Peserta berasal dari latar belakang perkuliahan, asal dan pengalaman lapang yang berbeda akan memperkaya diskusi-diskusi yang terjadi dan membuka pandangan masing-masing akan alternatif-alternatif pemecahan masalah yang ada. 

Agak berbeda dengan kegiatan serupa yang biasanya terkesan serius dan monoton, SPORA didesain agar berjalan menyenangkan dan kontekstual (dekat dengan kondisi sesungguhnya), dengan menggunakan kombinasi metode pembelajaran lewat kuliah, permainan, diskusi kelompok, waktu untuk merefleksikan pengetahuan, lewat menonton film dan team building yang seru.

Pada batch V, SPORA akan diadakan selama 5 hari penuh (6-10 Agustus 2022) di Bogor. Peserta yang lulus SPORA akan diberikan kesempatan untuk mengikuti acara GREENCAMP yang akan diadakan di lokasi masyarakat adat Kasepuhan Pasir Eurih di Desa Sindanglaya, Kecamatan Sobang, Kabupaten Lebak   pada tanggal 12-15 Agustus 2022). Peserta yang lulus SPORA secara otomatis akan difasilitasi oleh RMI untuk berkegiatan melalui gerakan Relawan 4 Life.

Tujuan

  • Meningkatkan pengetahuan peserta terkait isu lingkungan, ekonomi, politik dan sosial budaya.
  • Meningkatkan daya kritis peserta dalam menganalisa dan menghubungkan persoalan-persoalan sosial dan lingkungan.
  • Melakukan perekrutan dan memperkuat gerakan Relawan 4 Life sebagai gerakan anak muda di isu sosial dan lingkungan.
  • Memperkuat gerakan sosial melalui pemagangan Relawan 4 Life di LSM-LSM  sosial dan lingkungan

Waktu dan Lokasi

SPORA akan diadakan pada hari Sabtu sampai Rabu, tanggal 6-10 Agustus 2022 di Hotel GG House – Happy Valey, Kampung Cibogo II 423, Bogor, Jawa Barat.

Materi dan Pembahasan

  • Pengenalan diri dan kepemimpinan pribadi
  • Gender dan inklusi sosial
  • Bias, stereotyping dan interseksionalitas
  • Etika lingkungan
  • Ekologi politik
  • Gender dalam pengelolaan sumber daya alam
  • Kebijakan dalam pengelolaan sumber daya alam
  • Kepemimpinan inklusif
  • Kemiskinan struktural
  • Observasi sosial dan praktek
  • Keberlanjutan dan resolusi konflik dalam pengelolaan sumber daya alam
  • Kerelawanan dan gerakan sosial

Beasiswa SPORA

Bagi peserta yang lulus seleksi, RMI akan memberikan beasiswa yang mengcover biaya akomodasi, konsumsi dan transportasi selama SPORA berlangsung (tidak termasuk biaya perjalanan menuju dan dari Kantor RMI ke rumah, dan pengeluaran-pengeluaran pribadi). 

Bagi institusi yang ingin mengikutsertakan staf/relawannya pada SPORA secara khusus akan dikenakan biaya sebesar Rp 5.000.000/orang untuk mensubsisidi beasiswa kegiatan ini. 

Kepesertaan 

Jumlah peserta maksimal 25 orang.

Persyaratan

  • Usia 18-25 tahun, berstatus mahasiswa/i atau aktif di komunitas
  • Memiliki komitmen yang kuat untuk menjadi agen perubahan sosial
  • Memiliki keadaan fisik dan psikis yang baik, yang tidak menjadi penghalang dalam berkegiatan
  • Terkait COVID-19, calon peserta sudah mendapatkan 3x vaksin (termasuk dosis booster).  Bila belum mendapatkan 3x vaksin maka perlu dibuktikan dengan hasil negatif rapid antigen satu hari sebelum pelaksanaan kegiatan
  • Melengkapi berkas isian formulir pendaftaran secara online di https://bit.ly/PendaftaranSPORA
  • Membuat esai dengan tema “Anak Muda dan Gerakan Sosial-Lingkungan” yang sesuai dengan pengalaman dan pengetahuanmu sebanyak 500-800 kata (format dalam bentuk pdf atau word). Isi dari esai dapat dikembangkan sesuai minat isu pilihan calon peserta. Plagiarisme pada esai akan menyebabkan esai digugurkan secara otomatis. Esai diupload pada formulir pendaftaran online

Pengumuman Penerimaan

Setelah berkas pendaftaran diterima oleh panitia, panitia akan mengadakan seleksi dan memilih calon peserta beasiswa untuk mengikuti SPORA. Batas pendaftaran pada hari Minggu, tanggal  24 Juli 2022. Pengumuman akan dilakukan lewat website RMI https://rmibogor.id/ pada hari Jumat, tanggal 29 Juli 2022.

Pertemuan dan Commitment Fee

Peserta akan diundang untuk mengikuti pertemuan online (zoom) untuk mendapatkan penjelasan mengenai SPORA pada tanggal 30 Juli 2022.

Calon peserta beasiswa kemudian akan diminta untuk membayarkan commitment fee sebesar Rp 250.000 paling lambat pada hari Rabu, tanggal 3 Agustus 2021. Commitment fee ini akan dikembalikan jika peserta dinyatakan lulus SPORA. Dan sebaliknya, apabila peserta mengundurkan diri atau dianggap tidak lulus maka commitmen fee dianggap hangus sehingga panitia tidak melakukan pengembalian. 

Fasilitas

Bagi seluruh peserta SPORA, panitia akan menyediakan akomodasi dan konsumsi selama pelatihan (transportasi dari tempat peserta ke lokasi pelatihan atau sebaliknya, ditanggung peserta). Apabila ada training kit atau copy materi dari narasumber, akan diberikan saat pelatihan berlangsung. Panitia akan memberikan sertifikat pelatihan. Panitia akan memberikan e-sertifikat kepada peserta yang telah lulus kegiatan SPORA.

Persyaratan Kelulusan

  • Mengikuti keseluruhan rangkaian kegiatan dari awal sampai selesai.
  •  Tidak melakukan pelanggaran norma yang dikategorikan berakibat merugikan orang lain maupun diri sendiri, selama kegiatan berlangsung.

Untuk seluruh calon peserta beasiswa SPORA 5 diwajibkan untuk mengikuti akun Instagram RMI @RMI.id dan Relawan 4 Life @Relawan4Life. Untuk informasi lebih lanjut silahkan kunjungi website RMI pada link berikut https://bit.ly/SPORABatch5 

Narahubung 

0896 7139 3467 (Ajeng) 08111 166 507 (Dinah) 

#KursusSingkatRelawanLingkunganuntukPerubahanSosial #HAMdanLingkungan #SPORA5 #ShortCourse #KaumMuda #SPORARMI #SPORA2022 

Upaya Mengenali Diri dan Kaitannya dengan Kepemimpinan Pribadi

Lebih mengenal dan memahami diri merupakan suatu tantangan bagi individu yang berkegiatan dengan lembaga maupun komunitas yang bergerak dalam kerja-kerja sosial. Tanpa disadari, upaya untuk lebih mengenali diri tidak jarang tertinggal atau bahkan tersingkirkan di tengah-tengah kerja sosial yang dinamis. Sedangkan proses mengenali diri, di sisi lain, dapat membantu mengatasi kelemahan serta memetakan potensi diri yang kita miliki–untuk kemudian dioptimalkan dalam kerja-kerja bersama di komunitas. 

Penguatan kapasitas, baik secara individual maupun organisasional, menjadi hal yang sangat dibutuhkan oleh ketiga komunitas yang tergabung dalam inisiatif Kampung Katong (Simpasio Institute, Kolektif Videoge, dan Lakoat.Kujawas) karena berkaitan dengan kebutuhan regenerasi dan pendalaman cakupan kerja di dalam internal komunitas mereka sendiri. Selama inisiatif Kampung Katong ini berjalan hingga tahun 2023, kegiatan Pelatihan Kepemimpinan akan dilaksanakan sebanyak tiga kali. Pelatihan akan disampaikan dengan materi-materi pendukung yang berkaitan dengan peningkatan kapasitas kepemimpinan dalam beberapa tingkatan yakni; level pribadi pada Pelatihan Kepemimpinan 1, level penggerak organisasi Pada Pelatihan Kepemimpinan 2, dan level sistemik pada Pelatihan Kepemimpinan 3.

Kali ini kegiatan Pelatihan kepemimpinan 1 diselenggarakan di Larantuka, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur. Dilaksanakan selama lima hari, Pelatihan Kepemimpinan 1 yang telah ditujukan untuk meningkatkan pemahaman akan diri pribadi secara lebih mendalam dan memahami posisi pribadi dalam gerakan sosial dan meningkatkan semangat kerja kolektif untuk kemajuan komunitas yang selama ini telah menjadi nafas utama dalam aktivitas rutin ketiganya.

Perkenalan dan Refleksi terhadap Kerja di Komunitas

Kegiatan pelatihan dimulai pada tanggal 22 Mei 2022, di mana ketiga komunitas pada akhirnya bertemu kembali setelah sebelumnya melakukan kegiatan Residensi selama satu minggu di Mollo (lokasi Lakoat.Kujawas) pada bulan Maret 2022 lalu. Meskipun  ketiga komunitas yang tergabung dalam inisiatif Kampung Katong berasal dari wilayah yang berbeda-beda, tidak menghalangi pembelajaran yang didapatkan selama prosesnya. Beberapa sesi dalam pelatihan justru disusun untuk mempelajari keberagaman latar belakang sosial-budaya dan saling mengapresiasi kerja-kerja komunitas–termasuk pembelajaran yang diperoleh sejauh ini.

Beragam kisah, budaya, dan pengalaman dituangkan oleh setiap peserta pelatihan melalui metode perkenalan di hari pertama. Penggunaan metode “Kita pung box” atau dalam bahasa Indonesia berarti “Kotak Kepunyaan Saya” menjadi media perkenalan peserta yang sangat menarik. Dimulai dengan memberikan hiasan menggunakan spidol, krayon, potongan koran dan majalah bekas, hingga menggunakan bunga serta dedaunan yang ada di sekitar Biara Susteran PRR Weri yang menjadi lokasi dilaksanakannya pelatihan. 

Setelah memperindah box yang sudah disediakan, semua peserta mempresentasikan hasil karya mereka seraya memperkenalkan diri dengan cara yang unik dan kreatif. Marto salah seorang peserta pelatihan dari komunitas Teater SiapaKita Labuan Bajo (salah satu jejaring Kolektif Videoge) menceritakan bahwa proses pengenalan dirinya relevan dengan unfolding theory (salah satu metode pembawaan alur cerita dalam teater/drama). Dia berkata bahwa pada saat membuka satu lapisan dalam diri, pasti tidak akan langsung terbuka karena akan ada lapisan-lapisan lain setelahnya. Selain memperkenalkan diri kepada peserta lain, adapun peserta pelatihan yang membagi kisah hidup yang dialami hingga ia bisa bertahan sampai hari ini. 

Refleksi yang dilakukan selama proses pembuatan “Kita pung box” menjadi pembelajaran tersendiri, selain dapat dijadikan proses pengenalan diri bagi peserta pelatihan. Aden dari Kolektif Videoge memaparkan bahwa pembelajaran yang diterima melalui penggunaan metode “Kita pung box” dapat memunculkan pemikiran, informasi, dan perasaan yang mungkin selama ini hanya dipendam dalam diri sendiri. Mengenali kelebihan diri dan mempersiapkan masa depan. Hal itu pula yang nantinya akan sangat berdampak pada kerja-kerja di komunitas: dengan lebih memahami diri sendiri dan makin munculnya keterbukaan di antara anggota komunitas pastinya akan memudahkan apa yang sedang diusahakan.

Proses Pengenalan Diri dan Kepemimpinan Pribadi (Stereotip dan Bias Implisit)

Dalam menjalani proses pengenalan diri, perlu adanya alat bantu yang digunakan untuk mendalami diri dan merefleksikan segala hal yang telah maupun telah dilalui. Salah satu alat bantu yang digunakan di sini yaitu mengenal kepribadian melalui tes Myers-Briggs Type Indicator (MBTI). 

Untuk mengikuti tes MBTI ini, setiap peserta diminta untuk memberikan nilai pada pernyataan yang telah disediakan sebelumnya. Melalui pernyataan tersebut akan menghasilkan beberapa indikator tipe kepribadian yang diantaranya berisi Ekstrovert/Introvert, Intuitive/Sensing, Feeling/Thinking, dan Perceiving/Judging.

Walaupun hasil dari tes MBTI belum tentu akurat, tes MBTI ini dapat menjadi salah satu jalan pembuka untuk mengidentifikasi potensi dan mengenal diri lebih dalam. Menanggapi hasil tesnya,  Retha dari SimpaSio Institut berpendapat bahwa banyak tips yang perlu dipahami terlebih dahulu dan jangan langsung diterima begitu saja. Dari penjelasan MBTI, ada penjelasan mengenai kelebihan dan kekurangan diri serta bagaimana memperbaikinya. Namun menurutnya kepribadian tidak akan berhenti di satu titik. Pembelajaran yang telah dilalui selama ini dapat mempengaruhi kepribadian kita kedepannya. 

Lain halnya dengan pendapat yang dipaparkan oleh Ari dari Lakoat.Kujawas. Ia memberikan tanggapan bahwa setelah melihat tips yang diberikan melalui modul, masing-masing individu semakin sadar dan mengetahui potensi serta batasan-batasan yang mungkin ada dalam diri. Melalui tes kepribadian yang telah dilakukan, hasilnya cukup merepresentasikan kepribadian dan apa yang dirasakan setiap anggota komunitas.

Selanjutnya, upaya untuk lebih memahami dan melihat potensi diri di dalam komunitas terkonfirmasi melalui diskusi yang dilakukan bersama dengan anggota komunitas masing-masing. Banyak pembicaraan menarik yang disampaikan oleh tiap-tiap komunitas. Di dalam kelompok, mereka saling bergantian memberikan masukan berdasarkan contoh sehari-hari serta mengkonfirmasi penjelasan dan tips yang dituliskan di dalam modul MBTI. 

Untuk dapat memimpin sesuatu, kita perlu menjadi pemimpin untuk diri kita sendiri. Oleh karenanya selain mengenali diri sendiri, seorang pemimpin hendaknya mampu memahami realita sosial dan tantangan-tantangan yang hadir dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu tantangan tersebut mewujud ke dalam stereotip dan bias implisit yang terbentuk sedari dulu di tengah-tengah masyarakat. Dalam pelatihan kali ini, disinggung pula bagaimana stereotip dan bias implisit telah disematkan kepada seseorang sejak masih berada di usia dini, hingga berkembang ketika dewasa. Melalui teori interseksionalitas, diskriminasi beserta keistimewaan pada ras tertentu, jenis kelamin, agama, gender, usia, etnis, atau karakteristik lainnya. 

Selama kegiatan berlangsung, semua peserta saling memberikan pendapat terkait stereotip yang terjadi disekitar mereka maupun yang mereka rasakan sendiri. Ari dari Lakoat.Kujawas mengungkapkan bahwa ia sempat beranggapan bahwa semua idol yang berasal dari Korea Selatan pasti melakukan operasi plastik. Namun operasi plastik yang marak dilakukan oleh idol-idol Korea kebanyakan datang dari wilayah luar yang pada akhirnya mempengaruhi standar kecantikan di negara tersebut. Ditambah lagi dengan pemasukan Korea Selatan yang lebih banyak datang dari bidang hiburan yang menambah penggunaan jasa operasi plastik. Melalui diskusi yang telah dilakukan mengenai stereotip dan bias implisit, seluruh peserta akan mengonfirmasikan beberapa hal secara langsung dengan turun ke lapangan dan melakukan observasi sosial.

Sementara Eda dari SimpaSio Institut menceritakan tentang stereotip yang diperlihatkan kepada masyarakat di Indonesia timur. Pelabelan tersebut dapat dilihat melalui film-film yang sempat beredar. Banyak film-film tentang masyarakat Indonesia timur yang hanya menggambarkan potret-potret kemiskinannya saja. Eda melanjutkan bahwa sistem pendidikan yang terlalu Jawa sentris pada akhirnya berdampak pada masyarakat di timur yang kurang memahami konteks kesejarahan yang ada di tempat masing-masing. Akibat dari pelabelan atau stereotyping yang terjadi akan berpengaruh pada cara membangun relasi dengan komunitas lain.

Melihat dan Mempelajari Keadaan Sekitar dengan Observasi Sosial

Setelah mengikuti materi tentang kepemimpinan pribadi yang berkaitan dengan stereotip dan bias implisit, seluruh peserta melanjutkan kegiatan dengan mengikuti observasi sosial yang tersebar di lima titik. Secara berkelompok, ada peserta yang melakukan observasi sosial di Pelabuhan Larantuka, Pelabuhan Tradisional (masyarakat Melayu pesisir), menyambangi kelompok tenun Waibalun (Lamaholot), mengobservasi keadaan Pasar Inpres, dan mengunjungi komunitas transpuan yang ada di Lebao. 

Semua peserta pelatihan yang mengikuti observasi sosial saling bertukar pembelajaran tentang apa yang berbeda dari tempat asal mereka dan bekerja sama untuk mendapatkan informasi yang nantinya akan dipresentasikan kepada peserta lainnya. 

 Dokumentasi oleh Toni (Lakoat.Kujawas)

Citra dari Kolektif Videoge, yang merupakan anggota kelompok yang melakukan observasi di Pasar Inpres Larantuka, bercerita tentang apa yang ia lihat dan pelajari selama melakukan observasi. Ia bercerita bahwa pasar tersebut identik dengan payung berwarna-warni dan di dalamnya tersimpan beberapa hal yang cukup menarik. Adapun perbedaan antara pasar yang ada di tempat asalnya (Labuan Bajo) dengan Pasar Inpres yang ada di Larantuka yaitu komoditas yang diperjualbelikan di Pasar Inpres terasa lebih beragam: mulai dari batang kecombrang yang ditanam oleh orang-orang Adonara, kerajinan tangan dari daun lontar, hingga kue-kue pasar yang menambah kemeriahan suasana Pasar Inpres. Selain itu, kebanyakan penjual yang ada di Pasar Inpres Larantuka adalah perempuan. Walaupun ada laki-laki yang ikut berjualan, jumlahnya tidak lebih banyak dari jumlah perempuan menggelar lapak di sepanjang Pasar Inpres.

Dokumentasi oleh Marto (Kolektif Videoge)

Selain mencari tahu apa-apa saja yang sekiranya berbeda dengan tempat asal, ada pula pembelajaran baru yang didapat oleh peserta setelah melakukan observasi. Salah satu kelompok observasi yang berkunjung ke Lebao, tempat Komunitas Ikwal (Ikatan Waria Larantuka) transpuan berada, diajak untuk mendiskusikan stereotip yang disematkan kepada transgender. Mereka berbincang tentang banyak hal mulai dari sejarah terbentuknya Komunitas Ikwal, perubahan tren pilihan pekerjaan kelompok transpuan di Larantuka, stigma dan stereotip masyarakat mengenai transpuan itu sendiri, hingga bagaimana pada akhirnya sebutan “oncu” atau dalam bahasa Indonesia memiliki arti “anak bungsu” digunakan oleh komunitas transpuan di Larantuka. 

Refleksi Kemiskinan Struktural dan Kerja Sama Kelompok

Pembelajaran tidak hanya berhenti di kegiatan observasi sosial. Setelah melakukan observasi sosial, semua peserta pelatihan diajak untuk memahami suatu kondisi sosial yang terjadi di tengah-tengah mereka dengan menggunakan metode permainan “Minta Dong” untuk lebih memahami mengenai persoalan kemiskinan struktural. Sebelum memulai permainan, fasilitator meminta persetujuan dari seluruh peserta yang ingin mengikuti permainan. Setelah mengukuhkan komitmen, mereka yang setuju ikut bermain tidak boleh keluar dari permainan dan diharuskan menerima konsekuensi apabila kalah dalam permainan. Namun untuk peserta yang tidak ingin bermain maka akan menjadi observer selama permainan berlangsung.

Sesi pertama pun dimulai, seluruh peserta diminta untuk mengambil 8 dari 4 jenis biji-bijian berbeda, yang telah disiapkan dan melakukan barter dengan peserta lain sambil menyebutkan kata “Minta dong!”. Namun selama ronde awal dimulai, seluruh peserta yang tengah melakukan barter belum diberitahu bahwa biji-bijian tersebut memiliki nilai yang berbeda antara satu dan lainnya. Permainan ini terbagi kedalam beberapa ronde untuk melakukan barter. Setiap berakhirnya ronde barter, poin dari tiap-tiap biji dihitung dan dijumlahkan. Barulah kemudian dilihat siapa yang mendapatkan poin paling rendah pada ronde tersebut. 

Setelah melalui ronde ketiga, barulah fasilitator menyampaikan bahwa setiap biji-bijian memiliki nilainya masing-masing. Setelah mengetahui bahwa ada perbedaan nilai, peserta yang mengikuti permainan mulai mencari cara untuk mendapatkan nilai tertinggi agar tidak kalah dalam permainan dan mendapatkan sanksi. Setelah permainan memasuki ronde terakhir, ada sedikit perubahan dalam cara bermain para peserta. Mereka yang sebelumnya saling berlomba untuk mendapatkan nilai tertinggi, mulai membagi rata nilai biji-bijian kepada seluruh peserta.

Diskusi dan refleksi kemudian dilakukan seselesainya permainan ini. Terkait dengan cara pandang melihat orang-orang yang dilabeli “kalah dalam permainan” serta kerja sama untuk membantu sesama peserta yang memiliki nilai paling rendah untuk menghindari kesenjangan. Adanya kecenderungan dari peserta dengan nilai yang tinggi untuk mempertahankan atau bahkan meningkatkan jumlah biji-bijiannya, meminta dari peserta lain yang kekurangan biji-bijian, juga menghindar ketika diminta barter. Salah satu refleksi utama dari permainan ini adalah bagaimana orang-orang yang kalah dalam permainan ini (si miskin) bukan karena tidak mau berusaha, melainkan karena adanya orang-orang yang “menang” (si kaya) yang terus menjalankan sistem sosial-ekonomi yang melanggengkan kondisi ini.

Penguatan Komitmen Peserta untuk Kerja-Kerja Bersama di Komunitas

Rangkaian kegiatan Pelatihan Kepemimpinan 1 diakhiri dengan melakukan penguatan komitmen dari seluruh peserta yang dilakukan di Pantai Asam Satu. Sebelum berangkat ke pantai, seluruh peserta diminta untuk menuliskan harapan dan komitmen berkaitan dengan komunitas mereka masing-masing. Setelah sampai di pantai, peserta yang mendapatkan giliran untuk membacakan harapan dan komitmen dikelilingi oleh peserta lain dengan memegang pundak atau kepala peserta sembari membacakan tulisan yang telah disiapkan sebelumnya. Setelah selesai membacakan komitmen serta harapan, peserta diminta untuk berlari ke arah pantai dan melompat ke dalam air sebagai simbol penguatan komitmen yang sebelumnya sudah mereka buat.

Setelah Pelatihan Kepemimpinan 1 selesai diselenggarakan, diharapkan seluruh peserta yang juga tergabung ke dalam inisiatif Kampung Katong ini mendapatkan pembelajaran terkait pengenalan diri dan kepemimpinan pribadi yang nantinya akan sangat dibutuhkan untuk menjaga semangat kerja kolektif yang tengah diusahakan oleh ketiga komunitas. Sampai bertemu di Pelatihan Kepemimpinan selanjutnya!

Penulis: Dinah Ridadiyanah

Editor: Supriadi

Kolaborasi Pengelolaan Lahan Antara Masyarakat Adat Baduy Dengan Masyarakat Lokal Di Kawasan Hutan

Baduy adalah salah satu masyarakat adat yang berada di Kabupaten Lebak provinsi Banten, tepatnya di Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar. Masyarakatnya masih teguh memegang pikukuh karuhun (tradisi leluhur) sebagai tuntunan perilaku kehidupan sehari-hari. Salah satu dari pikukuh tersebut adalah kewajiban warganya untuk ngahuma (menanam padi di ladang). Oleh karenanya ngahuma bagi orang Baduy bukan semata-mata aktivitas yang bersifat ekonomistik namun merupakan bagian kegiatan spiritual pada rukun wiwitan

Baduy sendiri mendiami wilayah ulayat seluas 5.101,8 Ha. Wilayah tersebut terbagi ke dalam beberapa bagian berdasarkan pikukuh yaitu hutan lindung atau yang mereka sebut sebagai leuweung tutupan (secara literal berarti hutan tutupan) seluas 3.000 Ha dan sisanya adalah pemukiman dan areal pertanian. Menurut BPS Kabupaten Lebak, populasi penduduk Baduy pada tahun 2020 mencapai 11.699 jiwa dan tersebar di 3 kampung Baduy dalam dan 64 kampung Baduy luar. Meskipun begitu, konon jumlah penduduk saat ini diperkirakan mencapai ± 15.000 jiwa.

Jumlah penduduk tersebut sangat tidak berimbang dengan luas lahan yang mereka miliki dan telah menjadi persoalan baru yang muncul di tengah-tengah kehidupan warga Baduy saat ini. Keterbatasan lahan pertanian di tanah ulayat memaksa mereka keluar dari tanah garapannya untuk mencari lahan yang bisa digarap untuk ngahuma. Berdasarkan data Desa Kanekes tahun 2018, kegiatan ngahuma warga Baduy telah tersebar di 11 kecamatan. Akses menggarap lahan mereka dapatkan melalui skema menyewa, menumpang, maro bahkan ada juga yang membeli dari orang lain.

Kegelisahan akan kekurangan lahan sudah beberapa kali disampaikan masyarakat Baduy secara langsung kepada pemerintah, salah satunya pada kegiatan seba yang setiap tahun mereka selenggarakan. Di hadapan Gubernur Banten dan Bupati Lebak, kondisi kekurangan lahan menjadi salah satu kebutuhan khusus yang disampaikan

Berdasarkan kondisi tersebut, pada tahun 2017 RMI melakukan kajian tentang lahan ngahuma Baduy yang mana hasil kajiannya menjadi dasar bagi RMI untuk melakukan proses pendampingan untuk mengatasi masalah kekurangan lahan bagi masyarakat Baduy. Pada tahun 2018 RMI mulai melakukan pendampingan dan proses tersebut berlangsung hampir 3 tahun lamanya. Salah satu yang menjadi kendala adalah lokasi yang dimohonkan sebagai area garapan Baduy berada di luar Desa Kanekes atau berada jauh dari tanah ulayat. Berbagai pendekatan kemudian dilakukan untuk mengakomodir kebutuhan mereka. Salah satunya melalui pembangunan kesepahaman dengan masyarakat lokal yang berada di kawasan hutan yang diusulkan–yang selanjutnya dituangkan dalam perjanjian tertulis antara Baduy dengan warga Pasir bitung. Untuk lahan yang diusulkan sendiri terletak di Desa Pasir Bitung Kecamatan Bojongmanik yang merupakan bagian dari area hutan produksi di bawah pengelolaan Perum Perhutani KPH Banten. Selanjutnya proses konsolidasi berlangsung melalui kerjasama antara Baduy dengan warga Pasir Bitung yang tergabung dalam Kelompok Tani Hutan (KTH) Bitung Raya dan Paguyuban Petani Baduy. 

Pada September 2021, KLHK melalui Dirjen PSKL menetapkan SK Kulin KK Baduy dan Pasir Bitung sebagai kelompok masyarakat yang secara resmi diberikan izin mengakses lahan di wilayah yang diusulkan. Untuk luas lahannya sendiri berdasarkan SK Kulin KK Nomor SK. 5401/MENLHK-PSKL/PKPS/PSL.0/3/2021 dan Nomor SK. 5400/MENLHK-PSKL/PKPS/PSL.0/3/2021 masing-masing memiliki akses lahan garapan seluas 121,02 Ha untuk Baduy dan 202,35 Ha untuk KTH Bitung Raya.

Namun pasca keluarnya SK tersebut tidak serta merta membuat warga Baduy dapat mengakses lahan secara langsung, selain lahan yang eksisting. Persoalan teknis di lapangan sempat menjadi ganjalan bagi Baduy untuk menggunakan haknya dalam mengakses lahan. Kondisi tersebut disebabkan oleh lamanya proses konsolidasi di lapangan serta warga belum sepenuhnya menyadari haknya dalam skema KulinKK. Perlu sosialisasi berulang-ulang untuk meyakinkan masyarakat Baduy maupun Pasir Bitung bahwa mereka telah resmi dapat mengakses lahan sesuai dengan aturan yang dituangkan dalam NKK dan SK Kulin KK yang sudah diterima. Baru pada Maret 2022 warga Baduy dan Pasir Bitung bersepakat untuk mulai mengakses lahan dengan memperjelas batas lahan garapan kedua kelompok tersebut lalu menandai batas-batas tersebut sesuai kesepakatan yang dibuat kedua belah pihak. 

Baduy sendiri dalam mengelola dan mengakses lahan memiliki cara khusus dimana pengelolaan lahan didasarkan pada adat dan tradisi mereka, termasuk soal waktu pembukaan lahan. Terdapat zona-zona larangan yang ditetapkan diantaranya sumber mata air atau dalam istilah mereka disebut hulu-hulu cai. 

Kolaborasi satu skema antara Masyarakat Adat Baduy dengan masyarakat lokal dalam satu hamparan merupakan sebuah pendekatan baru dalam pengelolaan lahan. Meskipun pada dasarnya masyarakat Baduy sudah terbiasa menggarap lahan di luar wilayah adatnya dan bercampur dengan masyarakat lokal; skema kulinKK ini semakin memperjelas status dan perlindungan hak-hak pengelolaan karena memiliki kekuatan hukum mengikat melalui SK yang diberikan. 

Masyarakat Baduy sendiri terkenal dengan kepiawaiannya menggarap lahan. Ketekunan dan kerja kerasnya dalam bercocok tanam menjadi salah satu alasan yang memperlancar penerimaan Baduy oleh masyarakat lokal dalam kolaborasi ini. Masyarakat Pasir Bitung sendiri berharap jika mereka bergandengan dengan Baduy dalam mengelola lahan akan menjadi stimulus bagi mereka untuk mengolah lahan secara serius agar hasil yang didapatkan maksimal seperti yang diperoleh masyarakat Baduy. Masyarakat Baduy di mata warga Pasir Bitung telah menjadi cerminan bagaimana aktivitas mengolah lahan secara sungguh-sungguh dapat menopang kesejahteraan mereka sendiri.  

Kini masyarakat Baduy dan Pasir Bitung tengah menyiapkan diri bersama untuk mengelola lahan diantaranya dengan melakukan identifikasi lahan untuk dilakukan distribusi kepada anggota serta identifikasi jenis tanaman yang cocok ditanam di lokasi/lahan tertentu, mulai dari sayuran sampai tanaman hortikultura. Tanaman-tanaman tersebut kemudian akan disesuaikan dengan tutupan lahan dan kondisi topografi tanah yang tersedia. Untuk Baduy sendiri, lahan tersebut akan digunakan untuk ngahuma yang nantinya pada masa bera (masa jeda dalam aktivitas bercocok tanam sebagai waktu bagi tanah untuk beristirahat dan mengembalikan kesuburannya) akan ditanami rempah-rempah dan hortikultura sebagai tanaman selingan yang turut menunjang pemenuhan kebutuhan hidup mereka.

Penulis: Fauzan Adima

Editor : Supriadi

Lowongan Kerja Staf Pengorganisasian Masyarakat (Community Organizer)

RMI adalah organisasi independen non profit yang berkantor di Bogor, Jawa Barat dan memiliki visi “terwujudnya kedaulatan rakyat, perempuan, dan laki-laki atas tanah dan kekayaan alam untuk mewujudkan sistem penghidupan berkelanjutan”. Informasi tentang RMI dapat dilihat pada website www.rmibogor.id

Untuk menunjang kegiatan-kegiatannya, terutama dalam pengelolaan pengetahuan lembaga, maka RMI membuka lowongan kerja pada posisi staf pengorganisasian masyarakat (community organizer) pada divisi Pengorganisasian Masyarakat. Posisi ini adalah posisi penuh waktu (full time) dan pelamar diharapkan bisa mulai bekerja secepatnya. 

Tugas

  • Memfasilitasi kelompok-kelompok di masyarakat (Kelompok Tani, Kelompok Perempuan, Kelompok Pemuda, dll) dengan fokus khusus pada kelompok perempuan
  • Mengidentifikasi dan mengembangkan potensi-potensi yang ada di masyarakat
  • Mengembangkan hubungan dan kerjasama dengan para pihak untuk mempercepat pencapaian program kerja lembaga
  • Membangun strategi pengorganisasian masyarakat
  • Melakukan dinamisasi kondisi di masyarakat terkait dengan program kerja lembaga
  • Membuat laporan kemajuan program secara periodik

 

Kualifikasi

  • Perempuan, maksimal usia 30 tahun
  • Pendidikan S1 dengan pengalaman kerja minimal 2 tahun, yang relevan dengan kerja-kerja pengorganisasian masyarakat
  • Terbiasa tinggal dan melakukan kerja-kerja di masyarakat
  • Sehat secara fisik dan psikologis
  • Mampu bekerja secara independent dan juga bersama team
  • Memahami isu-isu kesetaraan gender dan isu kemasyarakatan lain
  • Diutamakan bagi yang mampu berbahasa Sunda

 

Harap mencantumkan salary yang diharapkan dalam surat lamaran.

 

Berkas yang berisi surat lamaran dan CV harap dikirimkan paling lambat tanggal 29 April 2022 ke alamat email ajeng@rmibogor.id .Tuliskan subyek dalam format sebagai berikut: <Loker Staf Pengorganisasian Masyarakat>_Nama Pelamar

 

Hanya pelamar yang memenuhi syarat akan diikutsertakan pada tahapan selanjutnya dan RMI tidak melakukan hubungan komunikasi secara personal di luar skema lowongan kerja ini.

 

Pengembangan Sumber Daya Manusia melalui kopi

Pohon kopi merupakan salah satu tanaman yang paling sering ditemui di dalam kebun masyarakat Lebak, Banten, tak terkecuali di komunitas Masyarakat Adat Kasepuhan Cibarani. Terlepas dari berapa banyak kapasitas yang dimiliki, setiap unit keluarga hampir dipastikan memiliki tanaman kopi di kebunnya. Lebih luas lagi, keberadaan tanaman kopi terhampar di ekosistem Gunung Halimun-Salak. Kopi juga telah lama dimanfaatkan masyarakat Kasepuhan, baik untuk pemenuhan kebutuhan sendiri maupun sebagai produk komoditas yang dijual ke pasar-pasar lokal.

Hasil survey sosial-ekonomi (RMI tahun 2018) menunjukan bahwa komuditas kopi bukan termasuk dalam komoditas produktif yang utama. Dengan kata lain, kopi belum tergolong sebagai komoditas yang dikelola secara optimal, terlepas dari tujuannya kopi untuk pemenuhan sendiri atau dijual ke pasar. Petani kopi di komunitas ini seolah berada di kutub yang lain, ketika melihat fakta dalam skala yang lebih luas bahwa Indonesia tergolong dalam ketiga terbesar dunia sebagai produsen kopi.

Atas dasar itu, RMI dengan dukungan Indigenous Peoples and Local Community Conserved Areas and Territory (ICCA’s) melaksanakan Pelatihan Proses Panen dan Pasca Panen Kopi di Kasepuhan Cibarani, Desa Cibarani, Kecamatan Cirinten, Lebak, Banten, pada 31 April-2 Mei 2022. Pelatihan ini diikuti oleh empat orang perempuan dan 16 orang laki-laki.

Dari cangkir kopi belajar merasa dan menghargai kopi

Dilihat dari kesejarahannya, dari dulu hingga sekarang wujud biji kopi yang kita kenal begitu adanya. Lalu, perlahan dihantar pada dua jenis yang umum dijumpai di Indonesia, robusta dan arabika. Cara sederhana membedakan kedua jenis itu adalah dengan cara membaui aroma dan menyeruputnya. Robusta cenderung pahit, sementara arabika agak keasam-asaman. Agar dapat lebih mudah mengenali perbedaannya, Aswin Mahu, narasumber pelatihan kopi, menyeduh beberapa cangkir kopi untuk dicicipi para peserta.

Sedari awal memang disiapkan beberapa jenis biji kopi dari berbagai daerah seperti Gayo Aceh, NTT, Mandailing, Solok dan juga Ciwaluh.  Tak lupa juga ada kopi Cibarani yang menjadi sampel untuk belajar mengenali dari cita rasa dan aroma. Di sini, semua peserta diminta untuk mengadili dan berkomentar menurut pengalaman masing-masing pasca membaui dan menyesap sesendok kopi. Kerangkanya jelas untuk mencari tahu pada cangkir yang mana melaui indra perasa, hatinya terpikat.

Setelah menyesap kopi, peserta diminta berbagi cerita pengalaman tentang proses mengolah kopi. Ang Sunarya salah satu peserta bercerita, secara umum pengolahan kopi di Cibarani masih dengan cara tradisional. Ketika musim panen misalnya, untuk mengetahui sudah bisa dipanen atau belum, dengan cara disesap buah berinya. Menurutnya kalau sudah agak lunak dan agak manis berarti kopi sudah bisa dipanen. Lalu, petani memetik secara keseluruhan satu turus dahan kopi, alhasil buah biji kopi yang sudah matang dan masih mentah semuanya terpanen. Kondisi ini juga didasarkan pada batang kopi yang menjulang tinggi, sehingga jika yang dipetik yang merah saja, membuat petani berpikir dua kali untuk memetik sisa buah lainnya.

Narasumber mulai menjelaskan tentang proses panen kopi yang baik dan benar. Misalnya terkait masa panen kopi yang durasinya bisa sampai tiga bulan dan dilakukan pemetikan selama tiga kali. Hal ini dimaksudkan untuk belajar menghargai kopi pada level petani, sebelum kopi tersebut dihargai oleh pembeli/pasar.

Lebih lanjut, ia mengajukan pertanyaan paling dasar, kenapa harga kopi bisa berbeda-beda. Meskipun banyak faktor yang bisa mendongkrak harga kopi, sebut saja ketinggian dan varietas. Salah satu penentunya dilihat dari proses pengolahan pasca panen, dalam hal ini semestinya yang pertama mendapat perhatian adalah manusianya.

Kopi berkualitas dihasilkan dari Manusia berkualitas

Tak terelakan lagi jika sumber daya manusia yang berkualitas menjadi penentu utama atas produk-produk yang dihasilkan. Untuk itu, kerangka pelatihan ini bertujuan dalam pengembangan manusia. Kopi sebagai medium untuk menghantar pada pemahaman-pemahaman mendasar yang berhubungan dengan peningkatan kualitas dan kuantias hasil yang diproduksinya. Lebih jauh, harapnya dari sini masyarakat terpantik memiliki jiwa usaha melalui hasil hutan, meningkatkan pendapatan yang berujung pada kesejahteraan suatu komunitas. Mengingat modal komunitas sangat kuat dengan dukungan manufaktur seperti akses pada mesin-mesin pendukung dalam pengolahan kopi.

Kritiknya selalu berkutat pada keterbatasan manusianya dalam memanfaatkan alat-alat yang ada. Pelatihan model ini secara tidak langsung berkontribusi pada peningkatan kapasitas manusia yang mengurus bagian hulunya. Karenanya, prinsip dasar berhasil baiknya suatu komoditas tidak dapat dipisahkan dengan cara manusianya dalam memperlakukan dan atau mengolahnya.

Dalam konteks pengelolaan Hutan Adat dan Arean Konservasi Kelola Masyarakat, selain tanaman kopi dapat dimanfaatkan buahnya, sekaligus berfungsi baik sebagai resapan air. Selain tanaman kopi mensyaratkan adanya pohon penaung (diversity) di sekitarnya. Lebih jauh lagi, komunitas kasepuhan yang diberi kepercayaan dalam mengelola wilayahnya dapat menunjukkan cara kerja nyata dalam menjaga keseimbangan antara konservasi dan produksi. Terlebih ada dorongan dikelola secara kelompok dengan sistem kerja yang disepakati bersama.

Penulis: Abdul Waris

Editor: Siti Marfu’ah