Penulis: Novytya Ariyanti (Staf Pengelolaan Pengetahuan RMI)
Kontributor: Nur Fadhillah (Staf Pengorganisasian Masyarakat RMI)
Lebak– Hutan adat Kasepuhan Karang menjadi rujukan bagi Dinas Kehutanan Kalimatan Selatan (Dishut Kalsel) sebagai lokasi percontohan untuk pengelolahan hutan adat dengan prinsip Tatali Paranti Karuhun. Demikian ditegaskan oleh Manajer Pengelolaan Pengetahuan RMI, Yosfi Aldi, seusai mendampingi rombongan Dishut Kalsel, di Kantor Desa Jagaraksa, Rabu (11/10).
“Setelah ditetapkan menjadi hutan adat pada tanggal 30 Desember 2016, kini hutan adat Kasepuhan Karang menjadi “lirikan” untuk berbagai kalangan, tegas Aldi.”
Secara harfiah konsep tatali paranti karuhun menaati serta mematuhi tuntunan rahasia hidup seperti yang dilakuan para karuhun yang menjadi landasaan moral dan etik. Pelaksanaan nilai-nilai tatali paranti karuhun tersebut bukan saja teratas pada tataran religius, tetapi tercermin juga dalam institusi sosial, sistem kepemimpinan dan tata cara berinteraksi dengan alam.
Sampai saat ini, masyarakat Kasepuhan Karang tidak terlepas dari prinsip hidup tatali paranti karuhun untuk menjalankan peran mereka dalam menjaga kelestarian hutan, mempertahankan fungsi hutan hak, mempertahankan fungsi hutan hak, memulihkan dan meningkatkan fungsi hutan, melakukan pengamanan dan perlindungan terhadap hutan serta prinsip-prinsp pengelolan hutan lestari.
Saat kunjungan berlangsung, rombongan Dishut Kalsel singgah sementara waktu di Imah (rumah) keramat Olot Icong, rumah salah satu olot Kasepuhan Karang. Di sini mereka merekam proses pembelajaran ditetapkannya hutan adat Kasepuhan Karang dan juga terkait pengelohan hutan berdasarkan tatali paranti karuhun. Kunjungan selanjutnya ialah ke Cepak Citu yang merupakan salah satu lokasi hutan adat Kasepuhan Karang, di sini mereka dapat melihat potensi hutan dan masyarakat dalam mengelola hutan.
Kabid Pemberdayaan Masyarakat Penyuluhan dan Perhutanan Sosial (Dishut Kalsel), Siti Maskanah merasa sangat berkesan dengan kunjungan yang tim lakukan.
“Target ke sini hasilnya saya puas. Saya lihat kondisi hutan tutupan dan tumpang sarinya bagus. Ditambah lagi dengan kondisi pohon-pohon di sini bisa bertahan dan tidak ditebang sembarangan, di sini sangat berbeda dengan kondisi hutan di Kalimantan, tegas Siti.”
Siti Maskanah berharap, semoga ke depan kita bisa saling membantu, jika ada masyarakat adat dan hutannya yang masih terjaga untuk mendapatkan hutan adat, seperti daerah Dayak Meratus.
Ketua Adat Dayak Meratus, Damang Johansyah, mengatakan bahwa masyarakat Kasepuhan Karang mempunyai filosofi hidup dalam menjaga kesimbangan alam yang hingga saat ini masih mereka pegang.
“ Bagus di sini wilayah hutannya belum ada campur tangan investor, beda seperti di kalimantan. Dan masyarakatnya sudah sadar untuk menjaga wilayahnya sendiri, kata Damang.”
Sementara itu, Pemuda Karang, Engkos Kosasih (23), mengaku setelah ada kunjungan ini, ia menjadi lebih percaya diri untuk berbicara masalah Hutan Adat, karena adanya payung hukum yang jelas.
“Jadi kita bangga ada tamu dari luar, karena ita bisa berbagi pengetahuan tentang masyarakat adat dan hutan adat. Jika ada tamu disitulah salah satu tempat belajar kita pula, kata Engkos.”