Siaran Pers Panitia Nasional GLF 2018 dan International Land Coalition (ILC)
Global Land Forum (GLF) merupakan forum pertanahan global terbesar di dunia. Forum ini dihadiri sedikitnya 900 peserta dari 77 negara yang mewakili organisasi pembangunan internasional, badan badan PBB, lembaga pemerintah, akademisi hingga organisasi masyarakat sipil. Pertemuan GLF diselenggarakan oleh International Land Coalition (ILC) bekerjasama dengan organisasi masyarakat sipil dan pemerintah di Negara penyelenggara. International Land Coalition (ILC) merupakan koalisi petanahan global yang terdiri dari organisasi dari berbagai belahan dunia (Asia, Afrika, Latin America dan Caribbean (LAC), Eastern Europe dan Middle East (EMENA)) dengan perspektif yang beragam. Organisasi ini bekerjasama di tingkat nasional, regional dan global mendorong prinsip People-Centred Land Governance atau Tata Kelola Pertanahan Berbasis Kerakyatan.
Di setiap perhelatannya, GLF mendapat perhatian yang luas dari komunitas global dalam membicarakan masalah pertanahan, pertanian, pangan, pembangunan pedesaan, petani, masyarakat adat, nelayan, perempuan, pastoral, perubahan iklim hingga teknologi informasi terkait pertanahan dan sumber daya alam. Tema-tema yang dibahas dalam GLF selalu memperdalam masalah di tingkat global, yang dihadapi, solusi yang ditawarkan komunitas global sekaligus memberi ruang alternatif atas jawaban-jawaban yang telah tersedia.
Tahun ini, GLF akan diselenggarakan di Gedung Merdeka, Bandung pada 22 – 27 September 2018. Forum pertemuan ini merupakan putaran ke-8 setelah sebelumnya diselenggarakan di Roma, Italia (2003), Santa Cruz, Bolivia (2005), Entebbe, Uganda (2007), Kathmandu, Nepal (2009), Tirana, Albania (2011), Antigua, Guatemala (2013), dan terkahir di Dakkar, Senegal (2015). Terpilihnya Indonesia sebagai Negara Tuan Rumah Penyelenggara GLF oleh Dewan Global ILC didasarkan pada beberapa perkembangan significan, diantaranya dari sisi kemajuan gerakan sosial yang memperjuangkan hak atas tanah, serta adanya kemauan politik pemerintah mendorong prosesproses pengakuan hak atas tanah melalui kebijakan reforma agraria dan penyelesaian konflik. Termasuk kapasitas Indonesia untuk menjadi Tuan Rumah forum global ini.
Sejak 2014, Presiden Joko Widodo memperlihatkan sejumlah komitmen penting untuk membangun desa, pertanian dengan cara memperluas akses kepemilikan dan pengelolaan warga negara kepada tanah dan hutan. Salah satunya, dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) pemerintah menargetkan redistribusi tanah seluas 9 juta hektar melalu agenda reforma agraria bagi
petani. Kemauan politik tersebut tidak datang begitu saja. Ia lahir dari perjuangan panjang bangsa Indonesia dalam mendorong pelaksanaan land reform sejak awal kemerdekaan hingga dikukuhkannya Undang – Undang Pokok Agraria (UUPA) Tahun 1960 sebagai payung hukum pengelolaan agraria nasional, hingga lahirnya TAP MPR IX/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumberdaya Alam.
Pengalaman panjang tersebut tentu telah banyak memberikan pelajaran penting bagi seluruh bangsa ini. Global Land Forum 2018 diselenggarakan oleh International Land Coalition (ILC) dan National Organizing Commite GLF 2018 (NOC GLF 2018), yang terdiri dari 15 organisasi masyarakat sipil, dengan dukungan Pemerintah Republik Indonesia, yakni Kantor Staf Presiden (KSP), Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Komnas HAM, Kepolisian RI, Kementerian Pertanian, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Pemerintah Kota Bandung.
Global Land Forum 2018 membawa tema “United for Land Rights, Peace dan Justice (Bersatu untuk Hak Atas Tanah, Perdamaian dan Keadilan)” dengan tujuan mempromosikan tata kelola pertanahan untuk mengatasi ketimpangan, kemiskinan, permasalahan konflik, HAM dan pembangunan pedesaan. “Dengan suasana sekarang ini, di mana anggota ILC dikriminalisir dan dibunuh hanya karena membela hak atas tanah, GLF merupakan momen yang sangat bernilai untuk solidaritas, penyatuan, dan perencanaan orientasi gerakan agar kekuatan jaringan ILC dapat mendukung perjuangannya,” kata Direktur ILC, Mike Taylor.
Menurut Rukka Sombolinggi, Sekjend AMAN, “ Bagi Masyarakat Adat, GLF adalah tempat strategis untuk konsolidasi gerakan agar terwujud keadilan sosial. Selama ini, masyarakat adat dan petani adalah pihak yang wajib memperoleh sumber-sumber agraria”. “GLF akan mendongkrak kepercayaan diri petani, bahwa mereka tidak berjuang sendirian, juga meyakinkan Negara bahwa kaum tani masih bias mandiri,” ucap Agustiana, Sekjend SPP.
“Kantor Staf Presiden menyambut baik dan mendukung penuh pelaksanaan Global Land Forum 2018. Kami bersama kementerian dan lembaga terkait siap bekerja sama dengan kalangan gerakan masyarakat sipil untuk kelancaran dan kesuksesan GLF. Bagi kami, GLF sangat penting untuk mengangkat pengalaman Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi dalam menjalankan reforma agraria. Dengan GLF, kita pun bisa belajar dari pengalaman negara lain. Selamat dan sukses atas terselenggaranya forum lintas negara yang membahas isu pertanahan ini,” kata Yanuar Nugroho, Deputi II Kepala Staf Kepresidenan.
“Semangat Asia-Afrika, tentang kemerdekaan dan kemanuasiaan harus menjadi landasan bagaimana resolusi masalah hak atas tanah bagi rakyat akan dirumuskan melalui Deklarasi Bandung dalam GLF 2018,” demikian pernyataan Dewi Kartika, Sekjen KPA sekaligus Ketua Panitia Nasional GLF 2018. Karena itu, menghitung mundur perhelatan GLF 2018 di Bandung nanti, menjadi penting untuk melihat kembali pelaksanaan reforma agraria di Indonesia, membangun kerjasama yang efektif antara masyarakat sipil, pemerintah dan para pihak di tingkat nasional untuk terus-menerus mematangkan demokrasi dan menegakkan hak-hak dasar masyarakat, sebagai inspirasi dari Indonesia untuk semua komunitas global.
Mari sukseskan Global land Forum 2018 di Bandung!
United for Land Rights, Peace and Justice!
Jakarta, 03 Agustus 2018
Hormat Kami,
Panitia Nasional GLF 2018
Dewi Kartika
Ketua Panitia
(Sekretaris Jenderal KPA)
Panitia Nasional GLF 2018:
1. Dewi Kartika, Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA)
2. Mardhatillah, Direktur Eksekutif Rimbawan Muda Indonesia (RMI)
3. Deny Rahadian, Direktur Eksekutif Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP)
4. Rukka Sombolinggi, Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN)
5. Nur Hidayati, Direktur Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI)
6. Agustiana, Sekretaris Jenderal Serikat Petani Pasundan (SPP)
7. Puspa Dewy, Ketua Badan Eksekutif Nasional Solidaritas Perempuan (SP)
8. Amir Mahmud, Direktur Eksekutif Sajogyo Institute (SAINS)
9. Dahniar Andriani, Direktur Eksekutif Perkumpulan Pembaruan Hukum Berbasis Masyarakat
dan Ekologis (HuMa)
10. Mohammad Nurrudin, Sekretaris Jenderal Aliansi petani Indonesia (API)
11. Susan Herawati, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA)
12. Asep Maulana, Sekretaris Jenderal Serikat Tani Indramayu (STI)
13. Asep Yunan Firdaus, Direktur Eksekutif Epistema Institute
14. Y.L.Franky, Direktur Pelaksana Yayasan Pusaka
15. David Sitorus, Direktur Eksekutif Indonesia Human Rights Committee for Social Justice
(IHCS)
Panitia Pendukung (Co-Host) adalah Pemerintah Republik Indonesia.
Narahubung:
Benni Wijaya, 0853 6306 603.