Sindanglaya – Lebak, Bukan hanya baris kolot (sesepuh kasepuhan adat), entitas pemuda memainkan peranan penting dalam masyarakat adat Kasepuhan Pasir Eurih. Hal ini dapat kita lihat ketika Kasepuhan melangsungkan ritus atau perayaan adat. Misalnya pada saatacara rajaban (acara pengajian/doa bersama yang dilakukan pada bulan Rajab/Hijriah),untuk meringankan beban biaya dan mensukseskan acara para pemuda menginisiasi peggalangan bantuan baik berupa dana ataupun material lainnya yang sesuai dengan kebutuhan termasuk dalam mengorganisir acara/kegiatan tersebut sampai selesai.
Sayangnya, Pemerintah Desa memiliki pandangan berbeda terhadap pemuda yang cenderung diposisikan sebagai remaja yang tidak bisa diandalkan dan belummemiliki keteguhan pegangan hidup. Mungkin benar, kala usia dan semangat pemuda dibiarkan liar dengan kehendak dirinya sendiri maka akan berdampak buruk tetapi jika diberi pengertian dan pengetahuan yang baik maka dampaknya akan baik/positif pula.
Berawal dari Paguyuban Pemuda Adat tingkat Kecamatan Sobang, pada tahun 2016 para pemuda Kasepuhan Pasir Eurih menginisiasi berdirinya Komunitas Pemuda Adat Kasepuhan (KOMPAK). Saat ini KOMPAK diketuai oleh Dedi Setiadi yang telah beranggotakan kurang lebih 25 orang dan aktif dalam kegiatan budidaya lele sejak April 2018. Gagasan ini muncul sejak lama, berangkat dari keinginan untuk memanfaatkan potensi sumber daya air yang melimpah dan semangat belajar para pemuda yang yang juga tinggi. Akhirnya terinspirasi dari hasil diskusi sharing dengan teman – teman dan pendamping maka tercetus ide untuk budidaya lele.
Tidak butuh waktu lama, pada April 2018 melalui program Peduli RMI dan Kemitraan mengadakan kegiatan Cross Learning yang salah satu materinya adalah pelatihan budidaya lele yang difasilitasi oleh Bang Mering (Kemitraan). Berbekal pengetahuan pasca pelatihan para pemuda segera mengaplikasikan pengetahuan yang telah didapat untuk meningkatkan ekonomi dan menambah dana kas kelompok yang nantinya dapat digunakan untuk kepentngan umum.
Menurut cerita pemuda tak dipungkiri bahwa dahulu banyak waktu luang pemuda yang terbuang sia – sia dan minim kegiatan, meskipun sering melakukan kumpulan tetapi belum mengarah kepada kegiatan dan usaha untuk meningkatkan pengetahuan dan ekonomi. Harapannya budidaya lele menjadi langkah awal pemuda untuk bangkit dan menunjukkan dirinya. Dengan semangat para pemuda mulai menyiapkan kebutuhan teknis dan peralatan. Secara bergotong royong para peuda naik ke gunung untuk mengambil bahan-bahan yang diperlukan, seperti bambu dan kayu. Prinsipnya apa yang bisa diperoleh secara gratis dari alam diupayakan secara bersama – sama. Terkecuali barang material seperti terpal, pipa paralon dan lain-lain yang harus dibeli dengan dana kas pemuda hasil kegiatan kepanitiaan pada kompetisi bola/voli sebelumnya.
Terlepas dari banyaknya kesalahan-kesalahan teknis yang terjadi di lapangan. Justru dari itu pemuda bisa belajar banyak, salah satunya menghargai yang namanya proses. Misalnya bagaimana seharusnya perlakuan yang benar agar bibit lele tidak gampang stres. Ternyata ada takaran tertentu berapa banyak bibit dalam perliter airkantong plastik yang telahterisi air dan oksigen. Pelajaran kecil namun menentukan tingkat keberhasilan sampai hari ini masih terus menjadi perhatian pemuda.
Melihat semangat positif dari para pemuda, Pemerintah Desa setempat turut memberikan dukungan moril dan mengalokasikan anggaran dana dari APBDES sebesar Rp. 5.000.000 (lima juta rupiah) untuk menunjang kegiatan pemuda dan budidaya lele. Artinya pemerintah desa telah mengakui dan menyambut positif keberadaan kelompok pemuda.Pemuda juga berharap agar dilibatkan secara langsung dalam musrembangdes selanjutnya. Kedepannya pemuda akan lebih percaya diri dan kreatif dalam mengelola sumber daya alam tanpa meninggalkan nilai – nilai adat dan menjalin kerjasama dengan pemerintah desa. (Penulis ; Abdul Waris, Ed ; Reni Andriani)