Banyak Perempuan Indonesia di pedesaan yang masih belum sepenuhnya mengetahui dan memahami hak-hak mereka sebagai perempuan. Hal ini dikarenakan, kurangnya akses pendidikan dan informasi, budaya dan nilai tradisional yang cenderung membatasi Perempuan, minimnya peran pemerintah, keterbatasan ekonomi, dan ketidaksetaraan dalam hukum dan kebijakan.
Alhasil, banyak Perempuan Indonesia di pedesaan rentan terhadap kekerasan dan diskriminasi, mengalami ketidak setaraan ekonomi, tidak berpartisipasi dalam pengambilan Keputusan, hak-hak tidak dipenuhi, sulit keluar dari lingkar kemiskinan, hingga terjadi penurunan kualitas hidup keluarga.
Oleh karena itu, RMI yang bekerjasama dengan Kemitraan Partnership dalam program Estungkara, berupaya untuk melakukan peningkatan kesadaran terhadap hak-hak perempuan di Kasepuhan, melalui pertemuan ke-dua Forum Perempuan di Kasepuhan Pasir Eurih, Desa Sindanglaya dan di Kasepuhan Cirompang, Desa Cirompang, Kecamatan Sobang, Kabupaten Lebak.
Forum Perempuan Kasepuhan
Jika pertemuan Forum Perempuan Kasepuhan yang pertama, yang dilakukan pada bulan Juni lalu, lebih banyak menggali aspirasi perempuan tentang pembangunan desa, pada pertemuan ke-dua Forum Perempuan Kasepuhan, yang dilakukan pada sekitar akhir Agustus dan awal September 2024, para perempuan diajak untuk memahami tentang keadilan gender.
Dalam sesi kali ini RMI memaparkan materi mengenai Gender dengan maksud agar para perempuan di Desa Sindanglaya dan Desa Cirompang bisa memahami terlebih dahulu makna tentang Gender dan juga beberapa hal terkait hak- hak dasar Perempuan, terutama dalam Pembangunan desa.
Selama ini kondisi masyarakat di Komunitas Adat Kasepuhan masih sangat minim informasi terkait isu tentang keadilan gender dan mereka biasanya mengaggap isu ini cenderung tabu untuk dibahas secara luas, padahal sebenarnya isu tentang keadilan gender ini merupakan informasi dasar yang bisa menjadi modal utama kaum perempuan untuk bisa ikut berparpartisipasi aktif dalam proses pembangunan masyarakat dan desa. Keadilan gender cenderung dianggap tabu karena banyak factor, diantaranya adalah karena budaya patriarki yang selama ini mengakar kuat di Kasepuhan, minimnya sumber informasi yang bisa diakses dan juga rasa keingintahuan dari masyarakat sendiri yang belum memiliki kesadaran dan kemauan untuk memahami isu- isu semacam ini karena dianggap tidak terlalu berpengaruh dalam keseharian mereka. Selain informasi dan pemahaman yang sama terkait keadilan gender, forum dilanjutkan dengan membahas materi tentang Ketidakadilan Gender. Dalam forum ini peserta yang hadir juga diajak untuk sharing pengalaman atau bercerita tentang kondisi yang pernah dialami oleh masing- masing peserta.
Di forum ini para peserta mendapatkan pengalaman baru membahas mengenai topik gender dan juga memahami hal- hal apa saja terkait ketidakadilan gender yang sebenarnya terjadi sekitar lingkungan mereka. Dengan saling bertukar informasi seperti ini diharapkan kedepannya para perempuan lebih peduli dan peka dengan kondisi kesejahteraan kaum perempuan di lingkungannya.
Partisipasi Perempuan di Pembangunan Desa
Setelah materi-materi di sampaikan, para perempuan juga diajak untuk memahami tentang hak perempuan dalam pembangunan desa. Para perempuan yang hadir meyampaikan bahwa selama ini belum terlalu memahami hak- hak mereka dalam pembangunan desa mereka sendiri, karena tidak pernah merasa dilibatkan dalam kegiatan pertemuan musyawarah pengambilan keputusan ataupun penyusunan anggaran desa.
Kemudian para Perempuan diajak juga untuk memahami beberapa tahapan dalam proses musyawarah pembangunan desa. Tujuannya agar mereka juga memahami bahwa dalam penentuan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes), pemerintah desa juga memiliki tahapan- tahapan yang cukup sistematis dalam pengambilan keputusan bukan bisa secara otomatis memutuskan usulan mana yang akan dianggarkan dalam RPJMDes.
RMI berharap dengan adanya pembelajaran bersama kali ini perempuan menjadi lebih teredukasi dengan hak- hak mereka untuk nantinya berperan aktif terlibat dalam pembangunan desa.
Penulis: Siti Marfu’ah dan Ummi Nadrah