Berkumpul dan ngobrol bersama anak-anak dan remaja seakan tidak ada habisnya. Walaupun hari sudah menjelang senja, tetap saja terasa serunya diskusi di kediaman Pak Wardi (Kampung Dukuh Kawung, Desa Nanggung) pada 3 Desember 2014. Selain tim RMI, sore itu kebetulan ada Bert (SEA Regional tdhG) dan Roosa (tdhG Indonesia) yang ingin mengetahui kegiatan BARET dan KETAPANG.
Seperti diceritakan oleh Nanang (17 tahun), sang ketua kelompok, bahwa BARET yang kepanjangannya ‘Barisan Remaja Tani’ dibentuk pada 18 Juni 2014. Anggotanya anak dan remaja usia sekitar 9 – 17 tahun. Kegiatan BARET hingga saat ini yaitu bertanam di pekarangan, bertanam di kebun bersama, belajar membuat pupuk kompos, membuat keranjang dari bambu untuk wadah tanaman dan pencak silat. Jenis tanaman yang ditanam antara lain cabe, tomat, kangkung, bayam, jahe merah, dan sengon. Hasil panen sayuran selain dikonsumsi sendiri, juga dijual lalu uang hasil penjualannya dikumpulkan dalam kas kelompok. Untuk penjualannya dilakukan di sekeliling kampung saja. Sedangkan KETAPANG, kepanjangannya ‘Kelompok Remaja Tani Pekarangan’ menurut Sagita (15 tahun) baru dibentuk 14 September 2014 dengan jumlah anggota sekitar 25 orang tapi diakuinya karena baru terbentuk maka belum punya struktur kelompok. Awal dibentuknya karena dengar cerita kegiatan BARET lalu ingin melakukan kegiatan serupa di kampungnya.
Diskusi mengalir lancar, baik BARET maupun KETAPANG sangat aktif. Ketika diminta bertanya balik, ada yang menanyakan soal baju batik yang dikenakan Bert, karena batik merupakan ciri khas Indonesia sedangkan Bert berasal dari Filipina, apakah Bert keturunan Indonesia. Dijawab Bert bahwa 2.000 tahun lalu ada nelayan Indonesia yang datang ke Filipina dan tentu saja mempengaruhi budaya setempat. Maka tak heran beberapa kata dalam bahasa Tagalog mirip dan memiliki arti serupa dengan bahasa Indonesia seperti kami, kita, siku, dan sama. Ada pula yang menanyakan soal kegiatan remaja di Filipina. Bert menjawab bahwa ada kelompok remaja yang membuat teater, pendampingan anak jalanan dan kampanye domestic violence (kekerasan dalam lingkungan keluarga dan sekolah).
Ketika menonton film ‘Suara Hulu Cisadane’ yang dibuat oleh kelompok remaja di wilayah Timur-Selatan Cisadane tahun 2013 lalu, dalam diskusi setelah usai menonton film, anak BARET dan KETAPANG menyatakan mendapat inspirasi misalnya ingin melakukan operasi bersih agar kampung dan sungainya bersih dari sampah. Karena menurut mereka, ada jenis-jenis ikan yang tidak dapat ditemui lagi di sungai seperti sengal dan rengis. Hal ini karena banyak tempat pengolahan emas tradisional yang limbahnya masuk ke sungai.
Untaian harapan bersemi pada anak-anak remaja ini, walaupun tinggal di kampung sekitar 2 jam jauhnya jika ditempuh dengan kendaraan dari kota Bogor, namun semangat, kemauan dan daya pikir kritisnya sangat luar biasa!
Oleh: Ratnasari
(Manager Divisi KM RMI)