Tali Bambu merupakan kelompok pemuda di Kampung Ciwaluh, Desa Watesjaya, Kecamatan Cigombong, Bogor. Kelompok ini telah melakukan pengembangan ekowisata lebih dari 1 tahun, dengan memperkenalkan potensi-potensi sumber daya alam, seperti air terjun Ciawitali (lihat artikel RMI; Curug Ciawalitali, Daya Tarik Ekowisata Ciwaluh), tanaman kapulaga, kumis kucing dan kopi. Salah satu bentuk kegiatan yang mereka lakukan untuk meningkatkan pengembangan ekowisata tersebut ialah wisata edukasi bagi pecinta kopi atau yang disebut dengan Coffee picnic. Coffee picnic kali ini bertepatan dengan musim pacacal, yaitu buah yang dipanen sekarang merupakan sisa buah dari panen tahun lalu. Kegiatan ini dilakukan pada hari Sabtu, 04 Febuari 2017 dengan jumlah peserta 24 orang, sebagian besar dari mereka berasal dari Jakarta dan Bogor. Peserta Coffee Picnic dapat mengetahui mengenai jenis-jenis kopi dan perbedaannya serta pengetahuan mengenai kopi Ciwaluh itu sendiri. Selain itu mereka juga mendapatkan penjelasan mengenai proses pengolahan kopi, mulai dari cara pemetikan, sangrai/rosting, teknik menggiling biji kopi secara manual, proses penyeduhan dengan menggunakan manual brewing seperti pour over; menggunakan kertas filter dan Vietnam drip.
“Kegiatan Coffee Picnic ini merupakan kegiatan yang pernah dilakukan di tahun 2016, dengan tujuan memperkenalkan atau mengangkat produk lokal kami yaitu kopi Ciwaluh. Selain diskusi tentang kopi, pengunjung juga dapat menikmati tubing di akhir acara, jadi peserta tidak hanya mendapatkan penjelasan mengenai kopi saja.” Ujar Doyok, Anggota Tali Bambu.
Kopi Ciwaluh masuk dalam segmen pasar khususnya pengemar kopi robusta organik. Kopi ini mempunyai kulit ari yang berwarna seperti klorofil yang disebut sebagai asam klorogenat yang berfungsi untuk pembakar lemak dalam tubuh. Daun kopi dapat dimanfaatkan untuk diolah menjadi kawa, serta daging buah kopi dapat dijadikan kaskara; sekelas teh. Selain itu, bekas ampas kopi yang diseduh dengan pour over atau ditubruk dan diminum tanpa menggunakan gula, maka dapat digunakan sebagai scrub, sebab kandungan dari ampas kopi tersebut dapat mengurangi sampah plastic yang ada di ditergen atau sabun industrial.
Menurut Andry W (Baristra Dapur Kaoem), Kopi Ciwaluh ini saya menyebutnya sebagai natural organic, karena dia tidak diperlakukan sebagaimana perkebunan kopi umumnya. Sebenarnya dia adalah salah satu komoditas yang mempunyai nilai jual, kalau seandainya masyarakat sini mau mengeluarkan energi memetik yang sudah masak.
“Kalau dapat segmen pasar yang sesuai harganya bisa sangat tinggi ya, dapat meningkatkan perekonomian masyarakat.” Ujar salah satu peserta Coffee Picnic.
Dengan demikian, mengangkat produk lokal masyarakat yang dikemas dalam edukasi wisata ini sesungguhnya mengajak kita semua untuk tidak hanya menikmati kopi, tetapi melihat langsung proses pengolahan dan menjalin interaksi antara konsumen kopi dengan petani. Coffee Picnic di Ciwaluh juga memberikan kesempatan bagi peserta untuk mengetahui proses dari hulu rantai pasar kopi, dimana harga kopi di petani jauh dari angka 40.000 Rupiah per cangkir.
Novytya A
(Divisi Knownledge mManagement RMI)