Tetet…tetet…tetettt Tetet…tetet…tetetttttt, sayuuuuurr, sayuuuuurrr”! Begitulah bunyi dan teriakan tukang sayur saling bersahut-sahutan di kampung.
Suara khas klakson motor yang disertai teriakan tukang sayur hampir setiap pagi mengisi nuansa perkampungan di Kasepuhan Cibarani, Kecamatan Cirinten di Kabupaten Lebak, Banten. Bermula dari suara klakson motor itu pula penyebutan masyarakat terhadap tukang sayur keliling dengan istilah tetetet.
Bagi tukang sayur, ada rute yang sudah biasa dilalui berikut titik-titik yang menjadi tempat mangkal mereka. Setelah tukang sayur berhenti dan memarkirkan motor, umumnya ibu-ibu datang berkerubung, membentuk formasi setengah lingkaran. Berdasarkan pengamatan, selain belanja bawang-bawangan, tomat dan cabe, sayur segar juga menjadi incaran. Jumlah dan variasi belanjaan tentu saja disesuaikan juga dengan kondisi keuangan masing-masing orang.
Menyaksikan peristiwa ini berulang terjadi pada ruang dan waktu yang berbeda, sama halnya berdiri di ruang ambiguitas. Pasalnya, akses pada lahan subur cukup terbuka dan apabila dimanfaatkan, lahan tersebut dapat digunakan untuk memproduksi sebagian bahan pangan yang biasanya mereka beli dari tetetet.
Berangkat dari kegelisahan ini pada tanggal 30 Juni 2021 pendamping kelompok dari RMI mencoba mengajak ibu-ibu masyarakat Kasepuhan Cibarani, Kelompok PKK serta Kader Posyandu untuk berdiskusi. Tujuannya adalah untuk menggali hal-hal yang bisa dilakukan bersama untuk menekan pengeluaran belanja resiko dapur (istilah lokal untuk sembako).
Bak gayung bersambut, dari masyarakat sendiri kemudian muncul gagasan mengenai perlunya mengelola kebun pekarangan secara kelompok. Selain untuk tujuan mengurangi pengeluaran belanja resiko dapur, kebun pekarangan juga akan difungsikan sebagai cadangan pangan dan pemenuhan gizi keluarga. Pemenuhan gizi keluarga ini penting mengingat adanya catatan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Lebak merilis data mengenai angka gizi buruk (stunting) dimana Kecamatan Cirinten menempati urutan teratas dengan balita gizi buruk dengan angka 11,0 persen.
Dari penjelasan Kader Posyandu Kasepuhan Cibarani, sejauh ini kegiatan kader yang umum dilakukan adalah melalui pelaksanaan Bulan Penimbangan Balita (BPB). Masih adanya kekurangan-kekurangan pada kegiatan fasilitasi peningkatan kapasitas para kader terkait langkah-langkah kongkrit menuju perbaikan gizi keluarga dan balita. Umumnya kegiatan pendukung hanya berupa bantuan-bantuan bagi ibu dan anak seperti pemberian kacang-kacangan, telor dan susu. Namun, karena sifatnya sementara dan tidak rutin setiap hari, maka perlu solusi lain guna mengatasi permasalah seperti ini.
Narasi berbeda disampaikan Kelompok PKK, kelompok ini menyatakan pernah berkebun sekali dengan memanfaatkan bantuan dari Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten. Bantuan benih berupa bibit palawija diberikan berbarengan dengan bantuan-bantuan lainnya, seperti pelatihan budidaya jamur dan budidaya lele. Hasil dari berkebun menurut penjelasan ibu-ibu PKK cukup berlimpah, dari saking banyaknya dijual dengan harga murah. Sebagai contoh timun dijual Rp.500 /kg, sementara jika membeli di tetetet bisa mencapai harga 4-5 ribu/kg.
Kiranya tujuan berkebun bagi masyarakat Kasepuhan Cibarani perlu untuk lebih diperdalam, melebihi motivasi ekonomi semata. Kebutuhan gizi keluarga perlu lebih diutamakan terlebih dahulu, misalnya dengan menanam tanaman-tanaman yang dapat dikonsumsi pada skala rumah tangga. Selanjutnya barulah bila ada kelebihan produksi, maka produk dapat dilempar ke pasar untuk memperoleh keuntungan ekonomi.
Untuk merumuskan hal ini, maka diperlukan langkah –langkah perencanaan bersama antara masyarakat dan pendamping kelompok. Hal-hal yang perlu disepakati adalah seperti tata kelola lahan, pengaturan jenis-jenis tanaman yang disesuaikan dengan kalender musim, dan lainnya. Diskusi awal yang dilakukan pada bulan Juni ini merupakan awalan yang baik untuk membenahi konsep kemandirian pangan di Kasepuhan Cibarani.
Penulis : Abdul Waris
Editor: Indra N.H