Bertempat di Desa Jagaraksa-Lebak, Sekolah Penggerak Masyarakat (SPM) II diadakan sebagai kelanjutan dari SPM I bulan September lalu. Acara dibuka oleh Camat Muncang (H.Abdul Rohim, SPd), Kades Jagaraksa (Jaro Wahid) dan RMI (Rojak Nurhawan). SPM II dilaksanakan pada tanggal 25 – 27 Nopember 2014 bertema “Pembaharuan Hukum Pengelolaan SDA Melalui Organisasi Rakyat Yang Kuat dan Berperspektif Gender”. Kegiatan ini dilaksanakan oleh RMI dengan dukungan dari HuMa-SPHRI. Peserta SPM II sekitar 20 orang dari Desa Nanggung, Curugbitung, Kiarasari, Cirompang, Cibedug, dan Jagaraksa.
Pada SPM II kali ini, materi yang dipelajari peserta meliputi Analisis Sosial, Organisasi Rakyat dan Gender. Metode yang digunakan dalam SPM II yakni diskusi kelompok, permainan, drama/bermain peran, dan menggambar. Variasi dalam metode ini membuat sesi SPM kali ini begitu menyenangkan dan tidak membuat bosan peserta. Seperti diungkapkan oleh Mursyid (Desa Cirompang): “Melalui permainan dan drama yang dimainkan, materi akan mudah diserap dan mudah dipahami”.
Sesi Analisis Sosial yang difasilitasi oleh Indra (RMI), mengajak peserta untuk membuat sketsa desa dan menganalisa para aktor/pihak. Melalui sesi ini, peserta dapat memahami persoalan di masing-masing desa dan melalui peta aktor dapat memudahkan untuk mencari strategi advokasi yang tepat. Herman (Desa Kiarasari) menyatakan: “Pada umumnya ketika suatu tempat ada pihak lain yang menguasai maka akan terjadi persoalan dengan masyarakat setempat”.
Sesi organisasi sosial difasilitasi oleh Aji (RMI), berdiskusi soal pentingnya organisasi rakyat dalam mencapai tujuan yang dicita-citakan dan bagaimana ciri organisasi rakyat yang membedakan dengan jenis organisasi lainnya. Hasil diskusi peserta bahwa organisasi rakyat memiliki ciri mandiri, bersatu/kompak, kreatif, selalu berjuang, satu pikiran, memiliki komitmen dan tegas. Peserta kemudian berdiskusi untuk menyusun gagasan rencana kerja untuk organisasi rakyatnya masing-masing. Rencana kerja yang dimaksud adalah yang bisa dipastikan realisasinya dan terukur dalam jangka waktu tertentu.
Kemudian sesi tentang gender difasilitasi oleh Nana (RMI). Pada sesi ini memberikan pemahaman peserta tentang pentingnya gender dipersoalkan dan penerapannya dalam masyarakat. Melalui bermain peran tiap kelompok, peserta memahami apa yang dimaksud dengan istilah gender dan bentuk-bentuk ketidakadilan gender yang terjadi. Bentuk ketidakadilan gender meliputi penomorduaan (subordinasi), peminggiran (marginalisasi), beban ganda (double burden), pelabelan (stereotipe), dan kekerasan (violence). Lalu melalui diskusi kelompok, peserta mengidentifikasi peran laki-laki dan perempuan dalam tahapan bertani (sawah/kebun/huma). Melalui sesi ini peserta memahami bahwa perempuan memberikan andil yang besar dalam penghidupan sehingga perlu dilibatkan dan didengar suaranya dalam pembangunan desa dan kebijakan yang akan dibuat desa.
Pada sesi penutup, peserta diminta untuk belajar mengeluarkan argumen dan berusaha mempertahankannya melalui permainan debat antar kelompok. Melalui sesi ini tiap peserta belajar melakukan negosiasi dan menarik pembelajaran dari proses tersebut. Pembelajaran yang diambil yakni ketika melakukan negosiasi, hal-hal yang harus diperhatikan antara lain data/fakta lapangan yang akurat, rasional/logis, teknik berkomunikasi, bahasa tubuh,
tidak emosional, dan cara penyampaian yang meyakinkan/bisa mempengaruhi pikiran-pendapat orang lain. Kemudian sesi ditutup dengan evaluasi atas proses selama 3 hari ini dengan harapan pada SPM berikutnya dapat berjalan lancar.
Oleh: Ratnasari
(Manager Divisi KM RMI)