Kanekes-Budaya menenun masyarakat Baduy hingga saat ini masih dipertahankan oleh para perempuan di sana, baik tua maupun muda. Penggunaan bahan-bahan pewarna alam pun menjadi bagian dari budaya menenun masyarakat adat yang tinggal di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten ini. Ratusan penenun secara serempak menenun benang-benang dengan pewarna alami pada hari pertama Festival Baduy, Jumat (4/11) kemarin.
Seiring berkembangnya zaman, penggunaan pewarna alami pada tenun memang semakin berkurang. Jika dahulu masyarakat Baduy memintal sendiri benang dari kapas lalu mewarnainya dengan menggunakan bahan-bahan alami, kini banyak berganti dengan membeli benang siap pakai dari pasar. Namun begitu, beruntung tradisi penggunaan pewarna alam masih tetap berlangsung meskipun tidak untuk seluruh tenun yang dihasilkan di Baduy.
Sukma bersama keluarganya mencoba mempertahankan penggunaan warna alami untuk tenun yang mereka produksi. Sukma bertugas mengolah bahan-bahan yang diambil dari kebun menjadi pewarna, sementara para perempuan di keluarganya menenun. Saat ini Sukma mencoba metode pewarnaan tye dye sebagai bentuk inovasi menghasilkan karya-karya tenun yang baru di Baduy.
“Saya belajar dari orangtua saya turun temurun, kalau motif begini (tye dye) sih coba-coba aja sambil belajar,” ujarnya sambil memperlihatkan hasil kreasi pewarnaan.
Menurut Sukma, inovasi sangat diperlukan untuk memperkaya produk-produk masyarakat sehingga semakin diminati pembeli. Selain itu, penggunaan warna-warna alami dapat meningkatkan nilai jual tenun itu sendiri. Direktur Eksekutif Rimbawan Muda Indonesia, Mardha Tillah, berpendapat bahwa penggunaan pewarna alami untuk tenun berkolerasi positif dengan keanekaragaman hayati tanaman yang ada di wilayah adat Baduy.
“Warna ungu, misalnya, didapat dari kulit manggis yg tumbuh subur di area hutan Baduy. Juga tanaman pewarna alam lain seperti warna biru yang didapat dari pohon tarum. Tentunya keselarasan aktivitas ekonomi dan kelestarian lingkungan perlu didukung seluruh pihak,” ujar Tilla.