800×600
Normal
0
false
false
false
IN
X-NONE
X-NONE
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:”Table Normal”;
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-parent:””;
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin:0cm;
mso-para-margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:10.0pt;
font-family:”Calibri”,”sans-serif”;}
Bogor – Yangon – Osnabrueck “Water and Energy = Air + Pemuda”
Hiruk pikuk peringatan hari-hari besar selalu menggairahkan. Semua orang, dan juga komunitas atau pun institusi, berlomba menciptakan seremonial dengan begitu apik. Kreatifitas dan inovasi disajikan dalam beragai ragam. Pun peringatan hari – hari besar lingkungan. Di saat kondisi daya alam hanya dipandang sebagai sumberdaya (dan sehingga dianggap boleh dieksploitasi), dan akibatnya dampak buruk perubahan lingkungan menjadi semakin terasa oleh manusia, momen peringatan hari besar lingkungan hidup menjadi begitu meriah. Untuk mengingatkan, bahwa manusia adalah bagian dari alam. Kerusakan alam berarti bencana bagi kita juga.
RMI sebagai institusi yang bergerak dalam lingkup lingkungan hidup, turut serta menggunakan momen ini untuk menyampaikan pesan. Dalam beragam bentuk, pesan yang kami sampaikan:“Keadilan Tanpa Batas”.
Bogor, Indonesia.
Dari Bogor, pesan ini dituangkan dalam bentuk kegiatan “Amazing Race”. Mengadopsi tema yang dikeluarkan oleh PBB yaitu “Water and Energy”, kami menerjemahkannya sebagai “Air + Pemuda”. Pemuda adalah energi. Energi untuk perubahan, energi untuk inovasi. Amazing Race yang kami lakukan adalah bentuk menyenangkan dari penggemblengan mental pemuda. Karena kami yakin, pemuda harus memiliki mental sekuat baja, namun hati sehalus sutera. Amazing Race merupakan permainan menjelajah, menyusuri pos demi pos untuk mencapai garis finish, dan menyelesaikan tugas di tiap posnya.
Kami ajak pemuda melihat tentang lingkungan ini dari berbagai sudut. Pos I adalah Taman Sempur. Ini adalah salah satu ruang publik yang dimiliki warga Kota Bogor. Pos II ada di Museum Perdjoeangan Bogor. Pemuda harus mengenal sejarah, karena sejarah adalah identitas. Pos III berada di Bendung Cisadane Empang. Bendungan ini merupakan salah satu objek vital dalam mengatur air untuk wilayah Bogor, Depok, Tangerang dan sebagian Jakarta. Pos IV yang menjadi pos terakhir tantangan, ada di Botani Square. Salah satu tempat paling ramai di Kota Bogor dengan segala macam daya pikatnya. Sepertinya salah satu simbol “modernitas”Kota Bogor, adalah mall ini.
Candra Tresna (25), salah satu peserta mengatakan, “baru kali ini saya merasakan uji mental yang benar-benar amazing”. Memang kegiatan ini hanya diikuti sedikit peserta, namun kami setuju dengan istilah lebih baik mengajarkan 10 singa daripada 100 domba. Semoga pesan yang kami sampaikan, bisa melekat kuat pada sepuluh singa tersebut.
Yangon, Myanmar.
Di tingkat regional Asia Tenggara, pesan kami sampaikan dalam ASEAN Civil Society Conferences/ASEAN People Forum di Yangon, Myanmar. Ratnasari, koordinator program Our Rivers Our Life (dari Working Group Biodiversity partners Terre des Hommes Germany) Indonesia, bersama beberapa delegasi negara Asia Tenggara lainnya yang juga memiliki program yang sama, menyampaikan pesan dalam salah satu workshop dari 36 workshop yang digelar dalam perhelatan tersebut. Tema yang diangkat adalah “Ecological Child Rights in Southeast Asia” (ECR in SEAa) tau Hak Anak atas Lingkungan di Asia Tenggara. Dalam forum yang dihadiri sekitar 1.700 orang ini, ada empat cluster workshop, yaitu: Perdamaian, Keadilan dan HAM, Pembangunan dan Demokratisasi.
Hajat tahunan kali ini mengambil tema “Menuju Solidaritas Warga ASEAN melalui Keberlanjutan Perdamaian, Pembangunan, Keadilan dan Demokratisasi”. Menyampaikan pesan dalam event ini dipandang penting dan strategis karena ini merupakan salah satu wadah bagi masyarakat sipil dalam menyuarakan dan memperjuangkan kepentingan rakyat (marjinal) untuk diteruskan dalam ASEAN Summit yang akan dihadiri oleh perwakilan pemerintah negara-negara di Asia Tenggara pada bulan Mei 2014.
Isu hak anak sepertinya masih menjadi isu marjinal, termasuk dalam konferensi besar setingkat Asia Tenggara ini. Terbukti hanya ada 3 dari 36 workshop yang digelar dalam APF 2014 ini yang mengangkat isu hak anak,yakni perlindungan anak, perdagangan anak-cybersex, dan lingkungan (ECR). Masih menjadi tantangan dan butuh upaya keras untuk dapat mendesakkan isu hak anak ini, terlebih pada pemerintah negara di Asia Tenggara.
Hasil workshop “ECR in SEA” bahwa kepentingan terbaik bagi anak dan partisipasi anak merupakan prinsip dasar untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan baik secara ekonomi, sosial, gender, dan keadilan ekologi. Anak memiliki hak untuk hidup aman dan mendapatkan lingkungan yang sehat seperti tercantum dalam Pasal 24 UNCRC (United Nation Convention on the Rights of Child). Banyaknya kerusakan lingkungan, termasuk pada sungai yang diakibatkan oleh industri ekstraktif seperti pertambangan, penebangan hutan, pembangunan dam/waduk, perkebunan skala besar, dan bencana (termasuk perubahan iklim dan bencana akibat ulah manusia maupun alam), tidak dapat dipungkiri memberikan dampak negatif bagi anak. Anak menjadi kelompok rentan, apalagi bagi anak perempuan, yang terkena dampak dari kerusakan lingkungan. RMI sendiri mengambil sudut pandang dampak kerusakan lingkungan bagi perkembangan anak dan pemuda yang terjadi akibat hilangnya hak kepemilikan tanah.
Ada 3 rekomendasi yang diusulkan pada panitia APF 2014 sebagai hasil workshop ini yakni: (1) memasukkan pilar ‘lingkungan’ sebagai pilar ke-4[1] untuk menjamin keberlanjutan lingkungan dan budaya termasuk inisiatif/pengetahuan lokal dan praktek tradisional, (2) pemerintah negara ASEAN harus menjamin perlindungan terhadap hak anak atas keadilan ekologi, (3) pemerintah negara ASEAN harus menjamin hak anak dalam berpartisipasi untuk kepentingan terbaik bagi anak termasuk dalam pengambilan keputusan terkait dengan isu lingkungan.
Perjuangan masih panjang, dibutuhkan konsistensi dan dukungan semua pihak untuk dapat memenuhi hak anak seperti yang tercantum dalam UNCRC. Untuk tingkat ASEAN terdapat mekanisme ACWC (ASEAN Commission on the Promotion and Protection of the Rights of Women and Children) yang diharapkan dapat bekerja beriringan untuk mendorong isu hak anak atas keadilan ekologi (ECR) ini.
Osnabrueck, Germany.
Rahma Novianti (20) bertolak dari Indonesia menuju Bangkok. Bergabung dengan salah satu anak muda Thailand dan pendamping, selanjutnya dilanjutkan menuju Osnabrueck, Jerman. Dua orang anak muda ini menjadi perwakilan Asia Tenggara yang akan berpartisipasi dalam “International Youth Summit on the Right to Water”.
Dalam acara yang digagas Terre des Hommes Germany ini, hadir sekitar 250 anak muda perwakilan dari Afrika, Amerika Tengah dan Latin, Asia Selatan dan Asia Tenggara. Tiga tema utama dalam pertemuan ini adalah Right to Water, Virtual Water dan Protection of Water Resources.
Rahma menyampaikan kondisi salah satu DAS di Indonesia, DAS Cisadane. Dalam presentasinya, diceritakan bagaimana anak muda bisa berperan aktif dalam upaya pelestarian lingkungan. Beragam kegiatan dilakukan, seperti ekspedisi, inisiasi kelompok pemuda lokal, visit to school, menggagas jaringan sekolah pemantau sungai, event South East Asia Youth River Tour, sampai melibatkan media massa, baik cetak maupun audio visual nasional (masuknya kelompok pemuda lokal di forum DAS?).
Rahma menyampaikan bahwa kadang kala hambatan bagi anak muda untuk “bergerak” menjadi begitu besar. Posisi tawar yang lemah dalam komunitas, membuat anak muda jarang didengar. Desakan ekonomi keluarga, memaksa mereka bekerja menjadi buruh dan melupakan cita-citanya. Juga kebujakan pemerintah yang sering kali tidak adil. Di wilayah hulu daerah aliran sungai Cisadane tempat Rahma tinggal, perubahan fungsi lahan terjadi begitu semarak. Wilayah catchment area berubah menjadi perkebunan monokultur, membuat orang tua mereka kehilangan tempat menggantungkan hidup. Pabrik begitu menjamur sehingga “kawasan santri” sedikit demi sedikit tergusur, perubahan budaya menjadi tak terelakan lagi. Anak muda kehilangan identitas, dan mulai berubah menjadi generasi instant, semua ingin didapat dengan cepat dan diukur dengan uang.
Selain menjadi salah satu presenter workshop, anak muda dari Indonesia ini juga mengunjungi beberapa sekolah di Jerman. Berbagi pengalaman, dan saling menarik pelajaran.
e-bulletin RMI
Berbagai cerita dari lapangan juga kami sajikan dalam buletin tiga bulanan kami. Edisi kali ini mengangkat tema “Air dan Perempuan”. Pelajaran penting yang kami tuangkan dalam catatan, termuat disini. Masyarakat di Purwabakti, kesusahan mendapatkan akses atas air dan harus bersaing dengan perusahaan-perusahaan besar. Privatisasi sumberdaya alam terjadi disana seperti halnya yangterjadi pula di wilayah hulu DAS Cisadane disisitimur kaki Gunung Pangrango. Daerah tangkapan air berubah fungsi menjadi perkebunan monokultur, tambang galian C dan kawasan industri serta pariwisata.
Kajian mengenai imbal jasa lingkungan juga kami sajikan dalam edisi kali ini. Serta bagaimana peran perempuan yang harusnya memiliki posisi yang setara dengan laki-laki dalam hal tata kelola sumberdaya alam, khususnya air. Sosok muda pejuang lingkungan mengisi salah satu rubrik, disertai tips supaya kita lebih bijak dan ramah dalam menggunakan air.
Semoga upaya-upaya kecil kami ini bisa menjadi inspirasi dan bermanfaat bagi sesama.
Ditulis oleh : Fahmi Rahman dan Ratnasari
Editor : Fahmi Rahman