Kompetisi Fotografi Peringatan Global Action Month 2022

Panggilan untuk kamu yang memiliki minat dalam bidang fotografi!

Di bulan November ini, Global Action Month kembali diadakan untuk memperingati diadopsinya Konvensi Hak Anak! Hal ini bertujuan sebagai upaya penyadaran atas pentingnya hak-hak anak atas lingkungan yang bersih, aman, dan sehat.

Untuk memeriahkan Global Action Month 2022 ini, RMI mengajak kamu mengikuti kompetisi fotografi dengan tema “Lingkungan Sehat untuk Anak”.

Kompetisi Fotografi ini akan dilaksanakan mulai dari 31 Oktober – 11 November 2022. Pemenang lomba akan diumumkan dalam kegiatan webinar pada tanggal 20 November 2022 yang nantinya dihadiri pembicara yang akan berbagi pengetahuan mengenai hak anak atas lingkungan yang sehat.

Untuk kalian yang tertarik ikut, kompetisi ini gratis dan terbuka untuk umum! Jadi jangan sampai ketinggalan informasinya ya! Karena akan ada hadiah dengan total jutaan rupiah dan berbagai macam suvenir menarik yang tentunya sayang banget untuk dilewatkan!

Tunggu apa lagi? Yuk daftarkan diri kamu segera! Untuk informasi lebih lanjut silahkan hubungi DM @rmi.id atau narahubung Yeti: 085937099226 / Diar: 081215533084

Daftarkan dirimu melalui link berikut!
https://bit.ly/FotografiGAM2022

#GlobalActionMonth#LingkunganSehatuntukAnak#EnvironmentalChildRights#HAMdanLingkungam#KompetisiFotografi#Fotografi

Cerita Perubahan : Perawatan Kepedulian Pemuda Terhadap Kampung Sendiri

Terhitung sudah berjalan tiga bulan, kegiatan yang berfokus untuk membersamai kemajuan penciptaan ruang-ruang inklusif lewat pemberdayaan perempuan, pemenuhan hak-hak disabilitas dan inklusi sosial serta penguatan masyarakat sipil di empat Masyarakat Adat Kasepuhan dan Masyarakat Adat Baduy yang berlokasi di Kabupaten Lebak, Banten. Di awali dengan kegiatan penyusunan baseline data program.

Sejak disosialisasikan, kegiatan ini berkomitmen untuk melibatkan kelompok pemuda dan perempuan dalam proses pengambilan data. Dengan keterlibatannya, kelompok pemuda dan perempuan memperlihatkan kemauan keras untuk belajar  dan  kapabilitas mereka sebagai kelompok yang partisipasinya minim di kampung untuk tujuan pendataan. Hal ini tampak dari kerja sama antar enumerator kader lokal yang bergerak dengan dua cara yaitu berkelompok dan individu dalam suatu jangkauan kampung. Mereka berkoordinasi, membagi peran dan tanggung jawab dalam proses pendataan.

Selain itu, dari proses pendataan ini, enumerator kader lokal mampu melihat permasalahan yang muncul secara tersirat dari pertanyaan yang mereka tanyakan ke masyarakat yang ada  di kampung mereka. Beberapa diantaranya bercerita mengenai pendapatan yang lebih sedikit daripada pengeluaran setiap bulannya, banyaknya yang belum mendapatkan bantuan dalam bentuk apapun, sampai layanan administrasi kependudukan yang belum dimiliki oleh masyarakat.

Cerita menarik, salah satunya datang dari Kasepuhan Cibedug. Enumerator kader lokal disana terdiri dari dua orang yaitu Ega Juanda dan Ahmad Setiadi. Selama proses tiga bulan pendataan baseline data ini, mereka selalu terlibat dalam proses pelatihan pendataan yang diberikan terhitung tiga kali oleh RMI. Setelah itu, keduanya juga sering menanyakan kepada RMI mengenai permasalahan yang dihadapi saat pendataan, menanyakan teknis secara mendalam dan menyatakan alasan macetnya pendataan yaitu musim panen di Cibedug yang membuat orang-orang di Kasepuhan Cibedug sibuk dan menghambat proses pendataan. Alhasil, Ega Juanda mampu mengumpulkan paling banyak data dengan 82 data dan Ahmad Setiadi mengumpulkan 55 data tertinggi ketiga dibandingkan seluruh enumerator.

Dari proses selama tiga bulan tersebut, kedua enumerator dari Cibedug menunjukkan rasa ingin belajar, mau mengakui kesalahan dan belajar dari kesalahan. Menurut RMI, disinilah sisi inklusivitasnya, karena sebelumnya aktivitas pemuda di Kasepuhan Cibedug minim. Dengan terlibatnya kedua enumerator kader lokal disana, membuat mereka terlibat aktif dalam kegiatan di Kasepuhan Cibedug dan mampu melihat permasalahan yang muncul selama proses pendataan.

Hal positif lain yang bisa dilihat adalah praktik baik yang diperlihatkan oleh pemuda yang terlibat dalam pengumpulan data, ini memberikan dampak ke pemuda yang lain menjadi semangat untuk meningkatkan kapasitas dan mengembangkan diri. Karena memang pemuda dan perempuan bisa dikategorikan kedalam kelompok marjinal, di mana kesempatan untuk belajar dan partisipasi mereka masih sangat minim, baik dalam level desa maupun komunitas.

Berkerjasama dengan Kemitraan Partnership melalui program ESTUNGKARA “Kesetaraan untuk Menghapus Ketidakadilan dan Diskriminasi” RMI melakukan kegiatan yang sudah dijelaskan di atas.  

Penulis : Rifky Putra K  dan Slamet Widodo

Editor: Siti Marfu’ah

Kolaborasi Multi-aktor dalam Upaya Menciptakan Ruang Inklusif Masyarakat Adat

Pemajuan kesetaraan gender, pemberdayaan perempuan, pemenuhan hak-hak disabilitas serta penguatan masyarakat sipil menjadi aspek penting yang perlu dipertimbangkan dalam usaha untuk menciptakan ruang publik yang inklusif. Masyarakat adat yang memiliki ciri khas tertentu terkait keadatannya tidak menjadi halangan bagi terciptanya ruang publik inklusif. RMI percaya keduanya dapat berakulturasi secara bertahap. Dengan hal tersebut, RMI yakini dapat menyumbang pada visi besar pembangunan di lingkungan Masyarakat Adat yang mengedepankan kesejahteraan lahir batin.

Keberlanjutan gerakan kolaborasi antara RMI dan komunitas mitra sangatlah penting. Sehubungan dengan itu, dengan konteks dinamika sosial di komunitas mitra RMI yang dinamis perlu menyikapi tantangan-tantangan baru dari waktu ke waktu. Berangkat dari tersebut, untuk merespon tantangan baru dalam penciptaan ruang publik yang inklusif di komunitas mitra, RMI melakukan kerja sama dengan Kemitraan Partnership untuk menjalankan program ESTUNGKARA. 

ESTUNGKARA adalah kepanjangan dari “Kesetaraan untuk Menghapus Ketidakadilan dan Diskriminasi”. Program ini ikut mendorong terwujudnya pemerintahan yang inklusif di Indonesia dan mendorong kesetaraan dan keadilan gender, inklusi sosial, peningkatan ekonomi dan pembangunan kapasitas organisasi masyarakat sipil. Dengan semangat yang senada, kolaborasi dalam program ESTUNGKARA menjadi sesuatu yang penting untuk dilakukan bagi seluruh pemangku kepentingan terkait.

Terhitung sejak tanggal 26 Juli 2022 sampai 3 Agustus 2022 RMI mulai bersafari ke lima komunitas sasaran program ESTUNGKARA yaitu Kasepuhan Cibedug, Kasepuhan Cibarani, Kasepuhan Pasir Eurih, Kasepuhan Cirompang dan Baduy bermaksud untuk mensosialisasikan program ini. Selain itu, dalam kegiatan safari ini, RMI melakukan tahapan awal dengan melakukan riset di empat area yaitu terkait layanan dasar dan kesehatan, partispasi perempuan dan pemuda, penerimaan sosial dan situasi disabilitas, serta potensi ekonomi yang dapat dijadikan referensi tambahan bagi berjalannya program ESTUNGKARA.

Dalam proses pengumpulan data, RMI bekerja sama dengan kader pemuda kasepuhan sebagai enumeratornya. Hal ini dilakukan agar terjadi transfer pengetahuan dan pengalaman pengambilan data sekaligus meminimalisir kesalahan dalam menentukan sasaran calon penerima manfaat. Walaupun begitu, pengambil data tetap didampingi secara berkelanjutan untuk memastikan data terkumpul sesuai dengan kebutuhan. Berdasarkan observasi di lapangan, kader pemuda di kasepuhan terlihat antusias dalam mengikuti kegiatan sosialisasi. Walaupun begitu, untuk alasan teknis, pengambilan data di Baduy akan melibatkan aparat pemerintahan desa. Siasat ini dilakukan karena faktor teknis di Baduy yang lebih efektif menggunakan cara tersebut. Hal ini menekankan prinsip kolaborasi yang dibawa RMI sejak awal.

Selain berkolaborasi dengan kader pemuda lokal, RMI juga membuka komunikasi dengan tokoh pemuka adat, tokoh masyarakat dan pemerintah desa. Hal ini dilakukan untuk memastikan dukungan sosial terhadap program ini yang berdasarkan pada manfaat yang dapat dirasakan bagi seluruh pihak yang menjadi poin penting bagi tata kelola yang kolaboratif.

Dari sisi pemerintah desa, program ini dapat mengakselerasikan tujuan-tujuan pembangunan dan data yang akan dikumpulkan dapat menjadi acuan bagi pemerintah desa untuk menyusun program kedepannya. Sedangkan dari tokoh masyarakat dan pemuka adat dapat merasakan secara tidak langsung dari kegiatan ini yang jika skalanya diperluas, harapannya, program ini dapat meresonansikan terciptanya kesejahteraan lahir batin bagi masyarakat adat yang inklusif dan tata kelola yang kolaboratif.

Masyarakat adat yang tadi sudah dipisahkan berdasarkan peran seperti tokoh adat, tokoh masyarakat, pemuda lokal dan penerima manfaat dalam program ini, tidak sekedar menjadi objek dari program ESTUNGKARA ini. Kami membuka peran seluas-luasnya bagi masyarakat adat untuk menentukan siapa sasaran penerima manfaat program dan mendampingi pengambilan data yang dilakukan oleh masyarakat adat. Hal ini dilakukan dengan harapan masyarakat adat dapat mengakselerasikan kemandirian pembangunan masyarakat adat dalam skala lokal yang inklusif untuk mencapai kesejahteraan lahir batin.

Penulis : Rifky A & Slamet Widodo

Editor: Siti Marfu’ah

Toben Lango Belen Lewo Waibalun Larantuka

ini gak tulisannya iya

Belajar bareng di Green Camp 2022

Foto bersama peserta Green Camp 2022 (Dokumentasi RMI diambil oleh Eki)

Generasi muda hari ini, dihadapkan dengan permasalahan sosial-lingkungan yang serius seperti krisis iklim, degradasi kualitas lingkungan hidup dan konflik tenurial yang berkepanjangan. Melihat hal itu, RMI merasa perlu untuk menciptakan wadah pembelajaran yang memantik kesadaran kritis generasi muda urban dan rural terhadap kelestarian alam. Dengan harapan generasi muda mampu melihat urgensi permasalahan sosial-lingkungan dan memecahkan masalah tersebut di masa mendatang. 

Untuk memantik kesadaran kritis akan permasalahan sosial-lingkungan bagi generasi muda, RMI mengadakan Green Camp 2022 sebagai wadah pembelajaran kritis. Green Camp merupakan program tahunan RMI yang sebelumnya sudah enam kali diselenggarakan sejak tahun 2011. Green Camp seri ketujuh ini diselenggarakan di Kasepuhan Pasir Eurih, Desa Sindanglaya, Lebak, Banten selama empat hari dan tiga malam. RMI berkolaborasi dengan Relawan4life, KATA, Pemuda dari berbagai Kasepuhan dan tentunya Peserta Green Camp 2022. Green Camp adalah wadah pertukaran pengetahuan sosial-lingkungan antara generasi muda urban dan rural yang bertujuan untuk meningkatkan solidaritas, meningkatkan kesadaran keberagaman dan memantik kesadaran kritis generasi muda. Di sisi lain, bagi peserta Green Camp 2022 manfaat yang didapatkan adalah pengalaman mengenai kehidupan pedesaan khususnya di wilayah masyarakat adat Kasepuhan, pendalaman pengetahuan  mengenai isu sosial-lingkungan dan mengkontekstualisasikannya dalam pengalaman selama berada di lingkungan Kasepuhan serta dapat terhubung dengan generasi muda Kasepuhan. 

Foto pembukaan acara Green Camp 2022 bersama Abah Maman (Dokumentasi RMI diambil oleh Eki)

Hari pertama, kegiatan dibuka oleh Abah Maman, tokoh kepemudaan di Kasepuhan Pasir Eurih. Ia membuka acara sekaligus menyambut para peserta Green Camp 2022. Selib lanjut, ia menjelaskan mengenai gambaran umum masyarakat Kasepuhan Pasir Eurih, wilayah adat dan aturan adat yang berlaku di sana. Secara khusus, Ia mengatakan aturan adat mengenai rukun tani atau rukun tujuh. Selanjutnya, Ia menjelaskan beberapa aturan lain seperti zonasi hutan adat di sana dan beberapa pamali atau larangan adat di sana kepada para peserta Green Camp 2022. 

Keesokan harinya, kegiatan dimulai dengan gelar wicara dengan generasi muda Kasepuhan yang menjadi narasumbernya. generasi muda Kasepuhan yang hadir berasal dari Kasepuhan Bayah, Kasepuhan Karang, Kasepuhan Pasir Eurih, Kasepuhan Cibeas, Kasepuhan Cibarani dan Kasepuhan Cibeas. Dalam kesempatan itu, generasi muda dari berbagai Kasepuhan yang hadir menjelaskan aktivitas sehari-hari mereka dan mengenalkan komunitas pemuda yang ada di Kasepuhan masing-masing. Persamaan antara seluruh Kasepuhan adalah sama-sama berada di wilayah Sunda dan melaksanakan rukun tani termasuk seren taun. Sedikit berbeda, Sucia, generasi muda Kasepuhan Bayah mengatakan perbedaan dengan Kasepuhan lain. Sucia mengatakan bahwa Kasepuhan Bayah berada di wilayah pesisir. Oleh karenanya, disana tidak ada seren taun yang merupakan bagian dari rukun tani karena mata pencaharian di Bayah mayoritasnya adalah nelayan. Meskipun begitu, di Bayah juga terdapat ritual yaitu sedekah laut. Selain itu, mereka juga menjelaskan aktivitas dan pemberdayaan generasi muda di Kasepuhan masing-masing dan yang tak kalah penting, mereka juga menjelaskan bagaimana transfer pengetahuan adat antara baris olot dan generasi muda Kasepuhan. Rata-rata generasi muda Kasepuhan aktif berkegiatan dalam acara peringatan hari besar dan peringatan hari besar Islam. selain itu, kegiatan generasi muda Kasepuhan juga mengembangkan potensi ekonomi seperti pengolahan kopi dengan merek Kobaki di Karang dan penanaman pohon buah di Cirompang. Sedangkan di Cibarani, aktivitas yang sedang dijalankan adalah pemetaan sosial-spasial mengenai potensi lokal Kasepuhan. Tak kalah penting, transfer pengetahuan adat di masing-masing Kasepuhan memiliki caranya masing-masing. Misalnya di Bayah, Cibedug, Cibarani dan Karang lewat pengajaran di keluarga, lewat kurikulum sekolah adat di Cirompang dan Pasir Eurih. Dari sesi ini peserta Green Camp 2022 mendapatkan banyak pemahaman mengenai relasi sosial dalam transfer pengetahuan adat antara kokolot dan generasi muda termasuk pengajaran di tingkat keluarga, relasi ekologis melalui ritual rukun tani dan sedekah laut. serta zonasi hutan adat dan relasi spiritual melalui aturan adat dan zonasi hutan adat titipan (wilayah hutan yang yang dititipkan leluhur).

Foto peserta SPORA Batch V Green Camp 2022 (Dokumentasi RMI diambil oleh Eki)

Setelahnya, peserta dipersilahkan untuk membagi kelompok untuk mobilisasi menuju wilayah Kasepuhan yang sudah ditentukan yaitu huma, kebon, panai besi, sawah, saung penyadap aren dan eksplorasi tanaman obat sekitar. Peserta didampingi oleh para generasi muda Kasepuhan sehingga peserta punya kesempatan untuk bertanya ataupun berdiskusi mengenai setiap hal yang ditemui sepanjang perjalanan sekaligus memperdalam pemahamannya mengenai lingkungan sekitar dan mengkontekstualisasikan pengetahuan yang dimiliki masing-masing peserta. Selanjutnya, peserta berkumpul kembali di saung seni dan menceritakan pengalaman setiap kelompoknya melalui media gambar sederhana situasi yang ditemui. Dari situ, peserta Green Camp 2022 dapat mengidentifikasi aktivitas keseharian masyarakat Kasepuhan, mata pencaharian dominan yang ada di sana dan mendapatkan pemahaman spasial di wilayah Kasepuhan Pasir Eurih. Menurut cerita kelompok yang berkunjung ke huma, peserta merasakan gotong royong antara masyarakat yang sedang membuat saung di huma yang bertujuan untuk tempat beristirahat. Di sisi lain, kelompok yang mengunjungi komplek panai besi menceritakan mengenai proses panjang pembuatan golok dari pencarian bahan dasar, penempaan dan harga jualnya. Yang tak kalah menarik adalah kelompok yang mengitari wilayah untuk mencari tanaman obat. Ternyata, terdapat banyak sekali tanaman obat di sekitar wilayah Kasepuhan Pasir Eurih yang mampu diidentifikasikan oleh peserta Green Camp 2022 dengan bantuan Abah Uding sebagai petugas Ronda Leuweung dan Euis, generasi muda Kasepuhan Pasir Eurih yang ikut mendampingi kelompok. Salah satu yang diidentifikasi kelompok adalah buah pinang merah yang berkhasiat mengobati penyakit paru-paru dengan cara direbus lalu diminum airnya. 

Makan malam bersama (Dokumentasi RMI diambil oleh Eki)

Lelah beraktifitas seharian, kegiatan sore hari dilanjutkan dengan menyiapkan makan malam bersama dengan penduduk Kasepuhan Pasir Eurih. Peserta disebar di beberapa rumah untuk memasak. Sambil memasak, peserta bisa berinteraksi dengan pemilik rumah dan melihat proses memasak yang unik di sana seperti memasak menggunakan hawu, seeng dan aseupan dan memperdalam kehidupan sehari-hari yang telah diamati sebelumnya. 

Peserta Green Camp 2022 berfoto di depan pameran hasil observasi (Dokumentasi RMI diambil oleh Eki)

Hari ketiga, peserta diajak untuk melakukan dokumentasikan apapun yang dianggap menarik oleh peserta di wilayah Kasepuhan Pasir Eurih. Setelah menemukan sesuatu yang unik, peserta diinstruksikan untuk mencari info, menuliskan dan memfoto objek itu. Hasil pengumpulan dokumentasi kemudian dirangkai menjadi bentuk pameran sederhana. di Pameran karya peserta Green Camp dapat ditemui banyak hal seperti Beragam hal yang dianggap menarik oleh peserta, ada yang mengamati pohon jambu besar berumur ratusan tahun, leuit dan ada juga yang mengamati aktivitas masyarakat sekitar. Hadirnya peserta Green Camp 2022 urban ternyata menghadirkan perspektif baru karena mereka tertarik ketika melihat benda yang oleh generasi muda Kasepuhan dianggap biasa karena di kehidupan sehari-hari di urban sangat berbeda dengan apa yang ada di wilayah Kasepuhan Pasir Eurih. Tak lama setelah itu, peserta Green Camp 2022 membuat malam apresiasi seni bersama yang melibatkan seluruh entitas yang ada di situ dan boleh menampilkan kebolehannya. Berbagai penampilan cukup menarik dan menghibur seperti stand up comedy, pembacaan puisi berantai dan angklung buhun. Malam apresiasi seni ini sekaligus menjadi rangkaian acara terakhir Green Camp 2022 sebelum peserta pulang ke Bogor keesokan harinya.

Secara keseluruhan, keterlibatan dan interaksi seluruh pihak di Green Camp 2022 menyumbang besar pada ketercapaian tujuan kegiatan ini. Peserta bisa mengobservasi langsung kehidupan masyarakat adat, memperdalam dan menghubungkan pemahaman mengenai isu sosial-lingkungan dengan masyarakat adat dan menciptakan hubungan antara pemuda Kasepuhan dengan peserta Green Camp 2022. Ketiganya dapat dicapai melalui kegiatan-kegiatan yang difasilitasi oleh RMI. Selain itu, Green Camp 2022 juga mendapatkan respon positif dan pembelajaran kedepannya. Sesuai dengan pendapat Anggi, salah satu peserta Green Camp 2022, mengatakan “Seneng banget bisa ikut kegiatan green camp sama RMI, banyak banget kebudayaan yang enggak aku tahu (sebelumnya) misalnya angklung buhun. Terus, harapannya, untuk green camp selanjutnya semoga bisa meningkatkan kegiatan inovatif kayak gini” Peserta lain memberikan tanggapan yang cukup berbeda seperti Shafa yang berasal dari Kalimantan Barat mengatakan “(disini) Belajar banyak tentang bahasanya (Bahasa Sunda), bagaimana perekonomian disini dibangun, kita di rumah (penduduk Pasir Eurih) banyak ngobrol-ngobrol tentang bagaimana sih kehidupan masyarakat disini.” Di sisi lain, Juan, generasi muda Kasepuhan Pasir Eurih, berkata  “Banyak pengalaman, baik dari temen-temen dari luar, mahasiswa, peserta Spora, RMI dan juga masyarakat di sini. Banyak juga pengetahuan yang kami jadi tahu dan juga menambah persaudaraan dengan yang lain.

Kedepan, Harapannya, semangat Green Camp 2022 bisa menjadi pengalaman berharga sekaligus langkah awal kesadaran generasi muda akan keberagaman dan eksistensi masyarakat adat yang selama ini mengesamping dari wacana mainstream. Di sisi lain, keberadaan masyararakat adat, khususnya generasi muda masyarakat adat, diharapkan mampu memberikan pembelajaran bagi generasi muda perkotaan.

Penulis: Rifky Putra Kurniawan

Editor: Siti Marfu’ah

SPORA Batch V: Menumbuhkan Keresahan dan Refleksi Generasi Muda dalam Menyelami Persoalan Sosial-Lingkungan

 

   Foto bersama peserta SPORA Batch V (Dokumentasi RMI diambil oleh Eki)

“SPORA batch V banyak memberikan makna baru dalam kamus hidup setiap peserta. Selain dilatih untuk berpikir kritis, SPORA juga melatih keseimbangan antara otak dan hati.” -Elif Ivana Hendastari (Peserta SPORA Batch V)

Generasi muda memiliki potensi besar untuk berkontribusi dalam melakukan perubahan sosial-lingkungan. Bukan hal baru jika julukan agen perubahan hingga pembaharu dengan semangat progresif melekat dalam diri generasi muda. Pengharapan terhadap mereka pun bahkan sempat disampaikan oleh presiden pertama RI, di mana ia berkata bahwa dunia dapat diguncang dengan berbekal 10 pemuda. 

Namun dalam melakukan suatu perubahan, menjadi satu hal penting bagi generasi muda untuk lebih memahami isu-isu sosial-lingkungan dengan menarik keterkaitan antara masyarakat dengan pengelolaan kekayaan alam. Bagaimana dari keterkaitan tersebut tanpa kita sadari memiliki dampak pada ketimpangan serta krisis sosial-ekologis yang terjadi di sekitar kita. 

Berawal dari kesadaran atas pentingnya memahami isu sosial-lingkungan bagi generasi muda, menjadi dorongan besar bagi RMI untuk mengadakan kursus singkat yang di dalamnya membicarakan seputar isu tersebut. Kegiatan yang menjadi model pembelajaran sejak tahun 2016 ini telah membawa 82 alumni (dari lima batch) yang diharapkan dapat menjadi penggerak sosial di lingkungan mereka masing-masing. 

Kursus SPORA, yang sebelumnya dikenal dengan sebutan Short Course sempat terhenti selama dua tahun akibat pandemi Covid-19, akhirnya kembali terlaksana pada tanggal 6-10 Agustus 2022. Sebanyak 22 peserta yang terdiri dari 14 orang perempuan dan 8 orang laki-laki berkegiatan bersama selama lima hari, saling bertukar pikiran dan pendapat, mempelajari isu-isu sosial dan lingkungan, serta keterhubungan antar berbagai isu beserta konteks yang melatarbelakanginya. 

Perjalanan Generasi Muda Merefleksikan Diri dan Sekitarnya

Foto diskusi kelompok peserta SPORA Batch V (Dokumentasi RMI diambil oleh Eki)

Materi SPORA yang dibawakan dikemas secara sistematis dengan metode-metode yang beragam dan menyenangkan berdasarkan pengalaman RMI dalam menyelenggarakan kegiatan bersama dengan masyarakat. Hal ini bertujuan agar penyampaian materi kepada seluruh peserta tersalurkan dengan optimal dan mudah dipahami sehingga menjadi satu pemahaman yang utuh. 

Pembelajaran yang didapat setiap harinya menjadi pengalaman unik bagi setiap peserta yang mengikuti kegiatan SPORA. Akan tetapi ada kesamaan tujuan dalam penyampaian setiap materi: menumbuhkan keresahan dan meningkatkan kemampuan berpikir kritis generasi muda dalam melihat persoalan sosial-lingkungan di sekitar. Tujuan tersebut terfasilitasi melalui sejumlah materi yang disampaikan, antara lain mindfulness dan Kepemimpinan inklusif, Kebijakan dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam (PSDA), Gender dan Inklusi Sosial, Etika Lingkungan, Ekologi Politik, Kebijakan dalam PSDA, Kemiskinan Struktural, kemudian dilanjutkan dengan Observasi Sosial di sekitar lokasi kegiatan.

Untuk menunjukan kompleksitas persoalan sosial-lingkungan, materi yang disiapkan untuk kegiatan SPORA pun saling terkait dengan materi lain. Seperti halnya dengan materi Etika Lingkungan yang dibawakan oleh Mardha Tillah, di mana peserta diajak untuk menyelami pemahaman atas keterhubungan alam dengan makhluk hidup di dalamnya. Bagaimana manusia memahami, menghuni, sampai mengubah lingkungan di sekitarnya; bagaimana rasio dianggap lebih superior ketimbang perasaan; bagaimana tradisi serta dogma agama dapat mempengaruhi manusia dalam mengelola kekayaan alam yang tersebar di bumi; hingga pada akhirnya mendorong tumbuh dan makin menjamurnya praktik kapitalisme sampai saat ini. 

Foto Mia Siscawati, pemateri Gender dan PSDA di SPORA Batch V (Dokumentasi RMI diambil oleh Eki)

Materi Etika Lingkungan di atas pada dasarnya adalah pengantar bagi materi yang disampaikan setelahnya yaitu Gender dan Pengelolaan Sumber Daya Alam (PSDA). Menjadi satu hal yang menarik saat seluruh peserta diajak untuk membuat pentas drama atau bermain peran (role play) oleh Mia Siscawati, sebagai penghubung dalam memahami materi yang akan disampaikan. Beragam persoalan sosial-lingkungan mulai dari persoalan gender di wilayah rural-urban ditampilkan seluruh peserta dengan cara yang amat kreatif. Tanpa disadari hal-hal yang telah ditampilkan peserta melalui role play tersebut mengajak mereka untuk lebih tersadar dan memahami persoalan gender sehari-hari yang mereka temui namun luput untuk direfleksikan lebih mendalam. Bagaimana peran gender sebetulnya terbagi menjadi beberapa peran seperti domestik atau reproduksi, produktif, dan peran sosial adalah salah satu pembelajaran penting yang diperoleh peserta selama sesi ini berlangsung. 

Pemateri lalu melanjutkan pemaparannya bahwa persoalan gender yang ada tidak akan terlepas dari relasi antar kelas dan bentuk-bentuk lain dari ketidakadilan gender. Paparan terkait dengan sistem tenurial menjadi pembelajaran menarik lain di dalam materi Gender dan Pengelolaan Sumber Daya Alam (PSDA). Melalui penjelasan tentang sistem tenurial yang juga mencakup seluruh komponen dalam ruang hidup, dapat berdampak pula pada keterkaitan lain yang memungkinkan untuk menimbulkan konflik seperti konflik agraria. Hal ini menjadi isu yang seringkali berada di luar perhatian publik maupun pemberitaan media massa. Karena persoalan tersebut masih dianggap sebagai persoalan milik mereka yang ruang hidupnya terampas. Proses yang dilalui peserta dalam materi ini kemudian mengantarkan mereka pada satu pemahaman bahwa kerusakan lingkungan dan konflik agraria dapat melanggengkan praktik ketidakadilan gender.

Foto peserta SPORA Batch V bermain Mancing Mania (Dokumentasi RMI diambil oleh Eki)

Pembelajaran dan refleksi yang didapat selama kegiatan SPORA berlangsung tidak hanya berasal dari materi-materi yang disampaikan dalam metode ceramah saja. Adapun metode ajar yang disampaikan melalui diskusi, tugas individu, sesi team building, dan permainan-permainan. Pembelajaran menarik salah satunya terlihat dalam permainan “Mancing Mania” pada materi Konsep Keberlanjutan, Konflik, dan Resolusi yang mengajak peserta untuk memahami konsep berkelanjutan itu sendiri. Dalam realita pemanfaatan kekayaan alam; tak jarang masyarakat, perusahaan, atau bahkan pemerintah sendiri melakukan kegiatan pemanfaatan kekayaan alam dengan cara-cara ekstraktif tanpa mempertimbangkan kekayaan alam kian menipis seiring berjalannya waktu. 

Refleksi akan pentingnya merubah cara pandang terhadap pemanfaatan kekayaan alam menjadi pembelajaran penting setelah permainan ini usai dilakukan. Tidak sedikit peserta yang kesal karena secara gamblang menyaksikan ketamakan yang diperlihatkan selama permainan berlangsung. Hal tersebut merefleksikan pola-pola pemanfaatan kekayaan alam yang tidak memperhatikan aspek keberlanjutan. 

Pasca-SPORA Batch V

Seluruh peserta telah mengikuti lima hari kegiatan SPORA dengan sangat baik. Proses pembelajaran serta transfer pengetahuan dan pengalaman juga terjalin secara mandiri di antara peserta, tidak terpaku pada fasilitator atau pemateri saja. Di akhir kegiatan, setiap peserta juga menyampaikan cita-cita mereka di kemudian hari bagi lingkungan di sekitarnya. Penguatan komitmen, oleh karenanya, merupakan satu hal penting untuk memastikan keberlanjutan dari pengharapan yang ingin mereka wujudkan. Bagaimana gerakan sosial yang digawangi oleh generasi muda dapat menjadi pendekatan dalam merespon persoalan sosial-lingkungan yang tengah kita hadapi saat ini menjadi hal yang diproyeksikan terjadi pasca-SPORA berlangsung.

Foto peserta SPORA Batch V (Dokumentasi RMI diambil oleh Eki)

Kegiatan SPORA Batch V telah usai. Namun seluruh pengalaman dan pembelajaran yang telah didaparkan oleh peserta dan juga pemateri tidak serta merta terhenti setelah kegiatan. Pengetahuan dan informasi selama kegiatan SPORA diharapkan dapat menjadi bekal kaum muda dalam memahami dan merespon persoalan sosial-lingkungan yang terjadi disekitar. Oleh karena itu seluruh peserta yang telah menyelesaikan kegiatan SPORA diajak untuk bergabung dan aktif berkegiatan di dalam Relawan4life, yang merupakan ruang belajar generasi muda yang diinisiasi RMI sebagai tempat bagi orang muda untuk merawat inisiatif-inisiatif gerakan sosial-lingkungannya bersama

Sampai bertemu lagi di SPORA Batch selanjutnya!

 

Penulis: Dinah Ridadiyanah 

Editor: Supriadi

 

Silakan klik link berikut untuk melihat tanggapan peserta mengenai kegiatan Kursus Singkat ini :

Cerita Tias: Spora: Menyikapi Pesimisme dengan Positif – Relawan for Life (wordpress.com)

Cerita Elif: SPORA batch V : Letih, Tertatih, namun Melatih   – Relawan for Life (wordpress.com)

Cerita Anggi: Karena SPORA Tak Harus Tumbuh Saat Itu Juga – Relawan for Life (wordpress.com)