Komitmen Amanat (Aliansi Masyarakat Nanggung Transformatif) tidak berubah hingga kini; menolak perpanjangan HGU PT.Hevindo dan HGU baru dalam bentuk apapun. Komitmen ini terlihat dari aksi penolakan dan konsolidasi anggota yang terus dilakukan. Bentangan spanduk di jalan menjadi bukti aksi penolakan warga atas perpanjangan HGU PT.Hevindo yang ijinnya berakhir pada 31 Desember 2013 lalu.
Surat dari Setda (Sekretariat Daerah) Kabupaten Bogor no.593.4/698-adpem tertanggal 31 Oktober 2014 yang ditujukan pada Camat Nanggung, menggugah warga untuk terus waspada pada langkah yang dilakukan Pemkab Bogor sehubungan dengan lahan bekas HGU PT.Hevindo. Pada surat tersebut dinyatakan jika pada lokasi eks HGU tidak boleh ada penambahan penggarap baru, tidak diperkenankan oper alih garapan, tidak boleh merusak tanaman yang ada, dan dilarang mendirikan bangunan baik rumah tempat tinggal, warung tempat usaha dan lainnya.
Surat ini merupakan kelanjutan dari pertemuan tanggal 20 Oktober 2014 di Ruang Rapat III Setda Kabupaten Bogor yang dihadiri oleh BPN Kab.Bogor, Distanhut, Polres Bogor, PT.Hevindo, Kapolsek Nanggung, Camat Nanggung, Kades Desa Cisarua-Nanggung-Curugbitung, dan tim 15. Tim 15 merupakan tim yang dibentuk AMANAT pada 26 September 2014, terdiri atas perwakilan masyarakat di tiga desa (Nanggung, Curugbitung dan Cisarua). Pembentukan tim 15 ini sebagai respon atas rekomendasi hasil rapat Kades 3 desa dengan Asisten Pemerintahan Kab.Bogor, BPN, Distanhut, Dinas Tata Ruang, Polres Bogor, Camat Nanggung, Kapolsek Nanggung, pada tanggal 25 September 2014.
Tim 15 diharapkan dapat membangun komunikasi dengan kepala desa agar sejalan dan mendukung gerakan perjuangan AMANAT. Selain itu untuk tetap mengawal dan memastikan bahwa langkah tim kerja Pemkab Bogor tidak berujung pada dukungan pada perpanjangan HGU. Karena agenda kerja tim Pemkab Bogor yang disusun pada 20 Oktober 2014 lebih mengarah pada proses perpanjangan HGU dengan mekanisme awalnya yakni menyelesaikan penguasaan lahan oleh penggarap melalui 3 tahap yaitu (1) inventarisasi penggarap dan lokasi garapannya, (2) verifikasi untuk menyeleksi penggarap dengan instrumen tertentu, (3) penelitian kronologi garapan. Kekhawatiran pada proses ini bisa saja penggarap yang notabene adalah anggota AMANAT dicoret dari daftar dan malah penggarap non anggota AMANAT masuk daftar lolos seleksi. Maka dalam proses pelaksanaan seluruh agendanya harus dipastikan bahwa tujuannya untuk membuktikan jika PT.Hevindo telah terbukti melakukan pelanggaran sehingga ijinnya harus dicabut dan untuk membuktikan jika masyarakat di 3 desa bergantung hidupnya pada lahan tersebut.
Konsolidasi anggota AMANAT terus dilakukan, salah satunya melalui pendataan nominatif penggarap oleh masing-masing korkam (koordinator kampung). Data ini berikut peta wilayah dan peta sosial-ekonomi warga di 3 desa menjadi bahan argumentasi dalam proses negosiasi penolakan perpanjangan HGU dan HGU baru dalam bentuk apapun. Bahkan di beberapa kampung, angin segar untuk gerakan AMANAT dihembuskan oleh korkam perempuan seperti di Pasirpeteuy yang berhasil menggerakkan warga untuk mengumpulkan iuran anggota untuk kebutuhan gerakan dan melakukan musyawarah rutin sebagai upaya konsolidasi warga. Semoga angin segar ini terus berhembus dan menjangkau kampung-kampung lain di 3 desa agar gerakan AMANAT tetap kuat dan konsisten untuk mencapai cita-cita menuju kesejahteraan warga.
Oleh: Ratnasari
(Manajer Divisi Pengelolaan Pengetahuan RMI)