Search

Kabar Terbaru

Menguatkan Inisiatif: Langkah Lanjutan Mendorong Pendidikan Kritis Kontekstual pada Generasi Muda

RMI-the Indonesian Institute for Forest and Environment sejak awal berkomitmen untuk melakukan pembelajaran dengan mengedepankan prinsip pendidikan kritis, kontekstual, dan secara partisipatif. Melalui Program “Promoting Children’s Right to a Healthy Environment Through Children and Youth from the Philippines and Indonesia – Children and Youth Action for Environmental Children’s Rights (CYA-ECR)” atau “Mempromosikan Hak Anak atas Lingkungan yang Sehat Melalui Anak dan Remaja dari Filipina dan Indonesia serta Aksi Pemuda untuk Hak Anak Atas Lingkungan,” RMI melaksanakan kegiatan Environmental Children’s Rights (ECR) Training Program (ETP) atau Pelatihan Fasilitator Pendidikan Lingkungan. 

Fasilitator Pendidikan Lingkungan terdiri dari tiga rangkaian seri yang dilaksanakan secara bertahap:

Dokumentasi ETP Seri 1

Seri Pertama: Dilaksanakan pada tanggal 22–25 Juni 2024 di The Garden-BIM Hotel, Rangkasbitung. Pelatihan ini fokus pada pembekalan mengenai pendidikan kontekstual dan dasar-dasar fasilitasi. Sebagai tindak lanjut, peserta diminta untuk melaksanakan mini project sebagai implementasi dari pelatihan tersebut, sekaligus sebagai kesempatan bagi mereka untuk mencoba menjadi fasilitator di komunitas masing-masing.

Dokumentasi ETP Seri 2

Seri Kedua: Dua bulan kemudian, seri kedua dilaksanakan pada tanggal 22–25 Agustus 2024 di Kasepuhan Pasir Eurih. Pelatihan kedua mengadopsi pendekatan People First Impact Method (PFIM), mendorong peserta untuk dapat menggali informasi melalui wawancara mendalam dengan topik yang telah ditentukan. Selain itu, dikenalkan pula isu-isu mengenai perubahan iklim, kemiskinan struktural, gender, dan politik ekologi yang dikaitkan dengan kondisi masing-masing komunitas.

Dokumentasi ETP Seri 3

Seri Ketiga: Seri terakhir dilaksanakan pada tanggal 25–27 Oktober 2024 di Kasepuhan Pasir Eurih, diikuti oleh 15 peserta, terdiri dari tiga perempuan dan 12 laki-laki, yang berasal dari Kasepuhan Cirompang, Kasepuhan Bongkok, Kasepuhan Pasir Eurih, Kasepuhan Jamrut, serta masyarakat lokal di sekitar Kasepuhan. Pelatihan ini berlangsung selama tiga hari dengan isu-isu yang saling berhubungan dengan pelatihan sebelumnya, seperti pembangunan berkelanjutan, gerakan sosial, keanekaragaman hayati, dan keadilan iklim.

Pada hari pertama, peserta diajak untuk mengenal diri mereka melalui tes MBTI, diharapkan dapat mengetahui arah pengembangan sesuai dengan kepribadian masing-masing. Selain itu, peserta juga diberikan kesempatan untuk saling berbagi pengetahuan berdasarkan keahlian atau ketertarikan masing-masing. Sesi pertama dilakukan oleh Hanifah Nur Hidayah dengan topik “Otoritas dan Kekerasan,” yang menjelaskan bahwa seseorang dapat melakukan tindakan yang bertentangan dengan moralnya ketika menerima perintah dari orang yang lebih berwenang.  Selanjutnya, Siti Sopariah menjelaskan tentang “Keseimbangan Ekosistem,” membahas interaksi biotik dan abiotik yang dapat menyebabkan ketidakseimbangan ketika salah satu komponen hilang. Pendekatan ini memantik diskusi terbuka antara peserta karena sifatnya yang peer-to-peer.

Hari pertama diakhiri dengan pengenalan media pembelajaran melalui permainan quartet yang berisikan informasi mengenai Kasepuhan, seperti perangkat adat, hewan langka di kawasan Halimun, hingga objek Kasepuhan. Melalui permainan ini, peserta dapat membaca dan mengetahui informasi yang tertera di kartu. Hal ini diharapkan dapat menjadi pemicu untuk menciptakan alat serupa sebagai media pembelajaran bagi anak-anak dan kaum muda dengan cara yang lebih menyenangkan dan kontekstual.

Pada hari kedua, isu yang diangkat berkaitan dengan keanekaragaman hayati melalui praktik biomonitoring untuk menguji kualitas air sungai. Peserta dibagi menjadi empat kelompok dan melakukan biomonitoring di titik-titik sungai sekitar. Peserta diminta mengidentifikasi makhluk makroinvertebrata yang terdapat dalam ekosistem sungai sebagai indikator kualitas air. Sekalipun hasil yang didapat perlu dikaji lebih dalam untuk menghasilkan data yang valid, peserta tetap dapat mengenali dan mengidentifikasi secara sederhana kondisi lingkungan yang ada di sekitar mereka.

Menyusul isu yang sama, peserta terlibat dalam permainan “Mancing Mania,” yang mencerminkan tantangan pengelolaan kekayaan alam yang terbatas. Dalam permainan ini, peserta berperan sebagai perusahaan penangkap ikan yang berusaha untuk menangkap ikan sebanyak-banyaknya untuk mendapatkan skor paling tinggi. “Hanya satu orang yang sadar, sedangkan yang lainnya tidak,” ucap Yadin, salah satu peserta dari Kasepuhan Cirompang, ketika seluruh sumber daya ikan habis karena kurangnya tindakan pengelolaan yang bijak dari peserta. Hal ini dilanjutkan dengan pemaparan materi mengenai pembangunan berkelanjutan yang menegaskan tentang pentingnya pertimbangan lingkungan-sosial-ekonomi dalam pembangunan.

Di hari kedua, Dida Nuraida dan Arsani juga berbagi pengetahuan dengan topik yang berbeda. Dida Nuraida mengambil topik “Gizi Seimbang dari Pangan Lokal Menuju Gaya Hidup Sehat,” mengedukasi peserta tentang pengertian dan pentingnya gizi seimbang bagi tubuh serta mengaitkannya dengan kandungan gizi dalam pangan lokal yang sering kali diabaikan. Sementara itu, Arsani menjelaskan mengenai pengertian, tingkatan, dan manfaat keanekaragaman hayati, serta mengajak peserta mengidentifikasi keanekaragaman hayati di Kasepuhan masing-masing dari perspektif kesehatan, budaya, perikanan, dan pertanian. Diskusi dua arah pun terjadi, membahas kondisi lingkungan masing-masing dan keterkaitannya.

Hari ketiga dibuka dengan talkshow tentang keadilan iklim yang disampaikan oleh Fadilla Mutiarawati dari Sokola Institute dan Indra N. H. dari RMI. Talkshow dikemas secara interaktif dengan membahas tentang dampak krisis iklim dan mitigasi yang dapat dilakukan, terutama bagi peserta yang tinggal di kawasan pegunungan. “Rugi, biasanya bekal padi cukup untuk periode tertentu, tetapi jika masa tanam mundur, masyarakat harus membeli beras untuk mencukupi kebutuhan,” cerita Yadin mengenai dampak krisis iklim yang dialami masyarakat Kasepuhan. Fadilla dan Indra juga menjelaskan dampak serupa yang dialami masyarakat lain.

Talkshow ini diharapkan dapat mendorong peserta untuk mulai bergerak dan mengambil tindakan, seperti yang disampaikan Fadilla dalam pernyataannya, “Kita sudah berefleksi tentang banyak hal, harus dipikirkan lebih dalam dan segera mengambil tindakan. Anak-anak muda harus mengambil peran besar untuk mitigasi krisis iklim.” Melalui sesi ini, krisis iklim dijelaskan secara kontekstual sehingga menegaskan dampak nyata yang akan dihadapi oleh masyarakat, khususnya Masyarakat Adat.

Selanjutnya, isu tentang gerakan sosial diperkenalkan melalui permainan “Hands of Power.” Terdapat satu peserta yang mendapatkan perintah untuk mengikuti arah tangan dari fasilitator ke mana pun dan dalam kondisi apapun tanpa bisa berhenti. Sementara itu, peserta lain diminta agar dapat menghentikannya. Permainan ini menunjukkan pentingnya kekuatan kolektif dalam mengatasi suatu permasalahan, karena tanpa adanya keinginan melawan bersama maka kemungkinan besar gerakan sosial tidak akan terjadi.

Sebagai penutup dari rangkaian pelatihan, permainan “Jaring Laba-Laba” digunakan dengan cara peserta mengidentifikasi cerita yang telah disediakan. Cerita tersebut dibuat berdasarkan fenomena sosial yang terjadi sehingga peserta dapat menjelaskan hubungan sebab-akibat dari berbagai permasalahan sosial yang muncul, seperti isu iklim, kemiskinan struktural, pembangunan berkelanjutan, pendidikan, dan akar masalah lainnya. “Karena permasalahan ini kompleks, maka perlu dipecahkan satu per satu,” ungkap Manil, salah satu peserta, saat menanggapi permainan tersebut. Fasilitator menegaskan bahwa terdapat benang merah antar-isu yang ada, dan solusi yang ditawarkan harus mempertimbangkan berbagai sudut pandang.

Dalam prosesnya, peserta mengimplementasikan keterampilan yang didapat dari pelatihan ini melalui berbagai macam kegiatan. Seperti kegiatan mini project yang dilakukan di komunitas masing-masing, seperti pendokumentasian pengetahuan lokal di Kasepuhan Cirompang, pengenalan tanaman obat di Kasepuhan Pasir Eurih, serta pengenalan krisis iklim di SMAN 1 Sobang. Selain itu, beberapa peserta juga terlibat dalam kegiatan Forum KAWAL, Jelajah Kasepuhan, Semiloka yang diselenggarakan oleh KMA Kemendikbud, serta aktivitas lain yang menjadikan mereka sebagai penggerak pendidikan kontekstual.

Setelah mengikuti serial pelatihan ini, peserta akan melakukan aktivitas dalam rangka Global Action Month, seperti identifikasi tanaman obat dan kesenian di SD sekitar Kasepuhan, termasuk SDN 2 Sindanglaya, SDN 2 Wangunjaya, SDN 1 Sukaresmi, SDN 1 Cirompang, dan SDN 4 Hariang.

“Semua hal berkesan, tetapi yang paling berkesan adalah metodenya. Ternyata penyampaian materi tidak harus lewat presentasi, tetapi bisa melalui permainan, seperti permainan pohon-tupai, nasi garam, mancing-mancing, dan hands of power. Pada seri kedua, kami juga mendapatkan pengetahuan baru dari tempat tinggal sendiri saat wawancara,” ungkap Nina Nuraina ketika berbagai kesan setelah mengikuti pelatihan sepanjang tiga seri.

Melalui berbagai pengalaman yang telah dijalani, berbagai macam metode dan pendekatan yang telah dilakukan, salah satunya melalui pendidikan kontekstual. Maka diharapkan peserta dapat memahami pembelajaran secara lebih relevan dan bermakna, tidak hanya fokus pada pengetahuan dan keterampilan, tetapi juga mendorong mereka untuk melihat keterkaitan antara pembelajaran dengan kondisi di komunitas mereka. Para peserta kini didorong untuk mengambil peran aktif dan memunculkan inisiatif yang baru di komunitas masing-masing. Mereka diharapkan mampu mengidentifikasi permasalahan yang ada di komunitas dan memberikan solusi yang relevan. Dengan keterampilan ini, para peserta dapat menganalisis tantangan yang dihadapi, baik dalam konteks lingkungan, sosial, maupun ekonomi. RMI berharap melalui pelatihan ini, akan muncul inisiatif-inisiatif baru yang muncul dari kebutuhan komunitas itu sendiri.

Penulis: Hanifah Nur Hidayah

Recent News

Foto Artikel  (15)
Menguatkan Inisiatif: Langkah Lanjutan Mendorong Pendidikan Kritis Kontekstual pada Generasi Muda
WhatsApp Image 2024-10-08 at 20.21
Semiloka “Hutan adat untuk Kesejahteraan Lahir batin Masyarakat Adat”
SAMPUL DEPAN BUKU KAMPUNG KATONG
Kampung Katong
unnamed
Melanjutkan Aksi: Memperdalam Peran Generasi Muda dalam Fasilitasi Pendidikan Kritis dan Kontekstual
1-3
Sepuluh Tahun Jokowi Ingkar Janji kepada Masyarakat Adat
4-1
Tingkatkan Kemampuan Fasilitasi, Alumni Pelatihan Fasilitator Pendidikan Lingkungan Terlibat dalam kegiatan Jelajah Kasepuhan Cirompang
2
Partisipasi Aktif Kaum Perempuan dalam Pembangunan Desa Melalui Forum Perempuan Kasepuhan
5
Beraksi Bersama: Generasi Muda Mengambil Peran Fasilitasi Pendidikan Kritis dan Kontekstual.
image
Aksi Anak dan Remaja untuk Hak Anak Atas Lingkungan di Indonesia
DSCF4752
Masyarakat Baduy dan Tantangannya: Seba Bukan Hanya Sekadar Perayaan Rutin Tahunan.
Follow by Email
YouTube
YouTube
Instagram