Kelas Kampanye Digital untuk Memperkuat Gerakan Sosial-Lingkungan Anak Muda

Kita butuh lebih dan semakin banyak orang yang memiliki keahlian ini (media dan komunikasi) untuk menguatkan aksi-aksi yang telah dirancang oleh berbagai gerakan. Membantu menyuarakan tuntutan, mendapat dukungan publik hingga mendapatkan semakin banyak orang yang turut serta dalam gerakan bahkan melakukan tekanan kepada target-target tertentu.

“Kelas paling menarik adalah kelas teknik dasar fotografi. Dari situ bisa langsung nangkep! Oh iya ya, ternyata sekompleks itu ya. Selain itu.. itu sangat bermanfaat. Kenapa? Karena bisa diaplikasikan langsung..Jadi tahu gimana sudut-sudutnya, teknik-teknik ambil videonya supaya bagus dan jelas. Pokoknya itu terpakai di kehidupan sehari-hari.” Kata salah satu peserta. 

Dari tanggal 22-23 dan 28-29 Mei 2021  RMI mengadakan kelas online Kampanye Digital yang diikuti oleh 26 orang peserta terseleksi dari berbagai kota di Indonesia dengan beragam latar belakang pendidikan, usia, gender dan demografi. Dari 26 orang peserta, 80.8 % diantaranya adalah mereka yang berada pada rentang umur 20-25 tahun dan sisanya 19.2% berumur kurang dari 20 tahun. Sementara dari jenis kelamin berimbang antara laki-laki dan perempuan, yaitu masing-masing 13 orang. Kelas Kampanye Digital sendiri terdiri dari 4 rangkaian kelas yang diadakan untuk memberikan pemahaman pentingnya media digital dan komunikasi dalam berkampanye. 

Kelas online Kampanye Digital adalah bagian dari rangkaian peningkatan kapasitas anak muda khususnya dalam mengkampanyekan Hak Anak Muda atas Lahan (Agraria) di Asia. Kegiatan ini didukung oleh proyek CBI 7 dari International Land Coalition dan proyek terre des hommes – Germany untuk aksi-aksi anak muda untuk perubahan sosial dan lingkungan. Pelaksanaan kegiatan ini cukup menantang, terutama karena kelas berlangsung cukup panjang dan karena koneksi internet yang kurang stabil di beberapa lokasi pembelajaran. Di kampung-kampung, selain dilakukan secara online, satu atau dua fasilitator juga melakukan pendampingan secara offline guna mempermudah pembelajaran bagi kelompok anak muda yang difasilitasi. Selama pembelajaran dilakukan, RMI sebagai penyelenggara kegiatan ini juga mendapatkan pembelajaran-pembelajaran seperti bagaimana menjaga atmosfer pembelajaran tetap kondusif, penggunaan fitur-fitur baru di media online, mengatasi hilangnya sinyal secara tiba-tiba sampai memastikan penugasan dari mentor dapat diselesaikan oleh peserta. 

Kenapa Kampanye Digital Penting? 

Kampanye adalah rangkaian aksi dan strategi yang kita lakukan guna mencapai sebuah tujuan. Tujuan-tujuan itu bisa untuk sekedar mengingatkan, atau untuk mengajak untuk beraksi.  Kampanye dimulai dengan menentukan tujuan, strategi yang akan digunakan, dan menentukan sasaran yang akan dipengaruhi serta waktu yang tepat untuk melaksanakannya. Hal lain yang penting untuk ditentukan dalam melakukan kampanye adalah mengenai media yang digunakan dalam menyampaikan pesan. 

Sejak tahun 2000-an awal, penggunaan internet di kalangan masyarakat meningkat drastis. Melakukan browsing di internet sudah bukan merupakan sesuatu yang mewah. Di kampung-kampung dimana sinyal internet sudah masuk, masyarakat juga berubah secara cepat. Perangkat-perangkat komunikasi seperti telepon genggam juga berkembang mendukung teknologi yang diperlukan untuk keperluan internet. Demikian juga dengan model kampanye. Bila sebelumnya kampanye menggunakan media konvensional seperti koran cetak dan selebaran, saat ini kampanye juga sudah masuk dunia digital. Penggunaan media seperti Facebook, Instagram, Twitter, Youtube sudah menjadi hal umum. Di masa pandemi COVID-19, penggunaan internet juga melonjak pesat akibat keterbatasan masyarakat untuk bertemu secara tatap muka langsung.

Hal-hal di atas adalah salah satu alasan pelatihan kampanye digital dibuat, karena pentingnya peran media digital dan komunikasi dalam berkampanye. Para campaigner, terutama yang bergerak di isu-isu sosial dan lingkungan juga perlu memiliki pengetahuan dan keahlian-keahlian terkait itu, untuk memperkuat aksi-aksi mereka. Dengan memperkuat kampanye digital maka kelompok-kelompok pergerakan dapat membantu menyuarakan tuntutan mereka, mendapat dukungan publik bahkan mendapatkan semakin banyak orang yang turut serta dalam gerakan tersebut. Di lain pihak kampanye digital yang kuat  dapat memperlihatkan kekuatan gerakan untuk melakukan tekanan kepada target-target tertentu. 

Materi Pelatihan 

Media sosial dengan kedua sisinya (positif vs negatif) sangatlah bergantung pada cara kita dalam menggunakannya. Pertemuan pertama peserta diisi dengan materi “Kekuatan Media Sosial (berdampak lewat media sosial) yang dilanjutkan dengan kelas “Karakteristik Media Sosial”. Tujuan pembelajaran ini adalah agar peserta memiliki pertimbangan sebelum memilih media komunikasinya dalam berkampanye. Sesi-sesi berikutnya yang tak kalah menarik adalah “Perencanaan dan Strategi Kampanye Digital dan kelas “Mengembangkan Cerita” juga didapatkan peserta untuk membantu merancang dan memetakan strategi komunikasi yang dibutuhkan sesuai konteks di kelompoknya masing-masing. 

Selain pengetahuan dan keterampilan yang disebutkan di atas, hasil lain yang ingin dicapai pada kelas kampanye digital adalah untuk penguasaan dasar fotografi dan videografi lewat kelas  “Dasar-dasar Fotografi dan Videografi”. Pertama peserta dilatih agar bisa menemukan ide/ gagasan untuk kebutuhan content pembuatan video. Kemudian dilanjutkan dengan belajar membuat sinopsis yang akan digunakan sebagai bahan awal/ draft treatment video mereka. Peserta belajar bagaimana dasar dalam merencanakan pembuatan video yang kemudian diikuti dengan kelas “Teknis Mengambil Foto dan Video”. Di akhir sesi, setelah mendapatkan materi mulai dari perencanaan hingga eksekusi kampanye digital, peserta berkesempatan untuk belajar metode dasar dalam mengukur capaian kampanye yang telah dilakukan. 

Pelatihan yang diselenggarakan dalam rangkaian panjang ini harapannya dapat menguatkan kampanye-kampanye yang telah diinisiasi oleh anak muda, terutama terkait kampanye digital. Sama seperti selebgram yang diikuti oleh ribuan follower, dan postingan jualannya di like dan instruksinya diikuti banyak orang, sedianya kelompok-kelompok gerakan sosial dan lingkungan juga mampu mempunyai banyak follower dan komunikasi yang dibangun mampu mencerahkan dan mengajak lebih banyak orang untuk beraksi.

 

Penulis: Novia FS

Editor: Indra N. H.

Pengumuman Peserta Kelas Online Kampanye Digital

Selamat untuk kamu yang terpilih sebagai peserta Kelas Online Kampanye Digital RMI-The Indonesian Institute for Forest Enviroenment 2021!

Berikut adalah nama-nama peserta terpilih:

  1. Fenti nadia vista
  2. T. Maria Sinaga
  3. Gamaliel. M. Kaliele
  4. Desra Ivana Sihombing
  5. Al Rafi Rizqullah
  6. Acip Spengko
  7. Sandi
  8. Fiahsani Taqwim
  9. Satwika Satria Parahita
  10. Badri Izinajmi
  11. Arif Bagas Adi Satria
  12. Muhammad Asyrof Naf’il Aufari
  13. Agung Faris Anugrah
  14. Revi Aulia Putri
  15. Farradina Prima Putri
  16. Yolanda Thalia
  17. Sandi maulana
  18. Ni Wayan Sri Utami Komaladewi
  19. Melina Sari
  20. Muhammadirsyad Kautsarshiddiq
  21. Susi Sulistia
  22. Siti aulia
  23. David Nugroho
  24. Maydi
  25. Rosy Qoimatul Qolbiyah
  26. Fina Niswah Bahjah

Informasi dan panduan lebih lanjut akan kami kirimkan di grup WhatsApp peserta. Link grup akan kami kirimkan melalui e-mail maupun WhatsApp masing-masing yang dikirimkan panitia. Peserta diharapkan bergabung pada grup WhatsApp paling lambat hari Jumat, 21 Mei 2021 pukul 12:00 WIB.

 

Terima kasih

Salam Anak Muda!

 

Pengumuman Peserta Kelas Online Kampanye Digital

Selamat untuk kamu yang terpilih sebagai peserta Kelas Online Kampanye Digital RMI-The Indonesian Institute for Forest Enviroenment 2021!

Berikut adalah nama-nama peserta terpilih:

  1. Fenti nadia vista
  2. T. Maria Sinaga
  3. Gamaliel. M. Kaliele
  4. Desra Ivana Sihombing
  5. Al Rafi Rizqullah
  6. Acip Spengko
  7. Sandi
  8. Fiahsani Taqwim
  9. Satwika Satria Parahita
  10. Badri Izinajmi
  11. Arif Bagas Adi Satria
  12. Muhammad Asyrof Naf’il Aufari
  13. Agung Faris Anugrah
  14. Revi Aulia Putri
  15. Farradina Prima Putri
  16. Yolanda Thalia
  17. Sandi maulana
  18. Ni Wayan Sri Utami Komaladewi
  19. Melina Sari
  20. Muhammadirsyad Kautsarshiddiq
  21. Susi Sulistia
  22. Siti aulia
  23. David Nugroho
  24. Maydi
  25. Rosy Qoimatul Qolbiyah
  26. Fina Niswah Bahjah

Informasi dan panduan lebih lanjut akan kami kirimkan di grup WhatsApp peserta. Link grup kami kirimkan di e-mail maupun WhatsApp masing-masing yang dikirimkan panitia. Peserta diharapkan bergabung pada grup WhatsApp paling lambat hari Jumat, 21 Mei 2021 pukul 12:00 WIB.

 

Terima kasih

Salam Anak Muda!

 

Pertemuan Regional “Jadi dan Menjadi Masyarakat Adat”

Pada tanggal 8-13 Maret 2021, RMI dan Lakoat.Kujawas dari Indonesia, beserta AFA (Asian Farmers Association for Sustainable Rural Development) dan PAKISAMA (Pambasang Kilusan ng mga Samahang Magsasaka) dari Filipina melakukan Pertemuan Regional secara online yang menjadi bagian dari inisiatif “Jadi dan Menjadi Masyarakat Adat” (Being and Becoming Indigenous atau BBI). Lebih dari 45 orang peserta, terdiri atas puluhan pemuda adat dari tiga komunitas dan pendampingnya, serta 15 orang panitia terlibat dalam pertemuan ini. Selain itu banyak juga masyarakat umum yang terlibat dalam kegiatan ini karena beberapa sesi dibuka untuk publik.

Pelaksanaan kegiatan Pertemuan Regional ini cukup unik dan menantang karena format acaranya yang mengkombinasikan metode pertukaran budaya serta peningkatan kapasitas secara online dan offline, berbeda dari kegiatan pada umumnya dilakukan secara tatap muka. Dalam penyusunan alur kegiatan, misalnya, panitia mempertimbangkan kesesuaian waktu dan metode-metode yang dapat mengoptimalkan proses pembelajaran dan mendukung kenyamanan peserta yang kebanyakan merupakan kelompok pemuda dan remaja. Selain itu, menyiasati kemungkinan hilangnya sinyal dan jaringan internet yang dapat menghambat jalannya acara, pemuda adat dari tiap komunitas sudah terlebih dahulu merekam beberapa sesi penting seperti Tur Virtual dan Pertunjukan Budaya masing-masing komunitas adat. Model Pertemuan Regional yang dilakukan dalam waktu cukup panjang (6 hari) dengan metode kegiatan online dan offline ini sendiri memang baru pertama kali dilakukan oleh komunitas dan organisasi pendampingnya.

Pertemuan 6 hari ini terbagi atas beberapa sesi besar, yaitu perkenalan peserta dan komunitas, peningkatan kapasitas yang dilakukan sesuai kebutuhan lokal (umumnya dilakukan secara offline) dan yang dilakukan untuk menjawab kebutuhan 3 komunitas (umumnya dilakukan online dengan mengundang narasumber). Sesi perkenalan komunitas dilakukan dengan menggelar sesi Pertukaran Budaya dan Tur Virtual yang memperlihatkan keunikan budaya dan lanskap komunitas adat masing-masing secara bergiliran. Materi Tur Virtual sebelumnya telah direkam oleh pemuda adat dan diunggah ke YouTube supaya dapat ditonton satu sama lain sebagai bentuk antisipasi jika terjadi gangguan sinyal dan koneksi internet selama acara.

Anak muda adat sedang memainkan kesenian lisung.

Selama Pertemuan Regional berlangsung, tercatat sedikitnya terjadi 3 kali sesi pertukaran budaya yang variatif–baik dalam tarian, nyanyian, maupun pembacaan puisi–dari setiap komunitas dan 3 kali Tur Virtual yang menunjukkan kekayaan ruang hidup mereka serta tantangan modernisasi dan pembangunan yang mereka hadapi kini.

Selain itu, pada Pertemuan Regional ini, terdapat beberapa sesi yang diisi dengan kegiatan peningkatan kapasitas bagi para pemuda adat pada tingkatan komunitas yang bentuk dan materi kegiatannya disesuaikan dengan konteks lokal. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan di Masyarakat Adat Pasir Eurih, Banten, Indonesia, misalnya, terdiri dari pelatihan pemanduan program ekowisata, pembelajaran mengenai kesejarahan kasepuhan, dan pelatihan pengambilan gambar dan video.

Sedangkan pelatihan kepemimpinan dan pengenalan struktur organisasi diikuti oleh Masyarakat Adat Dumagat-Remontado di Tanay, Filipina. Setiap harinya peserta dari 3 komunitas adat kemudian diajak untuk merefleksikan kegiatan yang sudah mereka lalui di hari sebelumnya dan menceritakan hal menarik yang mereka pelajari satu sama lain.

Selain yang dilakukan secara terpisah, juga terdapat beberapa kegiatan yang dilakukan secara serempak melalui pemberian materi peningkatan kapasitas secara online, di antaranya adalah kegiatan berjudul “Effectively Utilizing Today’s Technological Advancement to Strengthen and Preserve Indigenous Traditions” yang dibawakan oleh Karlina Octaviany pada hari kedua, dan “Reconnect Youth and the Concept of Indigeneity” yang dibawakan oleh Mia Siscawati pada hari keempat. Topik pertama diangkat berdasarkan adanya persamaan kebutuhan bahwa masing-masing komunitas perlu mempertimbangkan dan mampu memanfaatkan perkembangan teknologi untuk mendokumentasikan, mengkampanyekan adat mereka dan menggalang dukungan publik terhadap kondisi-kondisi yang dihadapi komunitas adat saat ini. Di sisi lain kegiatan peningkatan kapasitas kedua dihadirkan untuk memperkuat pemahaman dan kesadaran pemuda adat mengenai konsep keadatan (indigeneity) dan apa maknanya menjadi bagian dari adat (indigenous) serta mendiskusikan kenapa penting bagi pemuda adat untuk menjaga identitas keadatan mereka. Secara garis besar, dekolonisasi sendiri menjadi semangat utama yang mendasari kedua sesi tersebut serta inisiatif BBI secara keseluruhan.

Pemuda adat dari ketiga komunitas menyebutkan bahwa kegiatan Pertemuan Regional ini merupakan satu pengalaman yang menarik bagi mereka. Indi Seran (16), pemuda adat dari Mollo, Nusa Tenggara Timur, Indonesia, menyebutkan bahwa dirinya terkesan dengan pemutaran video musik grup idol asal Korea Selatan Bangtan Sonyeondan (BTS) yang menunjukkan bagaimana orang muda dapat menyuarakan budaya lokal, isu sosial, dan politik lewat seni. Lebih dari itu, Indi juga terdorong untuk terus bangga dengan identitas adatnya sebagai orang Mollo dan ikut bersuara untuk kehidupan sosial melalui seni budaya.

Salah satu anak muda adat sedang mempresentasikan

Opa Sopariah (19), peserta asal Kasepuhan Pasir Eurih, juga berkata bahwa dengan mengikuti kegiatan ini ia jadi makin mengenal budaya sendiri serta budaya komunitas adat lain. Saat memperkenalkan gula aren, misalnya, para pemuda adat jadi terdorong menggali informasi lebih dalam mengenai gula aren dan ternyata kelompok pemuda adat Dumagat-Remontado mengaku bahwa di lokasi mereka pemakaian tanaman aren untuk gula tidak terlalu populer. Nira kelapa menjadi pilihan utama mereka untuk diolah menjadi gula. Sedangkan untuk Mollo, ucapan penuh kekaguman dilontarkan para peserta dari 2 komunitas adat lainnya atas kain tenun Mollo yang berwarna-warni serta merepresentasikan hubungan manusia dengan alam juga filosofi hidup pada pola dan warnanya.

Dalam proses pengambilan gambar dan video yang dibutuhkan untuk sesi Tur Virtual dan Pertukaran Budaya juga terjadi hal-hal yang menarik. Peserta dari Kasepuhan Pasir Eurih menyatakan bahwa selama berkegiatan mereka belajar lebih jauh budaya-budaya mereka sendiri. “Malu, kalau ditanya orang lain masa nanti tidak tahu?”, kata Euis Sukmawati (21).
Sedangkan peserta lainnya, berkata bahwa ia baru saja belajar memukul lesung (numbuk lisung) setelah diperagakan oleh ibu-ibu. “Selama ini saya belum pernah ikutan. Cuma megang doang, tapi kalau ikutan memainkan belum pernah”. Katanya sambil tersipu. Ia mengaku bahwa dengan adanya kegiatan ini ia jadi makin akrab dengan kelompok ibu-ibu sekaligus belajar lebih dalam hal-hal terkait budaya mereka sendiri.

Kegiatan ini berakhir pada hari keenam atau 13 Maret 2021. Para peserta memutuskan untuk menindaklanjuti kegiatan yang sudah disusun bersama-sama, serta untuk tetap berkomunikasi dan merencanakan kegiatan-kegiatan virtual yang dapat diorganisir secara bersama-sama. Walaupun tergambar keletihan dari air muka peserta, namun semangat untuk bekerja bersama untuk memajukan komunitas adatnya masing-masing juga sangat kuat.

Jadi dan Menjadi Masyarakat Adat (Being and Becoming Indigenous) merupakan inisiatif yang digagas dengan tujuan untuk memperkuat persepsi dan pemahaman pemuda adat akan posisi dan identitas adatnya di tengah perkembangan pembangunan dan modernisasi. Inisiatif ini diimplementasikan oleh RMI bekerja sama dengan AFA yang berbasis di Filipina, di tiga komunitas adat yaitu Kasepuhan Pasir Eurih (Banten, Indonesia), Mollo (Nusa Tenggara Timur, Indonesia), dan Dumagat-Remontado (Tanay, Filipina). Di tingkat tapak, RMI dan AFA juga bekerja sama dengan Lakoat.Kujawas dan PAKISAMA sebagai organisasi mitra.

Penulis: Indra Nusantoro Hatasura

Editor: Supriadi

Menjadi Pemimpin Bagi Diri Sendiri, Memupuk Asa Bagi Komunitas

Peserta pelatihan kepemimpinan di Kasepuhan Pasir Eurih

Kualitas kepemimpinan pada tingkat pribadi  merupakan hal yang perlu dimiliki oleh setiap orang. Mengambil keputusan yang penting dilakukan oleh semua orang setiap hari, dari hal-hal kecil terkait pekerjaan, sekolah, keluarga, pertemanan dan lainnya. Selain mengambil keputusan, memetakan potensi, melakukan pertimbangan, mengevaluasi adalah contoh-contoh hal sangat berkaitan dengan kepemimpinan.Tidak hanya pada level organisasi, kepemimpinan pada tingkatan pribadi juga diperlukan.

RMI melalui program Being and Becoming Indigenous, memfasilitasi kegiatan Pelatihan Kepemimpinan II di Kasepuhan Pasir Eurih, Kecamatan Sobang, Kabupaten Lebak, Banten. Bersama enam orang anak muda perempuan dan lima orang anak muda laki-laki yang merupakan anggota dalam Kelompok Pemuda Adat Kasepuhan (Kompak) Pasir Eurih, serta dua orang dari Relawan 4 Life, pelatihan ini dilaksanakan pada 17-18 Februari 2021. 

Apa saja yang dipelajari pada pelatihan ini?

Pada pelatihan ini, peserta diajak mengenal kepribadian  masing-masing, memahami adanya bias, stereotyping, melakukan inisiatif dan mendengarkan secara aktif. Kepemimpinan dalam tingkat personal diperlukan untuk memperkuat kapasitas peserta, dan inilah topik Pelatihan Kepemimpinan yang kedua di Kasepuhan Pasir Eurih.  

Kegiatan ini merupakan kelanjutan dari kegiatan Pelatihan Kepemimpinan I yang dilaksanakan pada 28-29 November 2020 lalu yang dilaksanakan di tempat yang sama (Kasepuhan Pasir Eurih). Bedanya, kegiatan Pelatihan Kepemimpinan I tersebut lebih fokus pada aspek-aspek kepemimpinan di tingkat organisasional. Oleh karena itu lebih banyak diisi oleh diskusi-diskusi praktis mengenai tantangan kerja berorganisasi yang dialami oleh Kompak, serta sesi belajar lintas kelompok, dengan Kelompok Wisata Ciwaluh, dan Relawan 4 Life.

Pada hari pertama, pelatihan diawali dengan pengisian MBTI (the Myers-Briggs Personality Test), yaitu tes kepribadian berisi pertanyaan-pertanyaan terhadap preferensi seseorang di empat domain berbeda. Pertama, cara mereka berinteraksi dengan individu lain dan kecenderungan mereka menerima dan menyalurkan energinya. Kedua, cara mereka mengumpulkan informasi soal dunia sekeliling. Ketiga, cara mereka mempertimbangkan dan memutuskan suatu hal. Keempat, cara mereka menangani hal-hal yang terjadi di dunia luar.

Peserta sedang dijelaskan mengenai hasil MBTI

Dilanjutkan dengan sesi Jendela Johari. Sesi ini berguna untuk mengamati cara kita memahami diri  dan melihat dinamika kesadaran diri sendiri, yang berkaitan dengan perilaku, perasaan, dan motif kita. Jendela tersebut terdiri dari matrik yang terdiri atas empat komponen, masing-masing sel menunjukkan daerah self (diri) baik yang terbuka maupun yang disembunyikan. Keempat komponen tersebut adalah daerah publik (tahu tentang diri sendiri dan diketahui orang lain), daerah buta (tidak tahu tentang diri sendiri, tetapi diketahui orang lain), daerah tersembunyi (tahu tentang diri sendiri, tetapi orang lain tidak tahu), dan daerah yang tidak disadari (tidak diketahui diri sendiri dan orang lain).

Hari pertama diakhiri dengan Materi “Membangun Ekowisata” oleh Agus Wiyono. Pada sesi ini, narasumber menyampaikan perbedaan ekowisata berbasis komunitas dengan wisata massal. Hal lain yang disampaikan juga mengenai prinsip-prinsip ekowisata, serta belajar dari komunitas lain untuk mengembangkan ekowisatanya. Klik link berikut untuk menyimak sesi ini. 

Peserta melakukan permainan team building.

 Hal menarik selama proses

Selama dua hari berproses banyak hal menarik pada kegiatan tersebut. Seperti, pelatihan ini hanya melibatkan anak muda. Baik peserta maupun fasilitator yang merupakan generasi millenial dan generasi Z. Hal ini berdampak pada ruang aman (safe space) yang dibangun. Peserta lebih percaya diri dan rasa segan juga berkurang ketika menyampaikan pendapat mereka. Bagi fasilitator, kegiatan ini juga merupakan ruang untuk mengeksplor diri mereka untuk memfasilitasi suatu kegiatan, serta belajar mengenali berbagai kondisi saat fasilitasi.

Terlibatnya peserta perempuan yang lebih banyak dibanding laki-laki juga sangat mempengaruhi diskusi antar peserta. Seperti saat sesi “Kepemimpinan Inklusif”, di mana peserta dibagi menjadi tiga kelompok, dan salah satu kelompok menyebutkan bahwa pemimpin yang ideal adalah laki-laki dan harus benar. Hal tersebut disanggah oleh peserta perempuan dari kelompok lain.

“Perempuan juga bisa menjadi pemimpin, baik di rumah tangga atau pemimpin yang paling tinggi sekalipun”, kata salah satu peserta. Pernyataan tersebut ditimpali oleh peserta perempuan lainnya, menurutnya kata “harus benar” sebaiknya diubah, karena kata “benar” terlalu luas pengertiannya.

Salah satu tujuan dari Pelatihan Kepemimpinan II ini sendiri adalah menyiapkan pemimpin-pemimpin baru Kasepuhan Pasir Eurih dalam pengelolaan sumber daya alam. Diharapkan pasca kegiatan ini peserta akan melakukan aksi-aksi nyata supaya membawa kebermanfaatan bagi masyarakat Kasepuhan Pasir Eurih.

Penulis: Siti Marfu’ah

Pertemuan Majelis Permusyawaratan Masyarakat Kasepuhan Di Banten Untuk Merumuskan Peran Pemuda Adat

Keterlibatan generasi muda dan perempuan adat dalam Majelis Permusyawaratan Masyarakat Kasepuhan (MPMK) merupakan hal yang harus diapresiasi dan dikawal. Pasalnya, selama ini pemuda adat jarang dilibatkan dalam kegiatan adat, pengelolaan hutan, dan proses pengambilan keputusan lainnya. Mengingat pentingnya peran generasi muda sebagai generasi berikutnya yang melestarikan adat budaya Kasepuhan, sudah sepatutnya mereka dilibatkan. Terlebih lagi banyaknya ancaman yang hadir kemudian menyebabkan hilangnya wawasan adat budaya kasepuhan pada generasi muda.

MPMK sendiri adalah wadah komunikasi yang dibentuk oleh Masyarakat Kasepuhan dan terdiri dari unsur kokolot (tetua), unsur perempuan adat, unsur pemuda adat, dan unsur lainnya, seperti yang diamanatkan pada Bab 1 Ketentuan Umum Peraturan Daerah (Perda) Lebak No.8 Tahun 2015 tentang Pengakuan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Masyarakat Adat Kasepuhan. MPMK dibentuk pada 20 Desember 2020 melalui musyawarah adat di Kasepuhan Guradog, Kecamatan Curugbitung, Kabupaten Lebak. Pembentukan MPMK dinilai mendesak, mengingat saat ini sudah lima kasepuhan yang dikembalikan Hutan Adatnya.

Pada Selasa, 19 Januari 2021, bertempat di kantor DPRD Kabupaten Lebak, Banten, pengurus MPMK mensosialisasikan hasil musyawarah adat tersebut. Pertemuan sosialisasi MPMK melibatkan beberapa pihak, seperti unsur perempuan dan pemuda kasepuhan, Satuan Adat Banten Kidul (SABAKI). Dari organisasi masyarakat sipil hadir RMI, JKPP, dan HuMA yang telah lama bekerja sama dengan masyarakat Kasepuhan, untuk mendorong pemenuhan hak-hak mereka sebagai bagian dari masyarakat adat. 

Junaedi Ibnu Jarta, atau yang akrab disapa Jun, selaku Ketua Umum menyampaikan bahwa MPMK merupakan organisasi yang memiliki visi “Menjadi Organisasi Terdepan yang PEDULI dan TURUT BERTANGGUNG JAWAB dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup dan kelangsungan Masyarakat Adat Kasepuhan dengan tiga jenis keanggotaan, pertama Anggota biasa yaitu merupakan masyarakat keturunan masyarakat adat Kasepuhan. Kedua anggota luar biasa, adalah organisasi yang masyarakat adat kasepuhan dari masing-masing kasepuhan. Terakhir anggota luar biasa, yaitu masyarakat non adat yang memiliki perhatian dan kepedulian terhadap masyarakat adat kasepuhan.

Dalam kesempatan itu Jun juga menyampaikan bahwa MPMK memiliki sembilan ketua, yaitu Ketua Umum; Ketua Hukum dan HAM; Ketua Bidang Sosial dan Ekonomi; Ketua Bidang Penelitian, Pendidikan; Ketua Bidang Keagamaan dan Kebudayaan; Ketua Bidang Pemuda dan Infrastruktur Masyarakat Kasepuhan ; Ketua Bidang Kesehatan, Pemberdayaan Perempuan Adat dan Perlindungan Anak; Ketua Bidang Lingkungan Hidup, Kehutanan dan Pertanian; dan Ketua Bidang Organisasi, kaderisasi, dan Keanggotaan. Selain itu, dalam kepengurusan MPMK juga terdapat Direktur Eksekutif yang membawahi administrasi dan keuangan. MPMK juga memiliki  Pelindung, Pembina dan Penasehat yang berada di struktur organisasinya.

Jun menyatakan bahwa pemuda perlu terlibat dalam kepengurusan MPMK, sehingga kemudian dipilih pemuda untuk berposisi  di bagian keuangan dan di bidang pemuda MPMK. Dengan keterlibatan tersebut, Jun berharap ke depannya partisipasi pemuda akan semakin meningkat.

Adapun menurut pengamatan RMI, selama ini generasi muda adat Kasepuhan adalah kelompok yang suaranya kurang didengarkan. Padahal pemuda dan perempuan adat kasepuhan dinilai memberikan beragam perspektif baru yang mengisi ruang-ruang kosong dalam perjuangan masyarakat adat kasepuhan.

Dalam riungan SABAKI “Regenerasi: Adat dan Pengembangan Sumber Daya Alam di Mata Generasi Muda”, pada tahun 2019 di Kasepuhan Citorek, para pemuda yang mengikuti pelatihan  menyatakan bahwa mereka belum banyak dilibatkan di organisasi tersebut. Namun demikian, keinginan mereka untuk berpartisipasi di organisasi dan kegiatan budaya sebenarnya sangat besar. Kendalanya adalah seringnya perasaan segan kepada orang-orang yang dituakan (baris kolot atau juru basa, misalnya) muncul, dan menahan mereka untuk berpartisipasi secara aktif.

Sebagai salah satu organisasi yang mengadvokasi pengakuan masyarakat adat Kasepuhan sejak 2003, RMI menilai Keterlibatan generasi muda dalam kepengurusan MPMK merupakan tahap dari jalan panjang yang harus ditempuh untuk mencapai kesejahteraan. Terlebih lagi setelah penyerahan Surat Keputusan Hutan Adat Kasepuhan Cibarani, Hutan Adat Kasepuhan Cirompang, Hutan Adat Kasepuhan Citorek, dan Hutan Adat Kasepuhan Pasir Eurih, pada 7 Januari 2021.

Selain memastikan keterlibatan generasi muda dalam pengurus MPMK, RMI bersama JKPP dan HuMA juga menyampaikan bahwa MPMK idealnya menjadi forum strategis dan independen yang menelurkan rekomendasi, gagasan untuk mendistribusikan kesejahteraan masyarakat kasepuhan dan pengamanan adat dan budaya kasepuhan agar tidak tergerus globalisasi, serta mengawasi kebijakan daerah atau organisasi lainnya yang terkait dengan masyarakat kasepuhan.

 

Penulis: Siti Marfu’ah

Editor: Indra N. Hatasura